Meniup Lalove dari Hidung,
Warisan Kebudayaan Masyarakat Suku Unde dari Pegunungan Kamalisi
Meniup Lalove dari hidung merupakan cara unik
yang melekat pada masyarakat Suku Unde dari pegunungan Kamalisi Kabupaten
Donggala.
Di sana sejak 300 tahun lalu menggunakan instrumen ini sebagai alat untuk
menjaga hubungan manusia dengan alam khususnya tanaman padi di ladang.
Hal itu disampaikan Hajir selaku pelatih dan pelaku peniup lalove dari
hidung pada pelaksanaan pelatihan pembuatan lalove dan meniup dari hidung yang
dilaksanakan oleh Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah (BPKW) XVIII Sulteng -
Sulbar, Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi
(Kemendikbudristek) Republik Indonesia.
Kegiatan tersebut dilaksanakan selama 3 hari, mulai tanggal 1 hingga 3
September 2023 dan dilaksanakan didua tempat yaitu di posyandu Dusun III dan di
SD satu atap di Desa Povelua Kecamatan Banawa Tengah Kabupaten Donggala.
Pelaksana Program Smiet Lalove, mengatakan, kegiatan itu merupakan program
bantuan dana fasilitasi kebudaayan. Untuk melaksanakan kegiatan tersebut ia
awalnya mengusulkan programnya ke kementerian dengan harapan akan ada tanggapan
serius dari pemerintah akan pentingnya upaya penyelamatan lalove ditiup dari
hidung.
Smiet menjelaskan, pelatihan ini dibuat seperti layaknya penampilan di
pentas seni dan dilakukan pada malam hari agar pesertanya merasa percaya diri.
“Kami seting seperti seni pertunjukan agar mereka merasakan bagaimana
rasanya tampil di depan umum, dan dengan kesederhaan mereka.mampu memukau
penonton walaupun hanya masyarakat desa Povelua,” terangnya.
Ia menuturkan lalove salah satu intrumen yang terbuat dari bambu vo dan
hanya terdapat di puncak gunung.
“Suaranya akan nyaring dapat terdengar antar lembah dan sekitar gunung,
seperti itu kondisi yang mereka ceritakan dan bahkan saat musim padi menguning
di gunung suara itu layaknya seperti konser Lalove di alam,” tuturnya.
Smiet menambahkan, salah satu alat musik tertua di dunia dan terunik ini
memiliki 3 lobang nada, 2 di bawah satu di atas cara memainkan dan meniupnya
pun sangat sulit butuh dan keterampilan khusus.
“Meniup lalove dari hidung tidak sekedar unik namun sakral bagi Petani di
pegunungan Kamalisi Suku Unde, salah satunya Puntana bagian dari Povelua,
tempat tertinggi tempat ladang petani,” ujarnya.
Di tempat yang sama Hajir menuturkan bahwa nenek mereka sampai ke bapaknya
menggunakan Lalove sebagai komunikasi penting yang bernilai sakral untuk
menghormati alam.
“Saat kami berada di ladang pertanian, kami tidak boleh berbicara dengan
bahasa sehari hari, walaupun dengan bahasa asli suku Unde, jika itu dilakukan
maka dengan sendirinya panen akan kurang maksimal, dan bahkan gagal. Kami hanya
boleh meniup lalove sebagai ungkapkan kesyukuran dan kekaguman kami pada Padi
yang tumbuh berbulir bagus,” tuturnya.
Selain itu, menurut Aulia (73) salah satu asisten pelatih mengatakan saat
ini hasil pertanian mereka tidak seperti dulu lagi. Ia mengungkapkan hingga
hari ini pertanian di ladang sudah jarang melakukan tradisi tua ini, dan
pegunungan sepi dari bunyi lalove.
“Sudah kurang bagus hasil padi kami sekarang ini bahkan sering gagal karena
banyak hama dan kami rugi waktu serta tenaga, dengan adanya pelatihan ini kami
merasa ada sesuatu yang hilang dari tradisi kami dulu, salah satunya instrumen
lalove ini tidak lagi jadi bagian dari kehidupan petani, dahulu setiap.masuk
musim panen, seluruh ladang berbunyi bahkan hingga malam hari,” ujarnya.
Ia menambahkan, selaku penerus tradisi, Aulia berterimakasih pada
pemerintah yang sudah memberikan kesempatan dan mengingatkan mereka akan
pentingnya menghidupkan kembali budaya luhur ini.
“Dari pelatihan ini kami akan melatih murid SMP dan SD di Povelua agar
lalove dari hidung jadi instrument musik andalan mereka dan bagi generasi
Povelua bangga dan bisa mewariskan budayanya. Kami akan berusaha mengajarkan
anak kami sampai bisa memainkan dan membuat agar kelak mereka melanjutkan
tradisi kami, sebab berhubungan erat dengan sumber hidup kami di ladang, selain
itu lalove ini juga dapat mengobati perasaan orang yang sakit, dan banyak lagu
atau sayair yang dapat dimainkan dan syairnyapun berceritra tentang masalalu
yang romantis, bahkan sakral,” ungkapnya.
Salah satu peserta menyatakan mereka terharu setelah pelatihan ini mereka
merasa percaya diri dan bangga bahwa memiliki kebudayan yang mungkin satu
satunya di dunia.
0 comments:
Posting Komentar