Sekilas Sejarah Perlawanan Rakyat di Tanah Kaili
( Bagian 3 )
Oleh : Daeng Mangesa Datupalinge
1912 : PERANG RAKYAT
SIGI
Sigi, adalah salah
sebuah bekas kerajaan tertua di lembah Kaili ini, selain kerajaan Dolosetelah
air laut surut kearah utara dan sesudah berakhirnya pula kerajaan/kekuasaan
Sawerigadingdi tanah Kaili (Kabupaten Donggala sekarang). Pada saat perlawanan
rakyat timbul disini, dipimpinoleh Madika Lamasatu, selaku pejabat Madika
Malolo. Sigi, tinggal merupakan ibukota distrik,semenjak akhir abad ke-19
setelah Magau Sigi-Dolo bernama, Daeng Masiri salah seorang puteraRaja Dolo
Lolontomene, wafat. Kemudian berpisah kembali dua kerajaan yang sejak lama
bersatu,disatukan oleh Magau Dolo bernama; Lolontomene ketika beliau kawin
dengan Magau perempuanSigi bernama, Intobongo. Dan setelah wafat Magau
Sigi-Dolo di atas, diangkatlah gadis bernamaRoyambulava alias Intondei (salah
seorang cucu Lolontomene puteri Dinggulembah saudarakandung, Daeng Masiri),
sebagai Magau Sigi berkedudukan di Biromaru. Sedang kerajaan Dolodiangkat pula
sebagai Magau, Yolulembah.
Pertempuran terjadi,
atas kemauan Madika Lamasatu, cucu Magau Dolo Lolontomene, juga. Dan, salah
seorang putera Magau Sigi-Dolo, Daeng Masiri. Mengapa Madika Lamasatu begitu
berani bertindak jadi hakim sendiri, sedang Magau (Raja) selaku kepala wilayah
kerajaanSigi di Biromaru sana, juga sebagai atasan tidak diberi tahu lebih
dahulu ? Memang MadikaLamasatu berpikir, apa pula perlunya diberi tahu kepada
orang yang sejak semula kehadiran
Belanda, telah menerima dengan
mesra. Lamasatu tersebut bertekad bulat; “saya akan coba dulu berkelahi dengan
kompeni, Saya tidak mau menyerah begitu saja, tanpa memperlihatkan lebihdahulu
kesetiaan dan kecintaan terhadap hak, sebagai manusia mengerti nilai hidup ”. Dan, itulahsebabnya Madika Lamasatu,
memerintahkan agar Tadulako Lasoso selaku komandan pertempuran.Perlawanan
rakyat yang herois menantang serdadu kompeni bersenjata moderen,
dapatmengakibatkan korban besar di pihak serdadu penjajah, bulan September
ketika itu !
Tentang pertempuran
yang barusan diceritakan di atas, Tadulako Lasoso mengungkapkan,ketika ditemui
di rumah Om Habibu 12 Maret 1958 sebagai berikut :
“Saya masih
ingat bulan tiga (maksudnya Maret) kami dari Bora ini masing-masing;
saya(Lasoso), Madika Lamasatu, Madika Ponulele dari Besoa, dan Tadulako
Tanjepalu asalSigampa/Kaleke, juga berpihak pada Besoa, pergi menemui/berunding
dengan dua penguasa kerajaan Dolo, di hutan Tamotumpu/Sigampa. Disitu kami
temui Magau, Madika Datupalinge, dan Tadulako Laratu berdua Lamakasau. Hasil
pertemuan kami,dua penguasa kerajaan Dolo itu, bersedia membantu
kami/saudaranya Madika Lamasatudan Madika Ponulele, mengadakan perlawanan
bersenjata terhadap bangsa penjajahbersama pengikut-pengikutnya.Magau Dolo
Datupamusu berdua adiknya Datupalinge,menetapkan secara rahasia, pertempuran
dimulai bulan sembilan (maksudnya,September). Dan, seminggu sebelumnya …..dari
Dolo sudah akan membawa perlengkapan perang dan tenaga, untuk membantu kami di
Sigi/Bora, dan Besoa. Waktubaku bunuh sedang berlangsung, Magau Dolo beradik
bertahan di Tanah-Mate (bataswilayah Dolo dan Sigi). Tak ada seorangpun Madika
dari lain kampung datangmambantu selain Madika dari Sigampa/Kaleke ntali sampe
suvu dea-dea. Sebab kamidisini turunan dari Magau Dolo, Lolontomene, terutama
Madika Lamasatu pemimpin perlawanan”
.
Demikian Lasoso, secara terbuka
setelah dimengertinya bahwa yang berhadapandengannya adalah seorang putera dari
pelaku perang itu sendiri dan wajar mendengarnya keterus-terangan kisah, yang
46 tahun jauh silam, masih tetap tersembunyikan. Semula, Tadulako Lasosohampir
saja tidak mau mengungkapkan kisah perlawanan Sigi ini, dengan pimpinan
Lamasatu.Katanya cerita itu, masih tetap merupakan rahasia mereka tempo dulu, bersama
Magau Dolo. Kalauanak, mau mendapatkan kejelasan lebih lengkap, pergilah temui
Madika tua di Kaleke, sebab diamencatat semua kejadian mposipatesika Balanda.
Begitu Lasoso, sebelum mengenal orang tengah berhadapan dengan dia.
Perlawanan rakyat Sigi, ada
hubungannya dengan perlawanan rakyat Bodongkaia/Besoa,melalui Lore/Palolo.
Dalam perang Besoa, yang dipimpin oleh Tadulako Ponulele dan Tanjepalualias
Toma Ibua, dua penguasa kerajaan Dolo mengirim pula bantuannya, beberapa orang
patriotkesana. Sebab kebanyakan di tempatkan bantuan di Sigi. Namun, perlawanan
di Besoa ini tidaklama sifatnya. Sebab Kulawi, sebagai basis strategis untuk
menaklukan pegunungan Lore selatan,telah dikuasai Belanda sejak beberapa tahun
silam. Perlawanan di kedua wilayah Distrik, daerahkekuasaan Madika tersebut,
memakan korban bukan sedikit dipihak musuh. Walaupun serdadukompeni,
menggunakan senjata moderen.
Akibat segala itu, Madika
Lamasatu selaku penguasa distrik Sigi bekas ibukota kerajaan,dikutuk habis oleh
kompeni Belanda terutama Magau (Raja), sebagai atasan. Dan, olehnya
Magautersebut ada niat, untuk memecat Madika itu dan lebih baik.
Mengasingkannya. Bertambah tidakdisenangi Magau dan tuan Controleur, Lamasatu
itu, karena bersepakat dengan penguasa kerajaanDolo yang belum juga mau tobat!
Dan, sepakat juga dengan Madika dari Besoa untuk bersama-sama memerangi Belanda
dengan menggunakan persenjataan tradisional yang ampuh, seiringkesaktian ilmu.
Itulah, sebuah prinsip bernafaskan kejantanan yang dianut para tokoh tempo
dulu,ketika Belanda baru menginjakkan kakinya di bumi Kaili ini. Dan, prinsip
seperti ini, tak pernahada pada manusia-manusia banci. Dan, si banci itu,
sifatnya menunggu lalu amat mudah menerimarayuan. Siapa gerangan sang perayu
itu, dan siapa pula si penerima gombalan tadi ?
Tentu bangsa penjajah, dan
yang menerima secara gampang rayuan itu, adalahtokoh/pejabat anak negeri yang
tidak bernaluri bening. Dalam pertempuran di Sigi (Bora lazimdisebut kini),
yang amat dahsyat itu, hanya beberapa orang prajurit pimpinan Madika
Lamasatumenemui ajalnya, masing-masing ; 1. Ramumpole, 2. Lahapanta (Bora), 3.
Suranadji (Palolo), 4.Nabisura alias Toma I Rabia (Kaleke/Tulo) salah seorang
diantara Tadulako bantuan dari MagauDolo untuk membantu keluarga sedang dilanda
perang, melawan serdadu kompeni.
