Lalove, Aerophone Orang Kaili di Sulawesi Tengah
Lalove, ALAT MUSIK TIUP
orang Kaili
(Musik latar Video;
Merpati-Anang Kidnap)
Lalove sebagai alat musik tiup
merupakan salah satu jenis alat musik tradisionalnya orang Kaili di Sulawesi
Tengah, berasal dari kata Love (bahasa Kaili dulu) yang kira-kira berarti suara
yang mengalun, sayup-sayup atau menerawang dari kejauhan. Informan
menyepadankan Love dengan kata Nggose yang berarti siulan, bunyi mendesah untuk
menarik perhatian atau memanggil.
Love dalam pengertian bahasa
Kaili sekarang, sama dengan Tonji yang berarti burung elang. Pada lingkungan tempat tinggal masyarakat di etnik Kaili
Sulawesi Tengah, burung sering berkicau atau mengeluarkan suara di ketinggian
pepohonan bambu, atau dari kejauhan. Orang Kaili tidak mengenal kebiasaan
memelihara burung dalam sangkar.
Love diberi semacam awalan La menjadi Lalove dan dalam penulisan
ini diartikan sebagai bunyi yang memanggil. Pengertian ini diperkuat dengan
kenyataan bahwa dalam pelaksanaan Balia, fungsi Lalove adalah memainkan Kobi-kobi (istilah melodi lagu
pada permainan Lalove) tertentu untuk
memanggil roh-roh sesuai dengan jenis kobi yang dimainkan.
Istilah Kobi dalam bahasa Kaili
kerap digunakan pada kalimat yang dalam bahasa Indonesianya berarti
membangunkan orang tidur dengan cara menggelitik atau menyentuh. Sehingga dalam
konteks permainan Balia, Kobi dapat diartikan cara membangunkan atau memanggil
roh yang sedang tidur.
Sangat sulit untuk menemukan data
yang akurat dan tepat asal muasal dan kapan keberadaannya Lalove, sebagai
konsekwensi logis dari sebuah folklore. Informan menyiratkan dua kemungkinan
yang dapat dijadikan acuan.
Pertama, Lalove itu ada, hasil
dari kebudayaan setempat yang lingkungan tempat tinggalnya banyak ditumbuhi
pohon bambu. Sehingga bukan hal yang aneh bila mereka membuat sebuah alat musik
dari bambu. Artinya dapat diduga bahwa Lalove adalah peniruan bunyi yang
dihasilkan dari pepohonan bambu yang kebetulan berlubang dan ditiup oleh angin.
Kedua, berkaitan dengan legenda
Sawerigading yang sedang melakukan perjalanan di Tanah Kaili. Yakni, ketika
Sawerigading ingin meminang Ngili Nayo, Raja wanita dari Kerajaan Sigi.
Dikisahkan, salah satu syarat lamarannya adalah diadakan adu ayam antara ayam
Sawerigading dan Ngili Nayo. Untuk memeriahkan acara adu ayam tersebut, maka
dibunyikanlah alat-alat musik yang dibawa oleh Sawerigading termasuk didalamnya
Lalove. Ternyata suara Lalove dapat
mengundang orang untuk berdatangan ketempat adu ayam bahkan juga buat mereka
yang sedang sakit.
Sejak itu Lalove diterima dan
dianggap milik orang Kaili di Sulawesi
Tengah, dengan penekanan fungsi untuk menyembuhkan orang sakit.
Lalove terbuat dari bambu
berbentuk silinder panjang dengan ukuran bervariasi antara 70 - 90 cm. Lalove
terbagi atas dua bagian dalam skala besar atau sama panjang (selanjutnya
disebut bagian a untuk bagian atas dan b untuk bagian bawah).
Lalove dimainkan dengan posisi
pemain duduk bersila. Sumber suara atau ujung atas Lalove, ditempelkan diantara
kedua bibir sedemikian rupa hingga hembusan udara dari mulut dapat mencapai
sumber suara. Penampang Lalove atau Suvaya diletakkan di bidang datar di depan
peniup, sehingga Lalove membentuk posisi vertikal dengan kemiringan bila diukur
dari badan si peniup kira-kira 300. Posisi lubang 1 sampai dengan 6 dihitung
dari atas.
Lubang 1 pada Lolove ditempati
oleh telunjuk jari tangan sebelah kiri (selanjutnya disebut jari 1). Lubang 2
pada Lalove ditempati oleh jari tengah tangan kiri (selanjutnya disebut jari
2). Lubang 3 pada Lalove ditempati jari manis tangan kiri (selanjutnya disebut jari 3).
Adapun jari-jari tangan kanan
akan menempati lubang-lubang sebagai berikut : Ibu jari akan menempati lubang 4
(selanjutnya akan disebut jari 4), jari telunjuk akan menempati lubang 5
(selanjutnya disebut jari 5), jari manis akan menempati lubang 6 (selanjutnya
disebut jari 6).
Dengan posisi penjarian seperti
itu, maka posisi tangan memegang Lalove menyesuaikan dengan, tangan kiri di
atas dan tangan kanan di bawah.
Digunakannya ibu jari tangan
kanan pada lubang 4, merupakan subuah hal yang unik bila dilihat dari kacamata
tehnik penjarian Aerophone pada umumnya. Perihal yang mungkin dijadikan alasan
adalah letak lubang yang sangat berjauhan dan kesulitan penjarian bila lubang 4
menggunakan jari telunjuk kanan. Menurut informan, penggunaan ibu jari pada
lubang 4 sudah ada sejak dahulu kala.
Ada empat pola penjarian dalam
memainkan kobi-kobi (istilah kalimat melodi dalam permainan Lalove). Keempat
pola ini menghasilkan empat pola interval yang berbeda-beda.
Kobi dapat diartikan lagu atau
melodi yang dimainkan Lalove. Kobi dalam pengertian bahasa Kaili sehari-hari
dapat diartikan sebagai tindakan untuk menyentuh sesuatu/membangunkan orang.
Olehnya, Kobi dapat diartikan pula sebagai melodi Lalove yang
menyentuh/membangunkan sehingga mengakibatkan adanya respon dari obyek yang dituju.
Misalnya, Kobi Posironde Ntomanuru adalah melodi yang dimaksud memanggil Roh
Ntomanuru untuk datang mengikuti upacara adat Balia (upacara Penyembuhan) yang
berlangsung.
Sebuah nama Kobi dapat dimainkan
dengan tehnik yang berbeda-beda. Terutama nama-nama Kobi yang berfungsi
mengantar tahapan penting dalam upacara adat Balia. Yakni; Posironde,
Posalonde, Pantatausina, Pompourana.
Yang patut dicatat dalam
penulisan ini, informan mengajak dalam permainan Lalove tidak lagi difungsikan
dalam upacara atau ritual adat. Ia lebih dimainkan dalam pertunjukann dengan
tidak meninggglkan usnsur-unsur tradisi.
Sumber : Link LALOVE
0 comments:
Posting Komentar