Oktober 2017
MAKNA DENOTATIF DALAM SYAIR TARIAN “POMONTE”
MASYARAKAT SUKU KAILI DI KOTA PALU
Eirene
E. P. Kalesaran
wkalesaran30@yahoo.com
Leika
M. V. Kalangi
Martha
Salea - Warouw
Pascasarjana
Universitas
Sam Ratulangi
Abstract
This research is about the
meaning contained in a song in a dance. The research reveals the denotative
meaning that exists in the song "Pomonte" in the regional dance
originating from Central Sulawesi Province, precisely from the Kaili tribe.
This research used qualitative descriptive method. The data collected by
interviewing the native speaker who knows this song, and the data analyzing used
the method as suggested by Spredley and Sugiono which is data reduction, data
display, and data conclusion. The result of this research shows the lingual form
from the lyrics and the denotative meaning in this traditional song, “Pomonte”,
Kaili tribe.
Pendahuluan
Bahasa merupakan sistem dari kata, tanda, atau simbol yang dipakai banyak
orang untuk mengekspresikan apa yang dipikirkan atau yang dirasakan satu sama
lain dalam aktivitas individu maupun aktivitas dalam bersosialisasi. Bahasa
tidak hanya digunakan sebagai alat komunukasi sosial, namun juga bahasa sebagai
salah satu unsur kebudayaan berfungsi sebagai alat pengungkap pikiran dan perasaan
yang mencerminkan pandangan hidup atau pola piker masyarakat. Menurut
kridalaksana, (1998) ungkapan bahasa menyimpan kearifan lokal. Ungkapan bahasa
dapat dilihat pada syair tarian yang merupakan ekspresi rasa syukur kepada
Tuhan Yang Maha Esa. Nababan via Silzer (1984) menyatakanbahwa untuk mengerti
suatu kebudayaan secara mendalam kuncinya adalah bahasa. Linguistik merupakan
suatu ilmu yang mempelajari tentang bahasa.
Menurut Akmajian dan rekannya (2001 :5), dalam kaidah linguistik, bahasa
dapat dipelajari dari beberapa cabang linguistik dan hubungan antar disiplin
yang lain.Ada lima cabang linguistik antara lain; fonologi, morfologi,
sintaksis, semantik, dan pragmatik. Beberapa disiplin yang berkaitan dengan
linguistik, antara lain; sosiolinguistik, etnolinguistik, dan psikolinguistik
(Akmajian et al, 2001: 417).
Adapun pendapat para linguis seperti: Lyons (1995:3), menurutnya semantik
pada dasarnya mempelajari tentang makna dan definis ini akan langsung diadopsi.
Tidak berbeda jauh dari pendapat Sudaryat (2008:3), Semantik merupakan bidang
linguistik yang mempelajari tentang makna atau arti, asal-usul, pemakaian,
perubahan, dan perkembangannya. Menurut teori yang dikembangkan oleh Ferdinand
de Saussure (dalam Chaer, 2014) bahwa makna adalah pengertian atau konsep yang
dimiliki oleh setiap kata atau leksem. Selain itu, Mansoer Pateda (2001:79)
mengemukakan bahwa, “makna merupakan kata-kata dan istilah yang membingungkan.
Makna tersebut selalu menyatu pada tuturan kata maupun kalimat”. Menurut Ullman
(Mansoer Pateda, 2001:82), “makna dalam membaca terdiri dari dua bagian yaitu
makna tersirat dan makna tersurat. Makna tersurat yaitu makna yang timbul di
balik sebuah cerita atau kata yang tertulis artinya makna tersirat merupakan
makna simbolis yang diberi istiah dengan kata tertentu sehinga pemaknaannya
dibedakan secara bahasa.
Dalam makna itu sendiri terdapat berbagai perbedaan yang dapat diklasifikasikan
ke dalam jenis makna, yaitu makna gramatikal yang merupakanbmakna yang secara
struktural muncul akibat hubungan antara unsur-unsurgramatikal dalam satuan
gramatikal yang lebih besar dan makna leksikal yang merupakan makna yang
unsur-unsur bahasanya ditandai oleh lambang benda, peristiwa, objek dan lainnya
(Sudaryat, 2008: 22, 34). Palmer (1976:34) mengemukakan jenis-jenis makna
menjadi empat jenis yaitu: 1) makna kognitif;
2) makna ideasional;
3) makna proposisi; dan
4) makna denotatif.
Pada penelitian ini, penulis menganalisis ungkapan bermakna denotatif pada
pemakaian bahasa suku Kaili yang digunakan pada tarian adat, sehingga merupakan
objek studi linguistik yang sangat menarik untuk dikaji. Penulis sebagai
seseorang yang mempelajari ilmu bahasa, dan yang merupakan seseorang yang
menikmati warisan budaya, merasa perlu untuk melakukan penelitian ini karena
penelitian ini dapat menghasilkan pengetahuan mengenai makna yang terkandung
dalam sebuah syair tarian.