Mengertilah Magau bahwa,
wakilnya Madika-Malolo Sigi tidak loyal pada atasan. Namun Madika Lamasatu pun,
tetap lebih merasa berhak membela kepentingan kerajaan, yang sejakratusan tahun
silam memang beridentitas Sigi. Bukan Biromaru, meskipun Magau Biromaru tersebut,
adalah cucu dua-lapis-nya Magau Dolo, Lolontomene. Raja Dolo bernama,
Lolontomeneitulah mempersatukan, dua kerajaan tertua di lembah Kaili ini,
dipertengahan abad ke-19, hingga bernama kerajaan Sigi-Dolo. Dan, Madika
Lamasatu/pemimpin perang Sigi itu, cucu lapisan pertama Raja Dolo Lolontomene.
Putera Magau Sigi-Dolo, Daeng Masiri.
Memang, Madika Lamasatu
merasa juga lebih berhak mempertahankan nama baik serta menonggak kebenaran
yang sudah diadatkan oleh lembaga “kota pitu nggota” bahwa tidak boleh bangsa penjajah berbuat semaunya. Lamasatu
marah, bukan semata-mata kepada Belanda, tapi jugakepada Magau, sebab ibukota
kerajaan tidak lagi boleh kembali ke Sigi.
Seperti diketahui, kompeni
Belanda datang memerintah disini awal abad ke XX yangsebelumnya berusaha
mengadakan perjanjian-perjanjian persahabatan dengan para Magau (Raja)serta
penguasa lainnya. Namun, pada hakekatnya telah menyusun kekuatan-kekuatan yang
tak lagi mudah rapuh, guna meneruskan kerakusannya seraya dibantu oleh para
kaki tangannya dariSulawesi Selatan.
Datang disini pun, Belanda
disambut gembira oleh beberapa orang pejabat Raja atau penguasa kerajaan.
Kecuali Raja Bulu-Bale Malonda, Raja Kulawi, RajaMoutong Tombolotutu,Raja Dolo
Datupamusu, Madika Sigi Lamasatu, Madika Dombu, Madika Parigi dan Madika
BesoaPonulele, yang tidak merasa melihat kehadiran bangsa penjajah, mempermudah
rakyat anak negeri.Setelah perlawanan di beberapa wilayah kerajaan, sudah dapat
ditekan oleh pihak kompeni dengan para pengikut (pejabat pribumi), dan situasi
telah pula dianggap aman seluruhnya, maka Belandamengadakan
perundingan-perundingan dengan semua Raja karena alasan demi keamanan,
dalamnegeri.
Dengan jalan demikian,
Belanda segera mengetahui Raja-Raja mana yang masih merasakontra dan yang sudah
pro benar, terhadap pemerintah kompeni.
1915 : MASUKNYA SYAREKAT ISLAM
Sejak tahun silam, dua
penguasa kerajaan Dolo, bertiga dengan adiknya Gagaramusu mulai berhubungan
dengan organisasi Syarekat-Islam (SI) di Jawa, dengan perantaraan Hi. Laborahimaasal
Mamuju (Sulsel), ketika haji itu mengunjungi di Sarudu/Doda setelah belum lama
haji initesebut kembali dari Gresik-Surabaya. Perjumpaan mereka di Sarudu/Doda
terjadi pada tanggal 12Juli 1915, pada saat Magau Dolo bersama dua adiknya
bersiap-siap hendak kembali ke Dolo.
Haji Laborahima (Ibrahim)
mengharapkan agar tiga bersaudara ini, dapat segeramenyebarluaskan kepada
rakyat paham SI tersebut, di seluruh lembah Palu kelak, bila nanti sudah berada
disana !
Bulan Nopember setelah mereka telah berada kembali disini (Dolo), Hi. Patimbang yang belum seberapa lama kembali dari menunaikan rukun Islam kelima di tanah suci (Mekkah), datangdi Kaleke menemui Magau di istananya. Dalam istana Raja, Hi. Patimbang berbincang-bincangtentang bagaimana cara segera ditempuh, untuk kelekasan tersebar luasnya paham Syarekat-Islam.Hal ini bagi Magau Dolo bersama adik-adiknya, serta seluruh keluarga, mudah saja ikhwal dimaksud dapat disebar luaskan bila pemimpin SI yang ada di Jawa sana, bisa datang kemari gunamemberi mandat.
Dalam pembicaraan dengan
Magau, Hi. Patimbang berjanji akan berusaha menghubungi pemimpin besar SI, HOS
Tjokroaminoto di Solo, untuk mengirim utusannya tiba kesini.
Nampak seluruh kerajaan
Tanah Kaili ini, bekerja secara harmonis dengan kompeni. Namun pejabat kerajaan
Dolo yang peka terhadap segala gejolak terpapar di depan kehidupanrakyatnya,
teringat lagilah si jantan penguasa kerajaan Dolo pada ucapannya, pada Madika
(IpueBakabivi) di Sidondo untuk mengadakan perlawanan kembali kepada Belanda,
di bulan Januari1916 mendatang. Terngiang lagi ditelinganya pembicaraan bersama
Madika-Malolo Lamasatu jika perang Sigi selesai, nanti diakhiri perlawanan
besar di Sidondo. Tertumpah disitu lagi perhatianMagau, juga Madika Datupalinge
berpikir dan mengkaji, sebelum timbul pertempuran.
Bulatlah tekad hati nurani
kedua pemimpin kerajaan Dolo yang berdarah panas itu, kelaksuatu ketika pasti
akan lahir pula bentrokan besar terhadap serdadu kompeni, yang sangat angkuhdan
sombong itu. Akan hal Madika-Matua, yang sudah berusia jompo itu, beliau
tinggal merupakan pemberi nasihat/petuah guna dihargai dan dihormati oleh
pejabat yang masih muda-muda. Tetapiyang muda-muda ini tak lagi sanggup merubah
bentuk jiwa yang acap membisik di telinganya : “ Belanda, tetap kita musuhi selama hayat
!” demikianlah suara hati mereka menggaung selalumembangkitkan gejolak sukma.
Telah hampir tiga tahun ini
(seusai perang di Sigi), Magau Dolo Datupamusu dan Madika-Malolo Datupalinge
bersama para Tadulakonya, tidak lagi melihat darah meleleh keluar dari
tubuhmanusia-manusia perang tanding antara golok, tombak, keris, sumpit, dan
panah lawan bedil berbagai macam jenis. Melawan bangsa penjajah bagi kedua yang
bernama awal; DATU itu, telahmerupakan naluri bagi kedua penguasa kerajaan
tersebut.
TAHUN 1916 : PERANG RAKYAT KERAJAAN DOLO
Bulan Januari. Atas kehendak
bersama dengan para tokoh rakyat Sidondo, makameletuslah pertempuran sengit
dipinggir utara kampung Sidondo (waktu itu Sidondo wilayahkerajaan Dolo sampai
Tuva). Pimpinan perlawanan disini ialah, Irapangaya alias Ipue
Bakabivi,Ivuntanjobu, dan anaknya bernama, Irompopande. Raja Kulawi bersama
para Tadulakonya, ikutserta datang meramaikan bentrokan atas undangan balasan
dari Magau Dolo. Disini, berlakugotong-royong antara Magau Kulawi dengan Magau
Dolo. Barangkali inilah, disebut gotong-royong bersabung nyawa.
Karena peristiwa berdarah
tersebut, Belanda pun cepat mengetahui siapa penganjur utama perlawanan. Dan
wajarlah kalau pada suatu ketika, dua pemimpin kerajaan Dolo itu, harus
dipecatdan disingkir jauh-jauh dari kedudukan, yang berarti adalah imbalan setimpal
harus ditimpakanoleh penjajah kepadanya. Kolonial bilang, dua pembandel yang
bernama Datu itu, sejak semula tak pernah mau merundukkan kepala pada
pemerintah Hindia Belanda. Pemimpin kerajaan ini, sudahamat peka dan tegak pada
prinsip serta keyakinan bahwa, suatu ketika kelak kebebasan dankelepasan pasti
terwujud.
