Penelitian ini
berlatar belakang menggali basis pengetahuan etnis Kaili untuk melihat dan mendalami pandangan etnis Kaili tentang
pengembangan sumber daya manusia. Inti persoalan yang ingin dipecahkan dalam
studi ini adalah bagaimana etnis Kaili di Kota Palu mengkonstruksi pengembangan
sumber daya manusia dan berbagai elemen yang terkait dengan upaya peningkatan
daya saing sumber daya manusia. Menyangkut bagian penting dalam studi ini adalah
nilai-nilai budaya etnis Kaili. Penelitian ini mengangkat pandangan etnis Kaili
tentang dasar sumber daya manusia yang dimiliki antara lain berdasarkan
penelusuran pustaka, bahwa tulisan tentang etnis ini sangat kurang. Catatan
tentang Kaili yang ditulis oleh orang Asing, ditemukan dalam tulisan Kruyt
(1898), dan Collins (2006). Kruyt singgah di Palu ketika melakukan perjalanan
dari Poso ke Lindu, hasil perjalanannya itu dibuatkan buku dengan judul “Van
Poso Naar Parigi Sigi En Lindue”. Adapun Collins dalam menulis buku “Sejarah
Bahasa Melayu Sulawesi Tengah 1793-1795” sebagai seorang sarjana bahasa, tidak
pernah melakukan penelitian di Palu. Tulisan Collins menunjukkan bahwa
keberadaan Kaili di Palu telah ada berabad lamanya, dan memiliki hubungan dengan
dunia luar melalui perdagangan dengan beberapa pendatang yang melakukan jual
beli lewat jalur pelabuhan Donggala.
Pustaka yang
digunakan dalam penelitian ini adalah elaborasi dari teori Pengembangan Sumber
Daya Manusia (PSDM) dan teori dari ilmu sosial, tepatnya sosiologi. Dreher
(2016:54) mengemukakan bahwa penyelidikan tentang ‘realitas sui generis‘
masyarakat membutuhkan penelusuran dengan cara mengungkapkan dari mana
kenyataan ini dibangun. Dikemukakan juga oleh Stewart & Sambrook (2012:17) bahwa
pengembangan sumber daya manusia perlu untuk memasukkan lebih banyak
interpretivist/perspektif konstruksionis sosial, dan meningkatkan fokus pada
pendekatan kritis dalam akademisi. Teori dari sosiologia adalah konstruksi
sosial yang dikemukakan oleh Berger (1991), yang melihat bahwa dalam memahami
masyarakat terdapat proses dialektik fundamental dari masyarakat yang terdiri
dari tiga momentum, atau langkah
yaitu eksternalisasi, obyektivasi, dan internalisasi. Eksternalisasi adalah
suatu pencurahan kedirian manusia secara terus menerus ke dalam dunia, baik
dalam aktivitas fisik maupun mental.
Obyektivasi adalah
disandangnya produk-produk aktivitas itu (baik fisik maupun mental), suatu
realitas yang berhadapan dengan para produsennya semula, dalam bentuk suatu
kefaktaan (faktisitas) yang eksternal terhadap, dan lain dari, para produser
itu sendiri. Internalisasi adalah peresapan kembali realitas tersebut oleh
manusia, dan mentransformasikannya sekali lagi dari struktur-struktur dunia
obyektif ke dalam struktur- struktur kesadaran subyektif. Melalui
eksternalisasi, maka masyarakat merupakan produk manusia. Melalui obyektivasi,
maka masyarakat menjadi suatu realitas sui generis, unik. Melalui
internalisasi, maka manusia merupakan produk masyarakat. Dengan model dialektis
di mana terdapat tesa, anti tesa, dan sintesa, Berger melihat masyarakat
sebagai produk manusia dan manusia adalah produk masyarakat. Semua realitas
sosial mempunyai komponen esensial kesadaran. Kesadaran sosial membangun
pengetahuan manusia.
Metode yang
digunakan untuk menjawab persoalan penelitian adalah penelitian kualitatif.
Lokasi penelitian dilakukan di kota Palu, ibukota Provinsi Sulawesi Tengah.
Dengan memfokuskan pada sumber daya manusia etnis Kaili terkait pendidikan
formal yang dicapai. Berdasarkan kriteria tersebut maka dipilih dua subyek
penelitian yaitu subyek yang dapat melanjutkan pendidikan formal hingga
pendidikan yang tertinggi dikategorikan sebagai role model (panutan), dan
subyek yang tidak dapat melanjutkan pendidikan dengan berbagai alasan dan
kondisi, subyek yang putus sekolah dikonsepsikan “patah pinsil”, menurut
konstruksi masyarakat lokal. Berdasarkan pendekatan konstruksi sosial Peter
Berger dan Thomas Luckmann, hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut,
Komponen pendukung dan penghambat daya saing sumber daya manusia etnis Kaili di
Kota Palu, terkait dengan faktor alam,
agama, budaya, ekonomi, dan politik. Bagi subyek role model (panutan),
untuk meningkatkan daya saing sumber daya manusia, berkaitan dengan prinsip
dasar bahwa orang Kaili harus natau (pintar atau cerdik), Nabia (berani atau
memiliki tekad), merasa Naeya (malu) bila tidak meningkatkan pendidikan.
Prinsip lainnya, harus mampu menjalankan kegiatan dengan baik ditunjukkan
dengan konsep belo rapovia belo rakava (baik yang dilakukan maka kebaikan juga
yang akan diterima), dan majadi tau (menjadi manusia), karena prinsip belo
rapovia belo rakava dan majadi tau akan menjadikan diri sebagai manusia yang
bermanfaat. Sedangkan menurut subyek “patah pinsil”, mempunyai prinsip
sebaliknya, yaitu mereka naase nomore (asyik menikmati kesenangan) sehingga
menghambat peningkatan pendidikan sebagai upaya memperkuat daya saing sumber
daya manusia. Dari hasil penelitian tersebut, kebaruan (novelty) yang
ditunjukkan oleh penelitian ini adalah melalui kontribusi dari pendekatan ilmu
sosial, menghasilkan informasi berbasis pengetahuan sosial terkait teoritik
pengembangan sumber daya manusia yang menghendaki adanya input informasi
berbasis pengetahuan sosial
tersebut sebagai bahan yang akan
dikelola dalam proses pengembangan sumber daya manusia.
Penulis: Dr. Indah Ahdiah, S.Sos, M.Si.,
Prof. Dr. Ida Bagus Wirawan, Drs.,SU.,
Prof. Dr. Bagong Suyanto, Drs. M.
Si
0 comments:
Posting Komentar