Banyak pemerhati sejarah abad baru sudah datang ke daerah kepulauan Sangihe dan Talaud. Tetapi banyak diantara mereka tidak sempat melihat keragaman agama yang berkembang di kepulauan Sangihe dan Talaud sejak masa lalu sampai masa kini.
Seorang pemerhati sejarah asal Eropa yang
pertama kali menulis secara rinci
tentang keadaan masa lalu Sangihe
adalah Daniel Brilman. Dalam bukunya
berjudul De Zending op de Sangi en
Talaud eilanden, terbitan 1928. Mengemukakan
bahwa, jauh sebelum agama Islam
dan Kristen masuk dan berkembang di Kepulauan
Sangihe dan Talaud sudah
berkembang agama asli Sangihe.
Agama ini adalah
agama yang Polytheisme. Para pemeluk agama ini mengenal adanya beberapa penguasa
kehidupan seperti Penguasa Langit dan
penguasa Laut. Agama ini dipimpin
oleh seorang Imam perempuan yang disebut Ampuang. Agama ini
beranggapan bahwa untuk
dapat bertemu dengan sang penguasa
harus datang ditempat-tempat yang
dianggap paling tinggi seperti di puncak-puncak bukit. Agama ini bukanlah
agama yang Animisme, anima atau
animus dan bukan pula kafir
seperti tuduhan bangsa Eroa,
karena mereka menyembah
satu kekuatan yang dianggap
sangat berkuasa meskipun sang
penguasa itu tidak berwujud dan
tidak dapat diwakilkan dengan sebatang pohon yang
besar atau batu-batu besar untuk disembah. Sampai saat ini masih
ada penduduk yang masih mematuhi aturan-aturan agama
ini meskipun hanya sebatas menghargai warisan kebudayaan
nenek moyang.
Agama ini
diperkirakan sudah ada sejak 600 sampai 700 tahun silam sebelum berdirinya
kerajaan pertama Sangihe
yaitu kerajaan Tampungang Lawo.
Seiring dengan
perkembangan saman maka agama
ini akhirnya mulai terkikis oleh
agama dunia masa kini yang Monotheisme.
Agama kedua
yang berkembang di kepulauan Sangihe adalah Agama Islam Tua. Agama inipun sudah
ada sebelum masuknya agama Islam di Kepulauan Sangihe.
Ajaran Islam pertama kali dikembangkan dikepulauan
Sangihe sejak tahun 1460
berdasarkan ajaran Islam
aliran Sunni. Ajaran Islam pertama
kali masuk di Sangihe berasal dari
Philliphina dengan latar belakang hubungan kekerabatan antara orang Sangihe
dengan orang Philliphina karena
nenek moyang orang Sangihe berasal dari Philliphina,
disamping itu juga perdagangan, dan kedekatan wilayah telah
menunjang berkembangnya
ajaran Islam dari Phillhipina.
Diperkirakan ajaran Islam pertama kali
masuk dikepulauan sangihe berasal dari Pulau Mindanao.
Kedatangan ajaran Islam kedua adalah dari Kepulauan Maluku, terutama dari Kesultanan Ternate dan Tidore. Latar belakang berkembangnya ajaran Islam dari
kepulauan Maluku adalah : dimasa lalu pernah terjalin hubungan kerjasama antara kerajaan-kerajaan
di Sangihe dengan Kesultanan Ternate dan
Tidore, terutama dengan kerajaan Tabukan dan Kerajaan Kendar. Disamping itu
juga ada beberapa
kerajaan di Sangihe yang pernah
dijajah oleh Kesultanan Tidore.
Hal yang
sangat memungkinkan masuk
dan berkembangnya ajaran Islam di kepulauan Sangihe
adalah melalui proses perdagangan.
Banyak diantara
pemeluk Islam Indonesia
khusunya pemeluk Islam di Sulawesi utara
yang tidak mengetahui
bahwa ada agama yang seperti agama Islam yang
berkembang di kepulauan Sangihe tetapi bukan
agama Islam. Agama
ini dinamakan agama Islam Tua.