Peristiwa berdarah serta memakan korban jumlah besar itu, berkaitan dengan pertempuran September 1912 di Sigi sebagai perwujudan tekad bersama antara Magau Dolo, dengan IpueBakabivi (I Rapangaya) yang berbulat hati; “Selesai perlawanan di Sigi, istirahat 3 tahun lalu angkat senjata lagi menghadapi kompeni Januari 1961 di Sidondo. Perlawanan di Sidondo, menampung hampir semua pemberani dari Kulawi dan Besoa. Magau Kulawi Tovualangi, cumatiba bersama prajuritnya kemudian disuruh pulang oleh Magau Dolo Datupamusu. Kepada MadikaPonulele pun demikian pula halnya.
Diluar kawasan Tanah Kaili
(Kab. Donggala sekarang), telah 300 tahun dijajah, dihina,diporak-porandakan
harkat bangsanya. Dan karena merasakan betapa amat beratnya sudah penderitaan
telah dialami ratusan tahun tersebut, maka lahirlah Budi Utomo 1902. Kemudian disusul
pula lahirnya organsospol Syarekat Islam (SI) 1912 di Solo oleh HOS.
Tjokroaminoto.
Telah banyak dibincangkan
kepada pembaca sebelumnya, tentang pasang surutnya penentangan kepada kompeni
oleh rakyat di Kaili ini. Dan jelaslah, rakyat kerajaan Dolo yang paling lama
bertahan pada prinsipnya, tidak suka dijajah oleh bangsa asing manapun juga.
MERUBAH CARA
Menjelang akhir Tahun 1916,
Abdul Muis tiba di Palu dari Jawa. Kehadirannya diDonggala dan Palu, disambut
gembira oleh para tokoh masyarakat pendukung Partai SyarekatIslam (SI). Dalam
waktu singkat, tersusunlah pengurus-pengurus partai dan untuk
pelantikannyakelak, HOS. Tjokroaminoto akan datang tahun pada berikut,. Setelah
beberapa waktu sekembalinyaAbdul Muis ke Jawa, Magau Dolo Datupamusu ditangkap
dan ditahan di penjara Donggala selama2 bulan, akibat beberapa fitnah yang
dilontarkan oleh oknum pejabat kaki tangan Belanda. Selamaitu pula, jabatan
Magau dirangkap oleh Madika-Malolo Datupalinge. Sekembalinya MagauDatupamusu dari
tahanan, berkatalah Datupalinge kepada kakaknya:
“ Lebih baik
kita berusaha merubah sikap keras kita, terhadap pemerintah Belanda.Sebab,
sudah beberapa orang rakyat kita, berada di pengungsian di pulau Jawa,termasuk
adik sepupu kita sendiri, Tandalonggo sesudah perlawanan rakyat diVaturalele.
Pertempuran di Dombu yang juga kita pergi bantu, tertangkap jugaYojovuri dan
kini berada di Probolinggo, yang nasib mereka disana kita sudahtidak tahu lagi.
Baiklah kita hindari saja pertumpahan darah, dan sangat baik perjuangan ini
melaui wadah partai Islam saja !”
(perlawanan rakyat Dombu, dipimpin Madika Likenono sekeluarga).
Magau Dolo, menerima semua
pendapat Madika Datupalinge. Dan dibenarkannya bahwa,darah sudah banyak
tertumpah. Kompeni makin lama, kian lengkap persenjataannya. Baru bulanJanuari
lalu pertempuran besar melawan kompeni di Sidondo.
Pada bulan Juli 1917, HOS
Tjokroaminoto, presiden SI se Indonesia (Hindia Belanda) tibadi Donggala dan
terus Palu guna meresmikan/melantik para pengurus yang telah dibentuk olehAbdul
Muis tahun silam. Menuju ke Palu, pemimpin besar SI tersebut menumpang perahu
yangdihiasi aneka kembang bunga, milik nakoda Ahmad (ayah M.Rady Ahmad). Di
Palu beliauditerima oleh para tokoh kerajaan Siranindi/Palu dan tokoh kerajaan
Dolo, yang dipimpinMagaunya sendiri. Maka resmilah dilantik para tokoh/pemimpin
SI masing-masing kerajaan Palu;Presiden dan Vice Presiden adalah, Palimuri
(adik tiri Magau Palu), dan Abd. Rahim Pakamundi.Sebagai Sekjen : Daeng
Pawindu, dan Advisor Hi. Muda bersama Hi. Patimbang.
Dari Dolo 4 bersaudara usai
dilantik dengan seorang teman dari Minangkabau sebagai berikut : Datupamusu,
dan Datupalinge selaku; Presiden dan Vice/wakil presiden. Gagaramusu,dan
Lapasere, sebagai Sekjen dan Bendahara. Sedang wakil Sekjen, adalah Radjamuda
Tengku Ali(bekas buangan Belanda). Selesai pelantikan, beberapa hari kemudian
HOS. Tjokroaminotokembali ke Jawa dengan membawa seorang remaja Mohamad Saleh
untuk dibina disana, sebagaikader jadi pemimpin partai kelak.
Fitnah yang ditimpakan
kepada Magau Dolo antara lain sebagai berikut: menghasut rakyatuntuk
memberontak, mendirikan perserikatan gelap, dan membunuh bestur asisten bernama
Sondakdi Bobo, menipu rakyat, dan menggelapkan uang pajak (blasting ). Itulah
tuduhan/fitnah sungguhkejam, yang sungguh dikutuk Tuhan ditimpakan padanya.
Sebab semuanya adalah bohong besarsang kaki tangan Belanda, Controleur Wehman.
Sondak yang dikatakan telah dibunuh, nampak segar bugar sekembalinya dia dari
Manado, setelah Magau Datupamusu beberapa bulan sudah berada di pembuangan.
Dikisahkan pula sewaktu
hendak berangkat kepengasingannya, Magau Datupamusu diperintahkan untuk
menunjuk isteri sendiri sebagai pejabat pengganti, adalah suatu siasat
liciknyaBelanda atas saran salah seorang penguasa, di kerajaan Sigi Biromaru.
Sebab dikandung maksud,dengan demikian mudahlah kerajaan Dolo yang sudah
dipimpin Magau perempuan, segeralah diambil alih oleh kerajaan lain yang memang
sudah lama merindukan bertambah luasnya wilayah kekuasaannya. Tahu apalah
perempuan, demikian cemoh penjajah terhadap Tjayalangi, istri MagauDatupamusu.
Berpikir tentang hal itu,
para tokoh dalam Lembaga Hadat “Kota Pitu Nggota” selekasnya mengangkat
Madika-Malolo Datupalinge, merangkap selaku pejabat Magau menggantikan
kakakDatupamusu, atas restu juga Tjayalangi kaum hawa yang lemah itu.
Datupamusu, kalah siasat danini disebabkan pada saat ia sedang mendekam rasa
amarah, ia diajak tunjuk saja siapa tuan suka,sebagai pengganti Raja.
Olehmya itu, Belanda
berkata dalam hati, apa toh jeleknya andai kata Datupamusu memilih/menunjuk
adiknya Datupalinge merangkap sebagai pejabat Magau, disamping ia
selakuMadika-Mmalolo, yang follow-up -nya
kelak jadi Magau. Wajar, kan ! Dan didukung lembagahadat kota pitu nggota,
malah lebih tegak dan kokoh kerajaan ini, berdiri sendiri serta tidak
beraniMagau lain kerajaan, hendak melampiaskan kerakusannya untuk ingin
merangkulnya, ataumenguasainya sebagai politik carimuka.
