Pertukaran dan Penyebaran
Bahasa Suku Kaili Ledo dan Suku Kaili Ija
Langit yang berawan ditemani
suara kumbang hutan, burung yang terbang, dan semilir angin bertiup menghias
siang itu. Jalan setapak dari tanah cokelat aluvial berbatu-pasir yang menanjak
dan berliku menjadikan jalur pendakian yang amat mendebarkan di atas sepeda
motor. Berlatar tebing dan jurang di kanan kiri, menuntut keterampilan
pengendara melatari tantangan perjalanan ke sebuah kampung yang dipercaya
sebagai wilayah asal muasal dari Etnis Kaili Ledo, Kampung Raranggonau.
Sabtu sore, 21 April 2018, Tim
dari Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) mengawali proses registrasi dan
verifikasi wilayah adat di Kampung Raranggonau. Kampung yang juga menjadi dusun
ke empat bagi Desa Pombewe dan berada di ketinggian 900 mdpl itu menjadi tempat
tinggal bagi Masyarakat Adat Kaili Ledo yang dahulunya berasal dari Gunung
Lendo. Kaili merupakan nama suku yang memiliki puluhan rumpun dengan bahasa
yang berbeda-beda dan tersebar di seluruh wilayah Sulawesi Tengah. Adapun
“Ledo” bermakna “Tidak” makna yang sama pada kata “Ija” dari Suku Kaili Ija
yang merupakan rumpun suku lain yang berbatasan dan hidup berdampingan dengan
Suku Kaili Ledo sejak masa lalu hingga kini. Para pemimpin dahulu yang dikenal
sebagai Madika dari kedua suku itu dipercaya memiliki hubungan keluarga meski
memiliki bahasa yang berbeda. Hal itu diutarakan oleh Ricu, seorang tokoh adat
satu tokoh adat Kaili Ledo di Kampung Raranggonau yang juga pejabat Ketua BPD
desa Pombewe.
Pada saat proses verifikasi
bersama dengan tim BRWA dan para tokoh adat lainnya, Ricu menceritakan bahwa
telah ada pertukaran bahasa lokal di antara Suku Kaili Ledo dan Kaili Ija. Ricu
meyakini bahwa adanya hubungan yang harmonis antara para Madika dan masyarakat
dari kedua suku tersebut yang menjadi penyebab terjadinya pertukaran bahasa.
“Jadi dulu itu ada permintaan dari Kaili Ija untuk saling bertukar bahasa, lalu
terjadilah kesepakatan itu, dan kita saling bertukar bahasa, yang kita pakai
sekarang adalah bahasa Ija dan yang dipakai mereka adalah bahasa Ledo, dan itu
sudah tersebar di Bora sana,” ujar Pak Ricu yang diiringi anggukan tokoh adat
lain yang hadir kala itu. Bahasa kedua suku itu memiliki perbedaan untuk
beberapa kata dan diwariskan kepada turun-temurun pasca pertukaran sehingga
pengetahuan tentang “bahasa asli” tidak lagi berada dalam skema kognisi mereka
sepenuhnya saat ini. Orang-orang Kaili Ledo dan Kaili Ija hingga kini masih
berinteraksi satu sama lain setidaknya dalam urusan perdagangan rotan.
Masyarakat Suku Kaili Ija berkembang hingga ke Boru, wilayah yang menjadi pusat
administrasi Kabupaten Sigi sehingga dengan kata lain bahasa Ledo seakan
menjadi bahasa umum yang digunakan di sana.
Adapun Suku Kaili
Ledo yang berasal dari Gunung Lando, Raranggonau menyebar ke berbagai tempat
sejak tahun 1960an oleh karena desakan “orang berbahasa Indonesia”. Setidaknya
mereka menyebar untuk bersembunyi dan berkembang menjadi kampung baru di enam
wilayah yaitu 1. Desa Rejeki (1957), 2. Dusun Parigi Bonebula (1962), 3. Desa
Parigi Gangga (1962), 4. Dusun Maranata (1962), 5. Dusun Manggalapi (1971), dan
6. Dusun Palolo Bampres (1977). Namun, sebagian dari mereka yang merindukan
kampung halamannya, kembali ke Raranggonau yang saat ini termasuk ke wilayah
Desa Pombewe. Sejak itulah Masyarakat Kaili Ledo itu menyebar ke berbagai
wilayah di Sulawesi Tengah membawa bahasa Ija di dalam lisan mereka. Pada saat
tulisan ini dibuat, Masyarakat Adat Kaili Ledo Lando yang bermukim di kampung
Raranggonau telah meregistrasi data sosial dan peta wilayah adatnya ke BRWA
untuk dijadikan bahan dalam mengakses pengakuan dan pelindungan hak-hak mereka.
Sumber : Pertukaran dan Penyebaran Bahasa Suku Kaili Ledo dan Suku Kaili Ija
0 comment:
Posting Komentar