Oleh proses waktu dan tekanan pemerintah, maka agama ini mengalami
beberapa perubahan nama. Pertama
kali agama ini dikenal sebagai
Masade, Islam Handung kemudian Penghayat dan pada
akhirnya agama ini dikenal
oleh sebagian orang Sangihe sebagai Agama Islam Tua. Meskipun sampai saat ini
Agama Islam tua
tidak pernah diakui secara resmi sebagai Agama oleh pemerintah. Pemerintah lebih mengakui
Konghucu dan Taoisme.
Hal ini terjadi juga
terhadap Islam Kejawen
dan agama asli
lainnya di Indonesia.
Dalam tesis yang di tulis
Oleh Pendeta Don Javarius Walandungo
berjudul “ Islam Tua, Terpasung
dan Merana” mengemukakan
hal-hal yang sangat jelas
tentang keberadaan agama Islam
Tua diantaranya tentang keberadaan pemeluk
agama Islam Tua yang terkucil
dari kehidupan bermasyarakat dan
bernegara. Salah satu hal yang kurang pantas yang diberlakukan
oleh pemerintah adalah
tentang pernikahan dan status
kewarganegaraan. Sekian lama mereka
harus dinyatakan sah
menikah kalau menikah
di pengadilan, tidak sah kalau
dinikahkan oleh pimpinan agama.
Pada Kartu tanda penduduk mereka harus
menulis agama Islam
padahal mereka bukan
agama Islam. Pengecualian ini
sudah dilakukan pemerintah sejak lama. Dimasa kekuasaan
Winsulangi Salindeho sistim perkawinan
diperjuangkan dan diakui
sama dengan agama
lain. Oleh pemerintah
telah ditetapkan 3 orang
pembantu pencatat pernikahan
dalam kalangan islam tua
diantaranya bapak A.
Masihor,S.Pd dan Ibu. R. Kirimang, S.Pd.
Atas pengecualian itu kemudian timbul pemahaman, mengapa justeru agama Kong Hu Chu
mendapatkan hak-hak istimewah dari pemerintah sebagai Agama, sementara Agama Islam Tua sebagai Agama asli Indonesia
tidak diberlakukan sama. Keberadaan
pemeluk Agama Islam tua sangat baik dan
bersahaja ditengah kehidupan bermasyarakat, tidak berbeda
dengan pemeluk agama
Islam dan agama Kristen lainnya.
Mengapa harus dibunuh karena tidak memiliki kitab suci.
Agama Islam
Tua pertama kali diajarkan dan dikembangkan secara nyata oleh
seorang yang bernama Masade kira-kira lima
ratus tahun yang lalu. Bersamaan dengan
kejayaan Kerajaan Kendar (kerajaan di Sangihe) pada masa
pemerintahan Raja Syam Syach Alam. Kerajaan ini adalah
cikal bakal dari kerajaan Wulaeng
( wulaeng berarti emas). Pada
masa pemerintahan Raja Syam
Syach Alam (samang sialang nama
julukan), kerajaan ini dikenal sebagai
kerajaan yang kaya. Singgahsana raja dan
semua perlengkapan Istana
terbuat dari emas.
Sampai satu saat
sang raja melakukan
kesalahan. Konon, sebelum
raja Syam Syach Alam
melakukan dosa, sempat dinasehati
oleh Masade, supaya jangan melaklukan
kesalahan lagi. Karena raja tidak
mengindahkan nasehat dari
Masade,seminggu setelah dinasehati
kerajaan ini ditenggelamkan kedasar
laut oleh suatu bencana alam.
Masade dilahirkan sebagai yatim
dan ditemukan oleh sepasang suami isteri diantara semak belukar
ketika masih bayi, nama aslinya adalah
Mawu Masade yang berarti Karunia Tuhan.
Menjelang dewasa Masade memperdalam keyakinanya di Tugis, Phillhipina. Banyak
keajaiban telah dilakukan oleh Masade sejak kecil sampai
dewasa. Pada umur 66 tahun, Masade kembali ke Sangihe dan
mengalihkan ajarannya kepada seorang yang
bernama Penanging. Dari
Penanging inilah Ajaran Islam
Tua mulai tersebar
luas. Semenjak wafatnya Masade
dan Penaging ajaran
agama Islam Tua kemudian di
teruskan oleh Mahadure.