Demikian otak Belanda
Controleur Wehman, berpikir tentu ! Setelah melihat danmengertikan cara kerja
Madika Datupalinge yang merangkap jadi Magau (Raja), angkatan orangtua-tua
hadat, yang bagi Belanda menyenangkan, itu ! Tetapi beberapa penguasa (Magau)
dalamkerajaan terdekat dengan kerajaan Dolo, malah sebaliknya. Mereka
menganggap bahwa, Magauyang diangkat oleh rakyat ini, lebih berbahaya dan
mencelakakan kedudukan Belanda. Karena dialebih cakap berpolitik daripada Magau
beberapa bulan lalu, telah dibuang itu. Ungkapan pemikiranMagau serupa ini,
sudah tentu terdorong oleh nafsu serakah, ingin secepat mungkin mengambil alihKerajaan
Dolo kedalam kekuasaan feodalnya.
Pejabat Magau Datupalinge,
sudah pula tahu segala rasa jengkel penguasa di kerajaantetangga padanya.
Karenanya ia berkata dalam hati; andai kata masih jaman berkelahi seperti beberapa
tahun silam, akan ketemui orang-orang itu serta kuberi hadiah sebuah bogem
mentah.Dan, andai belum ada wadah organsospol SI sebagai landasan perjuangan
kita, guna mendapatkan kebebasan entah kapan nanti, sudah pasti rasa sabar
meledak bagaikan api dalam sekam”. Demikianlah Datupalinge, perangkul dua
jabatan sekaligus, dibantu oleh adiknya Madika-MatuaLapasere, bertugas serta
mencipta kerjasama yang baik dengan pemerintah Belanda, sementarakeduanya pun
selaku pengurus besar Syarekat Islam Kerajaan Dolo, yang organisasi ini, sudah puladirestui
Belanda, walau Belanda hitam (pejabat/aparat)nya, belum setuju.
Begitulah, pemerintahan
kerajaan Dolo berjalan lancar, aman, dan tertib dipimpin oleh dua beradik,
selaku pemimpin SI hingga seluruh rakyat kerajaan menyatakan diri masuk
anggotaSyarekat Islam, dalam beberapa bulan saja.
Akibat dari perkembangan,
serta perubahan suasana politik dalam tubuh SI sepeninggal.Datupamusu ke
pembuangan bukan berarti semangat juang S.I. mengalami kemelorosan. Malah semakin
menjalar segar dalam kehidupan rakyat kerajaan. Dan telah segera pula masuk ke
bekasibu kota kerajaan Sigi, langsung pula diterima oleh pejabat Madika Malolo,
Lamasatu (PenguasaWilayah Disterik) tokoh utama pelaku perang Sigi 1912. sikap
Madika Lamasatu, selaku pejabat penguasa kerajaan Dolo kian dicaci serrta
dikutuk karena mempengaruhi Madika Lamasatumenjadi pimpinan Syarekat Islam di
sana. Mengamati itu semua, sudah tentu para pejabat anaknegeri yang berkuasa
dibawah pengaruh pemerintahan Belanda sejak semula tidak mau tinggal diam.
Tidak beberapa lama
kemudian, Datuplinge diundang menghadap Controleur Palu. Diruangan kerja tuan
Controleur beliau dikawal seorang serdadu, disitu ia menerima peringatansegera
berangkat ke Manado dengan alasan untuk di sekolahkan di sana. Mengertilah
Datuplinge bahwa itu siasat buruknya sang penjilat Belanda. Semula Controleur
tidak menyetujui gagasanrekannya pejabat/penguasa kerajaan terdekat itu.
Berangkatlah Madika Datupalimge ke Manado1923 untuk menemui residen, dengan
perasaan koyak. Dan terbukalah kesempatan bagaikanmendapat durian runtuh, demi
merangkul wilayah yang luas kerajaan Dolo, yang telah lamadidambakan oleh
mereka yang ingin memperlihatkan budi pekerti pada penjajahan, mesikipun
pekerti yang rapuk. Datupalinge/vice presiden S.I ke Manado atas undangan
residen akibat gagasan pejabat pribumi yang berhati penjajah. Tinggalah Madika
Lapasere seorang diri selaku penguasa,sementara diam-diam tuan Controleur
meresmikan kerajaan Dolo bergabung dengan kerajaanSiranindi/Palu yang sedang
dipimpin oleh Magau Parampasi.
Memang sejak awal
pengasingan Magau Datupamusu, harapan besar bagi kerajaan – tetangga dekat ini, sudah jelas meleleh depan
mata. Cuma terhalang sedikit pada Madika Malolo Datupalinge yang segera
diangkat “Kota pitunggota” jadi pejabat Magau yang meskipun tidak direstui
kompeni itu.
Entah beberapa bulan
berlalu, kerajaan ini berputar lagi kesebelah kanan kearah timur karena
disitulah lagi pusat pemerintahan penjajah yang tenteram, untuk menguasai dua
buah bekaskerajaan tertua di lembah Kaili ini, Sigi dan Dolo. Dan dua bekas
kerajaan inilah yang tokoh-tokoh masyarakatnya bersama pejabat /penguasa
pribumi sangat dikutuk serta dihina oleh Kolonial. Dan bersatu kembali dua
kerajaan tertua ini seperti dimasa jayanya Raja Dolo bernama Lolontomene,kemudian
berganti dengan puteranya bernama; Daeng Masiri bertahta (menjelang akhir abad
19).Kerajaan Dolo, ikut kerajaan Sigi berkiblat di Biromaru merundukkan kepala
pada Magau disanadengan versi lain.
Agustus 1924, Datupalinge
kembali dengan kawalan dua orang serdadu Belanda dariManado, sebagai orang
tawanan akibat ledakan emosi tak terkendalikan, pecahlah sebuah mejatulis
residen, terbuat dari kayu jati, cuma dengan sekali pukul. Dan, sebagai orang
hukuman beliau langsung ditempatkan pada lokasi pembukaan jalan di
Dampelas/Sojol, jadi mandor jalan jurusan Palu. Berkat kerja keras sang mandor
itu, dan mendapat dukungan besar dari masyarakat disana,terwujudlah apa yang
dikehendaki pemerintah kolonial. Rakyat disini amat simpati padanya pimpinan
Lamide dan Kalewalangi, juga kedua Tadulako ini memimpin perlawanan
rakyatDampelas, Sojol 1910 kepada serdadu Belanda, yang mendapat bantuan pula
dari dua orang penguasa kerajaan Dolo saat itu yang salah seorang diantaranya,
adalah yang dijadikan mandor jalan itu.
Syarekat Islam, terus
berkembang melaju di Dampelas. Rakyat di Dampelas tahu, tawanandikirim dari
Manado ini adalah vice presiden Syarekat Islam, serta salah seorang
pejabat/penguasakerajaan Dolo yang sangat disegani, juga sangat dibenci. Oleh
sebabnya, ia tak putus-putusnyadicurigai oleh pejabat pribumi pemerintah
Belanda. Dan rakyat disini belum lagi lupa, ketika bentrokan terjadi dengan
serdadu kompeni, oknum bernama DATU yang satu lagi yang berjabatanmandor jalan
sekarang ini, datang bersama DATU yang sudah beberapa tahun lalu dipengasingan itu,
bertempur mati-matian bersama-sama rakyat melawan kesombongan serdadu penjajah.
Demikian pula meletusnya
pertempuran rakyat di Parigi 1913 melawan kompeni Belanda,dua Datu selaku
penguasa kerajaan Dolo itu pergi jua kesana bersama beberapa orang
Tadulakoandalan, seperti; Lamakasau dan Laratu, guna membantu keluarga mereka
disana. Pimpinan perlawanan rakyat di Parigi, yaitu: Hanusu, Surapalu, dan
Tadulako Lantigau asal Labuan.Beberapa hari seusai pertempuran, Lantigau
tersebut tertangkap di Labuan dan dibuang ke pulauBorneo, sampai pada akhir
hayatnya, setelah tiga bulan ia dalam tahanan. Sebabnya begini, setiapkali ia
buang hajat atau hendak mandi, Lantigau tersebut selalu minta diantar oleh
petugas bersenjata. Ini siasat liciknya, untuk menghilangkan keragu-raguan
serdadu Belanda kepadanya.Begitu tiap hari, dilakukannya. Serdadu pengawalnya
akhirnya percaya, bahwa dia orang baik budi,dan tak akan mau berbuat sebagai
penghianat pula. Maka tibalah hari terakhir buat hidupnya dankehidupan serdadu
Belanda pengawalnya. Waktu Lantigau mandi bersama dengan lima orang pengawal,
asyik berenang-renang di tengah sungai, tiba-tiba dia terburu-buru berenang ke
tepi sertalangsung naik darat. Dilihatnya senjata otomatik berpeluru banyak,
seraya dipegangnya dan terusdimuntahkannya ke arah serdadu tengah berenang
girang, itu. Kelimanya tewas seketika, dandibawa arus kelaut dan si penembak
pun tewas di berondong dari belakang oleh seorang serdaduyang sejak tadi ikut
mematai mereka.
