Indonesia adalah bangsa yang multikultur dengan keberagaman suku, agama, ras, dan adat istiadat. Semangat kebersamaan dalam slogan Bhinneka Tunggal Ika sebagai pengikat keberagaman bangsa Indonesia mulai luntur dengan maraknya berbagai konflik. Jati diri bangsa Indonesia yang cinta damai dan memiliki budaya kebersamaan atau solidaritas perlahan terkoyak dengan maraknya berbagai konflik berlatar belakang sosial budaya. Bertolak dari persoalan-persoalan tersebut di atas, kajian tentang budaya sintuvu masyarakat Kaili bertujuan untuk menemukan dan menganalisis hakikat budaya sintuvu berdasarkan historisitas dan kehidupan konkret masyarakat Kaili.
Berdasarkan analisis hasil penelitian menggunakan teori filsafat kebudayaan Cornelis Anthonie van Peursen, diperoleh hasil bahwa sintuvu adalah budaya masyarakat Kaili yang dipahami sebagai prinsip persatuan atau gotong royong. Nilai-nilai sintuvu dibangun dari konsep kebersamaan masyarakat Kaili yang ditemukan sepanjang perjalanan sejarah dan kehidupan konkret masyarakat Kaili. Sintuvu dikenal sejak masa Tomalanggai dan berkembang sejak masa kerajaan (kemagauan) di Tanah Kaili Sulawesi Tengah abad ke-15 sebagai budaya kebersamaan masyarakat Kaili yang bersumber dari kehidupan sehari-hari. Selain sintuvu, masyarakat kaili mengenal beberapa kearifan tentang kebersamaan diantaranya ajaran nosarara nosabatutu, ada nosibola, libu ntodea, dan tonda talusi. Kearifan-kearifan dalam budaya Kaili tersebut mempunyai korelasi dengan konsep sintuvu sebagai budaya persatuan atau gotong royong, sehingga penting untuk dikaji dalam rangka menemukan nilai yang sebenarnya dari konsep sintuvu.
Nilai-nilai kearifan
yang lahir dari ajaran nosarara nosabutu
adalah nilai-nilai kekeluargaan dan persatuan. Nilai-persatuan dalam nosarara nosabatutu berkembang dalam
budaya sintuvu menjadi persatuan yang didasari oleh
musyawarah mufakat (libu ntodea). Keterbukaan masyarakat Kaili ditunjukkan
dalam beberapa cara dan sikap penerimaan yang baik terhadap etnik lainnya. Ada
nosibolai adalah salah satu bentuk keterbukaan masyarakat Kaili terhadap etnik
lainnya melalui tradisi kawin mawin. Konsep
sintuvu dalam realitas konkret
diimplementasikan dalam sistem disebut tonda talusi, yaitu falsafah masyarakat Kaili tentang tiga
penyangga kehidupan antara individu dengan alam semesta, sesama manusia, dan
Tuhan. Tonda talusi dalam era kekinian menjadi media penyelesaian konflik dalam
masyarakat, melalui musyawarah antara pemerintah, tokoh agama, dan tokoh adat.
Korelasi sintuvu dengan
kearifan-kearifan budaya kebersamaan lainnya dalam masyarakat Kaili,
menunjukkan bahwa sintuvu mempunyai landasan nilai yang memadai sehingga dapat
disebut sebagai prinsip persatuan masyarakat Kaili dan masih relevan hingga
sekarang. Kesimpulan penelitian menunjukkan bahwa nilai-nilai yang mendasari
konsep sintuvu adalah harmoni,
kekeluargaan, semangatberbagi, solidaritas,
musyawarah mufakat, tanggungjawab, dan keterbukaan.
0 comments:
Posting Komentar