Untuk lebih memperluas ajaran ini
kemudian oleh Mahadure ,
diadakan pemuridan dan terpilihlah tiga murid
yaitu Makung,Handung dan Biangkati.
Inti dari ajaran Agama Islam Tua adalah Kemurnian Jiwa. Diusahakan agar umat menjauhi sedapat
mungkin aktifitas yang mengakibatkan
dosa, dan pencerahan hanya
dapat ditemukan jika berada dalam
satu ritual keagamaan. Kepandaian seseorang tidak dapat
menandingi kekuatan yang
ditemukan dalam setiap Ibadah melalui hubungannya dengan
sang pencipta.
Tempat ibadah agama Islam Tua adalah
Mesjid, sedangkan alat yang
digunakan untuk memanggil umat dalam ibadah
Shalat Jumat adalah Lonceng
bukan Bedug. Agama ini
dipimpin oleh seorang yang diberikan gelar Imam. Kepemimpinan seorang imam sangatlah bijaksana dan
harus dipatuhi. Menjadi Imam Mesjid bukan dari pemilihan
tetapi atas kehendak Imam
sebelumnya atau berdasarkan petunjuk langsung Tuhan
yang maha esa. Jabatan Imam
tidak menurun tetapi dilihat dari kearifannya dalam berjamaah dan aktifitasnya dalam ibadah. Ibadah Shalat Jumat dimulai jam
sembilan pagi disamping itu
juga ada ibadah-ibadah setiap kelompok
Jamaah. Ritual-ritual besar yang
sering dilaksanakan diantaranya
adalah : Sunatan, Puasa yang dilakukan
selama sepuluh hari sebelum Idul
Fitri dan yang paling meriah adalah
Ritual “Diko u Solo” atau
menyalakan lampu (lilin atau obor) pada sebuah wadah yang
berbentuk pohon, juga perayaan Hari
raya ketupat. Selain itu dapat
melakukan siarah kepusat ritual
keagamaan di Pulau Enggohe. Dipulau
inilah terdapat peninggalan
leluhur agama Islam Tua termasuk beberapa ajaran asli dan tempat – tempat
sacral.
Para jamaah ketika datang kemesjid, yang perempuan
harus menggunakan jilbab dan
yang laki-laki ada yang
menggunakan kain sarung.
Kebiasaan-kebiasaan yang
dilakukan oleh penganut agama
Islam Tua, sudah berlangsung sejak
lama. Apapun yang sering
dilakukan bukanlah hal yang
menyesatkan seperti tuduhan
banyak pihak.
Ada satu
masa mereka harus duduk di dalam Gereja atas undangan umat
Nasrani ada satu saat pula
umat Nasrani akan
berkunjung kejamaah Islam Tua karena
hari raya. Dihari yang fitri
nanti semua umat Islam Tua
akan saling berkunjung dan bersalam-salaman agar terbuka
semua pintu maaf.
Persebaran pemeluk
agam Islam Tua meliputi
kampung Pindang sampakang kec.
Manganitu Selatan (sekarang sudah
punah) Kampung Lenganeng, sebagai
pusat Agama Islam Tua, Kampung Kalekube dan Pulau Enggohe Kecamatan Tabukan
Utara,dan di kota Bitung. Sampai
tahun 2007 pemeluk agama Islam
Tua diperkirakan berjumlah tiga
ribu jiwa. Sekarang ini Agama Islam
tua secara tidak langsung dipaksa
bernaung dalam Organisasi Penghayat Kepercayaan Kepada
Tuhan Yang Maha Esa.
Agama Islam tua merupakan bentuk
kepercayaan asli Sangihe, yang tidak dapat ditemukan didaerah
lain di Indonesia. Agama ini adalah bagian dari keragaman Agama dan
kebudayaan Indonesia yang diamanatkan Pancasila dan UUD ’45. Islam Tua pantas dihidupkan bukan di paksa mati.
0 comment:
Posting Komentar