Ada orang bertanya heran,
ketika di Dampelas, mengapa begitu berani Madika langsingkecil badan ini,
menghancurkan meja tulis residen, cuma sekali tinju saja, sudah jadi
berkeping-keping dan berantakan? Begini kisahnya; suatu hari jam dinas, beliau
dipanggil menghadap residendi ruang kerjanya. Disini, residen melontarkan
berbagai macam tuduhan/fitnah, yang sama sekali tidak masuk akal. Seperti juga
tuduhan-tuduhan palsu yang sebelumnya telah ditimpakan kepadaMagau Dolo, yang
mengakibatkan Magau tersebut berada di pembuangan.
Selain tuduhan gila,
membunuh asisten Sondak yang sekoyong-koyong sudah beradakembali di Bobo,
setelah baru beberapa bulan Magau Datupamusu dipengasingan. Dan, yang paling
menimbulkan perasaan jengkel Datupalinge ini, akibat paksaan berulang-ulang
oleh residen,agar beliau harus mau
menandatangani “Korte Verklaring No. 1 tanggal 12 Februari 1908”. Datupalinge
tetap menolak tidak akan menandatangani (Surat Perjanjian Pendek) itu, apapun risiko
yang dilimpahkan padanya oleh tuan residen.
Ia mengerti, surat perjanjian
itu berulang kali pula telah ditolak oleh Magau Datupamusu,setiap kali,
disodorkan padanya untuk di tanda-tangani. Karenanyalah Magau itu, sudah
menjalaniganjaran dari semua tuduhan dan paksaan seperti dialami Madika
Datipalinge, kini! Serasa tak sanggup lagi, Madika itu menerima tekanan batin
yang kian menyakitkan serta merobek-robek perasaan.
Klimaks dari
paksaan-paksaan residen tersebut, oleh pesakitan terpaksa membuat suatu
penyelesaian sadis dengan cara memukul roboh lawan tangguh yang ada di depan residen
atauditengah mereka berdua sedang berhadapan yaitu, sebuah meja tulis amat
kokoh terbuat dari kayu jati berukir indah bermotif Jepara, pecah
berkeping-keping cuma sekali pukul/tinju saja. Dan pecahannya terpencar
meloncat sekeping tepat kena dahi residen. Darah mengalir membasahiseragam
putihnya sang Belanda itu! Datupalinge dicap sebagai penjahat dan segera
digiring masuk sel.
Seusai kerja paksa di
Dampelas barulah Datupalinge bertugas kembali sebagai Madika Malolo. Sedang
jabatan rangkapnya tempo hari, telah dipundaki oleh Magau Sigi Biromaru, walau
bukan dikehendaki oleh rakyat kerajaan Dolo. Dan di saat itu pulalah kerajaan
sigi Biromaru berubah menjadi kerajaan Sigi Dolo berpusat di Biromaru, meskipun
Biromaru tidak termasuksalah/sebuah kampung diantara kota Pitu Nggota dalam
wilayah kerajaan Sigi. Sekembalinya Madika Datupalinge dari menunaikan tugas
besar di Dampelas Sojol, di Sigampa (Kaleleke) ia menerima kunjungan rombongan
asal Bugis yang dipimpin oleh Lamadjido. Ketua rombongan Bugis itu menyatakan
bersedia menjadi anggota kesatuan Syarikat Islam. (yang sekarang Puangku-Datu
(bahasa adat Bugis), yang artinya pemimpin. Di Palu kami tidak berani menjadi
anggotakarena dilarang pejabat pribumi. Berbeda disini kesatuan ini dipimpin
sendiri oleh pejabat pemerintahnya. Kemudian Lamadjido menyodorkan daftar
nama-nama rombongannya sebanyak 26orang dengan tulisan Lontara kepada
Datupalinge (catatan 16 September 1925).
Tidak lama setelah
kejadian itu, Datupalinge dipanggil menghadap tuan Controleur karenalaporan
Magau Biromaru. Kemarahan Belanda itu tidak bedanya marah terhadap anak
tolol.Sedang yang dimarahi yang juga didampingi oleh Lamadjido, seorang yang
mengerti benar nilaihidup dan budaya bangsanya sendiri. Menurut cerita, hampir
saja Lamadjido melampiaskan darah bugisnya yang sudah nulai mendidih dan
membuih, jika bukan Datupalinge melunakinya.Demikianlah sifat hidup Datupalinge
bersaudara, disamping berpengaruh luas keseluruhmasyarakat yang tidak pernah
ikhlas menerima sikap kejam penjajah sejak bangsa asing itu mulai bercokol di
kawasan Tanah Kaili ini khususnya, dan umumnya seluruh persada bunda
pertiwitercinta.
Datupalinge sekeluarga kian
merasakan betapa pahit-getihnya tekanan-tekanan yang timbuldari keangkuhan
bangsa sendiri selaku pejabat-pejabat penjajah, juga sebagai pelanjut
sikapsombong bangsa kolonial itu. Keadaan dan perubahan bergejolak dalam hidup
pada saat ini, seolah berdaulat khusus atas diri pejabat pribumi untuk
memandang hina serta menindas bangsa sendiriyang sejak lama mereka kenal anti
penjajah.
Pejabat Belanda itu,
menganggap telah sangat murah martabat dan nilai kehidupan manusialain. Dan
naluri bagai itu tentu bakal menurun kepada anak cucu. Dan bila sudah demikian
tentu boleh dinamakan penyakit turunan dalam-dalam direlung hati, dan dilubuk.
Itulah sebabnya Datupalinge bersama keluarga hanya tunduk pada tubuh, sedang
jiwanya serta semangat mengusir penjajah tetap menyalah-nyalah ingin
memberontak kapan saja selama hayat.
Akan hal Maddika Matua Lapasere,
sepeninggalan Madika Datupalinge ke Manado, sesaatsebelum pengambil alihan
kerajaan Dolo bersatu dengan kerajaan Siranindi. Kemudian berpindahtangan lagi
ke Magau Biromaru, Madika itu berulang kali menunjukkan protes kepada
Controleur,namun tidak mendapat tanggapan menggembirakan.
Justru itulah, kadang
Madika Lapasere yang tinggal seorang diri penguasa di eks kerajaan,keinginan
pula menghimpun rakyat untuk mencoba membangun perlawanan kembali terhadap
pemerintah Belanda, seperti berkali-kali dilakukan oleh kedua penguasa
terdahulu. Dan bilamaksud demikian sampai pula ditelinga Tjayalangi Magau
Perempuan yang ditunjuk sendiri olehsuaminya atas anjuran kompeni, segeralah
ibunda itu memberi tahu kepada Madika Lapaser, agar bersabarlah lebih baik
karena itulah sikap terpuji pada saat menerima kenyataan pahit.
Tahun 1917-1926 selama sembilan
setengah tahun di pengasingan, Datupamusu telah berada kembali di Kampung
halamannya seorang diri. Beliau tidak pulang bersama puteranya AndiTagunu,
sebab Tagunu tersebut telah beberapa tahun berpisah dengan ayahnya. Dia pergi
mencarinafkah hidup sendiri untuk tidak usah bergantung pada ayah yang hanya
menerima jaminanalakadarnya dari pemerintahj Belanda.
SEBUAH PENDAKIAN
Tahun 1926 Syarekat Islam
(SI) berubah menjadi Partai Syarekat Islam. Ini berartiselangka mengarah
menyingkapkan selubung kegelapan. Rakyat Kaili yang 98% beragama islamini,
seluruhnya menjadi simpatisan partai sebab disini baru ada satu partai saja,
meskipun di Jawasudah berdiri Partai Nasional Indonesia(PNI) asuhan Ir.
Soekarno, bekas anak anak mantunya pemimpin besar HOS Tjokroaminoto Presiden
Partai Syarikat Islam Indonesia .
Pada Tahun 1928 Datupalinge
berhenti dari jabatan Madika Malolo Kaleke/Dolo. Takseberapa lama setelah itu
menyusul Madika Matua Lapasere. Keberhentian kedua pejabat distrikitu membuat
dua kursi lowong. Kehendak rakyat begitu Datupalinge berhenti dari jabatannya
teruslangsung diangkat adiknya Gagaramusu. Tetapi suara rakyat atau keinginan
rakyat tidak berlakudijaman kejam ini, dan dalam suasana kerajaan Sigi Dolo
yang hitam. Dan yang berdaulat saat ini bekas kerajaan Dolo, adalah Magau
sendiri selaku Khalifatullah. Diwaktu sentana ini tampaklahsituasi kian menekan
kehidupan rakyat. Dan oleh karenanya para bekas pejabat kerajaan sekaligustop
pimpinan dua partai; PSII dan Sigi Dolo yang kesemuanya bermukim di Kaleke, kirim
proteskeras kepada Magau (Raja), agar jangan berbuat sewenang-wenang dan harus
merestui segeraGagaramusu diangkat selaku penggangti kakaknya jadi Madika
Malolo Dolo di Kaleke.
Pada September Tahun 1929 dilantiklah Gagaramusu menjadi Madika Malolo Dolomenggantikan dua orang pejabat Distrik, yang sudah hampir setahun mengalami kekosongankarena ulah Magau yang tidak suka kepada pejabat pemerintah yang kebetulan sebagai Sekjen partai Politik Syarikat Islam. Demikianlah dari tahun ketahun Madika Malolo (kepala distrik)Gagaramusu menjalankan pemerintahan disamping dukungan seluruh rakyat dalam wilayahsungguh luas ini (batas wilayah sampai Tuva/batas dengan Kulawi Utara), sementara curiga Magau pun kian bertambah padanya. Hal itu disebabkan kegiatan dalam partai seiring tugas dinas sebagai pemerintah. Gagamusu acap sudah mendapat teguran dari atasan. Namun ia tidak mau peduli,malah bertambah giat setelah bekerjasama dengan rekannya Sekjen PSII dalam kerajaan Siranindi/Palu. H. Y. Daeng Pawindu yang sejak beberapa tahun belakangan ini sudah menetap di Kaleke-Bambaru.
Swapraja pengganti istilah
kerajaan pada saat ini sudah mulai populer dikalangan masyarakat muda, sedang
dikalangan yang tua masih sering mengatakan kerajaan Dolo atau SigiDolo,
misalnya Swapraja Sigi Dolo bertambah lagi satu partai PNI yang sejak 1926
didirikan Ir.Soekarno. Sekembalinya H.Daeng Pawindu 1933 dari pengasingan di
Sukamiskin ia boyong kemari partai itu setelah usai menjalani hukuman mulai
Juli 1932, karena menjadi Sekjen PartaiSyarekat Islam.
Tahun itu pula, partai baru
ini langsung diserahkan oleh H. Daeng Pawindu kepada keluarganya di Kaleke
yaitu tiga bersaudara masing-masing; Datupamusu, Datupalinge,Gagaramusu yang
pejabat, Madika-malolo Kaleke-Dolo. Dan, murka pula Magau Biromarumendengar bahwa,
bawahannya Madika Gagaramusu selaku aparat pemerintah Belanda, masihmau
menambah lagi kegiatan politiknya melalui partai baru, yang dibawah kemari pula
oleh Hi.Daeng Pawindu dari Jawa, selesai ia menjalani hukuman disana. Kehendak
Magau, tidak usahlahdengan pejabat mengadakan kegiatan tersebut: Biarkan saja
orang-orang yang bukan pejabat,menangani ini semua. Dalam waktu tidak terlalu
lama, partai baru PNI itu, terbentuklah pengurusnya dalam Swapraja Sigi-Dolo.
Dan sepasang partai politik ini mencipta kerjasama yang baik sekali, dalam
pengembangannya. Hal itu disebabkan, karena pimpinan utamanya diambil daritokoh
pemimpin Partai Syarekat Islam Indonesia (PSII) yang orangnya sudah dilantik
sejak 1917oleh HOS Tjokroaminoto, seperti telah diugkapkan diatas. Perubahan
suasana, serasa kian menekan batin aparat pemerintah Belanda. Akibatnya, Hi.
Daeng Pawindu kembali ditangkap dan diasingkanke Sukabumi, 1933-1934.
Akan hal Madika Gagaramusu,
selaku penguasa yang tinggal satu-satunya dibekas kerajaan Dolo ini, sesudah
beberapa tahun silam melakukan kerja dinas sebagai pejabat Kepala Distrik,
dengan tidak diduga, seusai membangun kantor Distrik, telah pula didesas
desuskan bakalakan diasingkan jauh, entah kemana. Mendengar desus bagai itu,
Madika Matua Datupalinge, dan Datupamusu pergi menemui adiknya di kantor
Distrik, lalu bertanya :
“ Apa adik
sudah dengar berita bahwa engkau akan dibuang ?” –
“Yah, sudah”. jawab Gagaramusu tenang.
“Senang kamu menerimanya ?” tanya
Datu itu lagi pada adiknya.“
Senang, kalau sudah itu takdir ” –
“ Kalau begitu kamu menyerah saja,
pada takdir yang dibikin sendiri oleh Magau, itu”
potong Datupalinge merasa berang,
pada bicara adiknya,
“Tidak. . . .
. . kita harus lawan dengan protes keras. Karena itu, cuma maunya Magau sendiri”.
Mendengar kata emosi kakaknya, Gagaramusu yang berwatak tenang, kalem
penuhwibawa, tapi lembut pula, menjawab;
“Saya harap
tidak usah! Sebab teori politik penjajah, memang demikian. Pejuang politik anak
negeri, kadang-kadang dihadapkan pada suatu beban dan resiko yang mahaberat,
dan itulah nilai, dan tanggung jawab pribadi”. –
“Tapi, kita ditekan terus menerus sepanjang
hidup ini, apakah begitu mau-mu, Gaga,.?”
Begitu Datupalinge murka pada adiknya yang nampak amat ikhlas menerima
kenyataanakan datang, menjumpai dirinya.
Kakak yang satu ini,
eks.Magau Datupamusu ini yang sejak tadi diam-diam saja dengarkedua adiknya
berdebat, tiba-tiba bangkit dari duduk seraya memukul meja tulis, dan
mengajakDatupalinge pulang, dengan sekeping kata :
“Tak ada
gunanya, membela juru-damai itu!”
Melihat kedua kakaknya,
Madika Gagaramusu geleng kepala, merasa heran, sambilsenyum mencibir.
Demikianlah watak Gagaramusu yang penyabar memang! Dan, selalu menjadi
pendamai, bila kedua kakak tadi acap baku salah paham, dalam lingkungan
keluarga sendiri.
Dua partai bergerak
seiring, semakin melebarkan sayapnya dalam satu kelompok pimpinan, yang sejak
semula berpusat di Kaleke bekas ibukota kerajaan Dolo. Bertambah meluaslagi
gerakan politik itu, setelah sering kunjungan pemimpin dari Swapraja Parigi,
bapak Toana dkk. bertemu pimpinan partai di Kaleke. Pejabat Madika-Malolo
Gagaramusu, sebagai pejabat pemerintah, tak akan mau surut dari kegiatan
melindungi lajunya pertumbuhan partai, walau seringsudah ditegur tuan Magau
Biromaru. Olehnya, tuan Magau telah acap dibentak tuan Contoleur,sebab dianggap
tak sanggup memimpin dua wilayah eks.kerajaan yang sudah jadi dua
wilayahDistrik. Magau, jadi pusing tuju-keliling , menghadapi para tokoh
pejuang politik yang dulunya penganjur dan pelaku utama dalam perlawanan bersenjata
melawan serdadu kompeni. Magau Sigi-Dolo merasa khawatir berkunjung ke Kaleke,
salah sebuah kampung dalam wilayah kerjanya,karena disana berkumpul semua
pemimpin partai, bekas pejabat, dan bekas buangan, juga bekas pemberontak
bersenjata. Ia segan ke Kaleke, karena disitu masih segar bugar dua orang top
pimpinan bekas kerajaan, yang dijuluki oleh tuan Contoroleur Wehman sebagai;
“Dua DATU Yang Tak Pernah Mau Jinak”.
Juli 1936. Suatu hari, Madika-Malolo (Kepala
Distrik) Kaleke Gagaramusu dipanggilmenghadap tuan Controleur Palu, dan magau
Sigi-Dolo (magau Biromaru lazim disebut) berada pula disitu, mendampingi
Controleur. Madika Gagaramusu dimarahi. Untuk menantang murka tuanControleur
itu padanya, madika ini berbicara lantang tegas dan minta dimengerti :
“bahwa manusia
hidup diatas bumi Tuhan ini, haknya sama. Dan itulah sebabnya ,Tuhan tidak
membenarkan serta tidak membolehkan berlakunya penjajahan, atas dirimanusia
lainnya. Tuan Controleur dan tuan magau, sama-sama berdosa jika menekandan
menindas kami, buat selama-lamanya. Saya, dan madika-malolo Sigi Lamasatu,
penuh ber-hak guna membina serta memimpin rakyat kami, untuk berbuat lebih
baikmelepaskan diri dari tekanan tuan Controleur dan magau, yang selama ini
kami sangatrasakan pahit getirnya!”
Demikian madika Gagaramusu,
dengan suara lembutnya namun menyayat rasa, menyindirdua pejabat pemerintah
atasan oenjajah itu !
Sungguh pahit dirasakan
oleh Controleur dan Magau, ucapan Madika Gagaramusu, disaat sedang berhadapan
seperti itu. Namun, dasar bangsa kolonial tetap sebagai bangsa yang tidak mau
perduli, budaya besarnya bangsa lain serta hak asasinya manusia jajahan. Dan,
sikap seperti itulahsuatu kebiadaban, amat dikutuk Tuhan! Kata perduli syetan
semua itu, dan Madika Gagaramusu lebih baik tetap harus disingkirkan jauh dari
sini, buat Madika Gagaramusu yang kepala batu itu!
Memang Controleur merasa berutang budi pada magau, sebab bangsa penjajah tersebut jauh sebelumnya, telah menerima sebuah “Upeti” yang sangat tinggi nilainya, berupa secerek-emas berbentuk Taiganja/Emas – Hadat, hingga kerajaan Dolo di pindahkan kesana, menjadi kerajaanSigi-Dolo beribunegeri Biromaru sepeninggal dua penguasa kerajaan Dolo bernama awal ; DATUdigeser jauh ke Ternate dan Manado, seperti sudah diungkap di atas. Lazimnya situasi ketika dulu itu, masih demikian adanya. Namun, tak mengapalah dijadikan sejarah sekedar ilmu pengetahuan,generasi tengah bergantian hadir di Bumi sang bunda pertiwi, ini .
Pada minggu pertama Agustus
1936, datanglah sebuah Jeep di Kaleke. Di dalamnya, adaJaksa Manopo atas
perintah Controleur menjemput Madika Gagaramusu, diantar ke Palu karenakapal
penjemput sudah menanti disana, selanjutnya di tumpang ke pengasingan. Dari
rumahmenuju mobil, ia diantar oleh kakaknya madika tua Datupalinge. Mesin mobil
dihidupkan serayamenginjak gas, entah mengapa roda mobil itu tidak sanggup
berputar. Sopir segera turun,memeriksa mesin serta semua kabel-kabel, ternyata
tiada gangguan sedikitpun. Jaksa Manopoheran dan bertanya :
” Bagaimana,
dan apa sebabnya mobil ini nda jalan, madika?”
“ Mana, saya tahu sebab apa.”
Jawab Gagaramusu singkat.
“ Barangkali,
madika terlalu berat !” kata
Manopo lagi bergurau, seraya menoleh pada madika
tua yang berdiri disamping adiknya.Dan, madika tua memberi isyarat agar
adiknya itu, turun sebentar, kemudian naik kembali dudukditempat semula, bagian
depan.
“, silahkan pergi!” seru Datupalinge, “dan mobil ini sudah mau berjalan”.
Kata madika tuaitu pula, kepada Manopo. Manopo tersenyum, sambil mengucapkan
banyak terima kasih kepada Madika Datupalinge, yang sudah membebaskan mobil
jeep itu berputar lagi rodanya sebagai biasa,lalu bergerak pergi.
Gagaramusu diasingkan ke
pulau Siau, bersama dua puteranya; Daengmangeran dan kDaengmatadjo, dengan
seorang lelaki.pengawal pribadi bernama Lakadera alias si kursi . . . . . !Daengmangeran,
acap kembali ke kampung bila sewaktu-waktu kehabisan biaya makan,
disana.Daengmatadjo, tetap mendampingi ayah sedang menjalani hukuman, sebagai
mandor kerja rodi.Beberapa hari sebelum keberangkatan Madika Gagaramusu
kepengasingan, masyarakat Doloumumnya mengadakan unjuk rasa keliling kota Palu,
lalu masuk dipekarangan istana kediamantuan Controleur. Selain memprotes
kekejaman pemerintah penjajah, menuntut keras agar kerajaanDolo berdiri sendiri
kembali melepaskan diri dari tekanan-tekanan raja selama ini.
Setelahdemonstrasi tersebut masuk tahananlah beberapa orang totua-hadat antara
lain; Makanu Guvilembah, Lamakarumpa, Toma Ipayu, dan Magalatu/kepala kampung
Tulo.
Radjamuda (Keponakan)
segera menggantikan pemannya Gagaramusu selaku Madika Malolo (Kepala Distrik)
Kaleleke Dolo . Maka tersenyumlah Magau Sigi Dolo dan tuan controleurkarena
Gagaramusu salah seorang pemimpin partai kembar yakni ; PSII dan PNI (sebagai
sekjen)Se Sigi Dolo, telah pula digeser dari jabatannya selaku kepala Distrik.
Keduanya merasa gembirasebab menganggap terakhirlah Madika Gagaramusu itu
sebagai penguasa bekas kerajaan Doloyang giat melaksanakan kewajiban partai
politik. Karena Belanda itu kenal benar bahwa tiada duanya dari semua bekas
kerajaan setanah Kaili ini, hanya satu-satunya pejabat pemerintah(pribumi)
turut memimpin gerakan politik dibekas kerajaan Dolo, Belanda akan tahu kelak
siapa Radjamuda Datupamusu Pejabat. Kepala Distrik yang baru ini.
Pada Bulan Desember Tahun 1940, setelah 32 tahun menjalani hukuman, MadikaGagaramusu dibebaskan dan kembali dengan selamat di Kaleke dan. Kantor kepala distrik sudahdipindahkan keseberang di Kota Palu, dengan memakai gedung kantor RU, yang pemakaiannyadiresmikan tahun 1938 (kini digunakan oleh Kepala.Kandep. P dan K Kecamatan Dolo). Kehadiranmereka dikampung asal, disambut hangat dan gembira bercampuran haru, oleh masyarakat. Hal demikian, masyarakat merasa bahwa seolah Madika ini terhindar dari maut dan kembali sebagai patriot menang di medan laga.Suatu hari ayah bilang bilang begini :
Ada masanya nanti, negeri kita ini akan diperintah atau
dijajah oleh satu bangsa berkulitkuning. Matanya sipit, sama seperti orang
cina, orangnya pendek-pendek, dan berbadankekar. Lamanya memerintah, hanya berumur
jagung.
Mendenganr perkataan
seperti itu, orang-orang pada heran, bercampur bingung karena manamungkin
bangsa penjajah hanya mau menjajah bangsa lain sesingkat itu saja, kemudian
pergi, pamit pulang, sudah tentu tidak masuk akal sehat. Padahal mereka tidak
mengerti jika itu sebuahkiasan, namun, dalam hati mereka yakin biasanya Madika
Tua itu jarang meleset apa yang iakatakan atau ramalkan, baik , kita semua
lihat nanti Begitu pendengar tadi, merasa lengah berharap.
Hari-hari bergerak melaju
meraih bulan dan bulan pun telah jua berlalu bergantian. Dengan tiada
terasakan, sudah pula berganti tahun, dan di tahun ini pun manusia-manusia
berpacu menoggak kehidupan, dan kehidupan ini, terus berlangsung bersama irama
gejolaknya dunia.Kemudian, diseputar tahun 1942, dimana bumi in sedang dilanda
perang dunia I dan II. Ada jugayang bilang perang pasifik, tiada beberapa lama,
timbul desas-desus ada serdadu dai Nipon mendarat di Tanjung Periok Betawi,
sejak bulan maret bulan empat baru berlalu. Orang-orang kita disini belum kenal
benar kalau Dai Nipon itu orang darimana asalnya.
Mendengar berita tersebut,
sekilas ingatan tertuju pada Madika Tua Datupalinge yang pernahmengatakan
seperti yang telah diungkapkan di atas .
Menjelang subuh pada Bulan
Mei Tahun 1942, dalam kesepian seperti ini, disaat rasa dinginmenusuk tulang
sum-sum, penghuni lembah ini sekonyong-konyong dikejutkan oleh dentuman
beberapa kali pemboman, dijatuhkan di atas lapangan terbang Sidera. Sudah tentu
musuh tahu, adaserdadu Belanda beberapa hari ini, bersiaga. Akibat pemboman
itu, banyak serdadu Belanda tewaskena senjata beracun itu, orang tahu itu
meskipun pemerintah Belanda merahasiakan sebelumnya.Belanda pun tahu sudah
banyak daerah Hindia Belanda ini diduduki Tentara Dai Nipon.Karenanyalah
Belanda seperti telah kejangkitan penyakit depresi yang gawat. Sementara di
Toli-Toli sudah mendarat tentara Dai Nipon itu tanggal 2 Juli 1942. Sudah pasti
tidak akan lama lagi,segera menerobos masuk ke teluk Palu. Hal ini jelas
membuat debaran jantungnya kolonial semakin bertambah parah, apa lagi jantung
para Magau/pimpinan swapraja yang paling setia.
Di tengah-tengah berita itu
sedang ramai dibincangkan, berkata pula Madika Tua Datupalinge,ketika duduk di
Balae Masjid, lewat bangsa Jepang ini, barulah kita menjadi mulia. Demikianmadika
Tua ini seperti berbicara untuk didengarkannya sendiri dan orang disitu saling
menolehsatu sama lainnya mendengar sebab seolah-olah Madika tua itu sudah
menggambarkan sesuatukelak datang, sebuah kepastian. Sore hari kala menanti
magrib, tidak seorang pun mau bertanyadan orang cuma merasa kagum sambil
mengharap-harap cemas sebab biasanya jarang melesetucapan seperti itu bila
telah mengalir dari mulutnya dan merupakan suatu yang pasti bakal terbukti.
Beberapa hari kemudian
setelah mendarat di Toli-Toli seperti barusan diceritakan di atas, tiba-tiba
datanglah serdadu Dai Nipon itu di Palu dengan sebuah kapal perang pada tanggal
6 juli 1942 bersandar dipelabuhan Limbuo/Talise-Palu. Tak ada perlawanan
sedikit pun. Dan tuan kontroleurcuma takut setengah mati dengan para aparatnya.
Kehadiran tentara Nipon tersebut membuatBelanda menadahkan tangan mohon ampun
karena terlampau banyak dosa, melecut diri. Paramagau yang warna kulitnya kaya
tembaga, selaku pecinta utama sang penjajah Belanda kontankulit wajahnya berubah,
laksana abu rokok. (Kasihan juga ya !).Melihat ketakutan Magau seperti ini,
berkatalah seorang Nipon :
Sejenak orang yang
mendengar jadi bingung. Rupanya huruf L tidak ada pada abjad bangsa Nipon.
Bangsa Nipon itu, mulai menghibur. Orang masih menunggu dan melihat motivasi
modelapa pula yang diterapkan oleh penjajah baru ini kepada bangsa jajahannya
bekas jajahan kolonial Belanda yang lapuk, yang sudah 3,5 abad mengisap habis
darahnya hidup dibawah telapak kaki bangsa Belanda.
Bukan suatu hal yang
mustahil jika para Magau (Suco-suco menurut Militer Jepang) yangtadinya merasa
khawatir dan takut, akibat pergantian pemerintah, dari tangan pemerintahan
sipilBelanda ketangan pemerintahan fasisme militer Dai Nipon sebagai pemenang
merebut kekuasaan pada suatu ketika nanti, pasti para Magau itu akan menjadi
sahabat baik dengan pemerintahan baruini.
Sebagai pejabat yang memang
sejak lama merupakan kaki tangan penjajah kolonial Belandayang sangat baik,
besar kemungkinan pula kelak membahayakan bagi hidup pribadi musuh-musuh Belanda.
Sekarang masih ada masih masih segar bugar dikampungnya masing-masing dan
terkenalsebagai pemimpin perlawanan rakyat.
Demi memperlihatkan rasa
setia kawan dengan penjajah baru, mereka (pejabat itu) akan membuat
tekanan-tekanan baru pula kepada bekas-bekas pahlawan-pahlawan besar pada waktu
itu,dengan menunjuk ; itulah musuh-musuh Belanda dan pemberontak bekas buangan,
dan pimpinan partai politik, orang-orang itulah sementara pangkat Belanda
dipundaknya, tidak habis-habis nyamengadakan perlawanan terhadap bangsa yang
sudah memimpin kita hingga jadi pintar, begitulah sikap hidup manusia tidak mau
berterima kasih kepada bangsa penjajah.
Demikian kira-kira cemohan
diantara pejabat-pejabat (Pribumi), melampiaskan rasadendamnya kepada bekas
para pelaku perlawanan bersenjata terhadap kompeni ketika baru belasantahun,
datang menjajah. Makian seperti di atas sudah tentu pada suatu hari kelak, akan
disampaikanoleh mereka pula kepada tuan militer pemerintahan/penjajah baru.
Pengganti bangsa penjajah lapukitu. Cara serupa itu bakal pasti pejabat ini
mengungkapkan pada bos yang baru sebagai perisaitempat mereka berlindung,
supaya Nipon itu tidak balik menuduh mereka. Selaku teman karibnya bangsa
Belanda yang amat dibenci tentara Dai Nipon itu. Dan inilah sikap yang paling
merekaanggap mujarab guna menyembunyikan penyakit lama.
Sikap ke Belanda-Belandaan
itu, akan menurun pula pada pribadi putra-putri pada pejabat itukelak, sebab
mereka disamping kerjasama dengan belanda secara mesra, juga merasa lebih
tinggimartabat hidupnya. Mereka lebih cakap dan terhormat, karena hidupnya dan
tumbuh tetap dalam pelukan bangsa asing ditengah kerjasama mereka dengan
penjajah Jepang.
MASA PENDUDUKAN JEPANG Bersambung .............
Sumber : Link Sekilas Sejarah Perlawanan Rakyat di Tanah Kaili
0 comments:
Posting Komentar