Pengertian Makna Denotatif
Menurut Chaer (2014), makna denotatif adalah makna asli, atau makna sebenarnya
yang dimiliki oleh sebuah leksem. Makna denotatif tidak berhubungan dengan
nilai rasa dari seseorang atau kelompok orang yang menggunakan kata atau leksem
tersebut. Misalnya kata makan, bermakna memasukkan sesuatu ke dalam mulut,
dikunyah, dan ditelan.
Dapat disimpulkan bahwa makna denotatif merupakan makna langsung yang
terdapat dari sebuah kata. Makna denotatif adalah makna yang sesuai dengan apa
adanya.
Pengertian Syair
Kata-kata/syair yang dimaksud dengan lirik lagu yaitu ungkapan bahasa yang
terjalin dalam suatu lagu. Menurut Fahmi dkk (2016), isi syair adalah gambaran
peristiwa sebagai curahan hati penyair, yang dituangkan kedalam hasil karyanya.
Isi syair merupakan tanggapan, kesan, serta kesimpulan.
Tarian “Pomonte”
Di Sulawesi Tengah terdapat bermacam-macam adat-istiadat rakyat, yaitu: pakaian,
tarian, makanan khas, upacara sejak lahir hingga meninggal dunia, perumahan,
dan sebagian dibedakan oleh bahasa atau logat. Tarian “Pomonte” merupakan salah
satu hasil budaya yang di wariskan oleh leluhur. Tarian ini dulunya ditarikan
sebagai bentuk ekspresi ungkapan syukur masyarakat Kaili pada zaman dulu atas
kelimpahan pada waktu panen. Pada zaman itu, masyarakat suku Kaili sebagian
besar memiliki mata pencaharian sebagai petani. Dapat dilihat dari kostum saat
tarian ini ditarikan yaitu para penari menggunakan topi yang sering digunakan
para petani. Yang unik dari tarian ini, para penari hanya wanita. Padahal jika
dilihat pada faktanya, petani merupakan pekerjaan seorang pria. Tidak ada
batasan jumlah penari yang diharuskan dalam tarian ini. Tarian ini merupakan
tarian yang melambangkan kesatuan dalam keberagaman, dan rasa kebersamaan atau
gotong royong yang tinggi.
Dalam penelitian ini,
penulis menguraikan makna denotatif yang terdapat dalam lagu syair tarian
“Pomonte” yang berasal dari Suku Kaili. Tarian“Pomonte” sendiri memiliki makna
sebagai tarian ungkapan syukur pada saat waktu panen oleh masyarakat suku Kaili
pada zaman dahulu dan merupakan simbol kesatuan dan kepaduan pada masyarakat
suku Kaili. Seiring berjalannya waktu dan perubahan zaman, tarian “Pomonte”
dipertunjukkan pada acara resmi seperti ulang tahun daerah, pertunjukkan seni,
atau acara syukur lainnya.
Rumusan masalah yang ada pada penelitian ini ada dua, yaitu:
1) apa makna denotatif pada syair
Tarian “Pomonte” masyarakat Suku Kaili?.
2) apa saja bentuk lingual yang
terdapat pada yair Tarian “Pomonte” masyarakat Suku Kaili?.
Berdasarkan permasalahan yang dilakukan, maka tujuan penelitian ini adalah:
1) menganalisis makna denotatif pada
syair Tarian “Pomonte” masyarakat suku Kaili.
2) mengidentifikasi bentuk lingual yang terdapat pada syair Tarian “Pomonte”
masyarakat Suku Kaili?.
Penelitian ini memberikan
beberapa manfaat yaitu: 1) secara teoretis, hasil penelitian ini dapat
melengkapai pustaka kelinguistikan yang berkaitan dengan Ungkapan bermakna
denotatif pada Syair Tarian “Pomonte” masyarakat suku Kaili di Kota Palu. 2)
secara praktis, hasil penelitian ini bermanfaat bagi masyarakat Sulawesi
Tengah, khususnya Suku Kaili di Kota Palu, dalam rangka pelestarian budaya
daerah melalui pendokumentasian keanekaragaman asset budaya nasional. Selain
itu, penelitian ini bermanfaat bagi generasi penerus dan masyarakat luas untuk
memahami makna yang ada pada Tarian “Pomonte”. Terdapat penelitian yang
memiliki hubungan dengan penelitian ini, yakni: 1) Gobel (2012). Ia
mengidentifikasikan dan menjelaskan bentuk dan makna ungkapan yang terdapat
pada syair dan tarian dangisa berbahasa Bolango serta menganalisis makna budaya
yang terkandung dalam syair tersebut. Metode yang ia gunakan adalah
deskriptif-kulaitatif, hasil observasi dijabarkan melalui teknik ethnography of
speaking oleh Hymes (1974), teori linguistic oleh Chaer (2007) dan
Djajasudarman (2009) untuk menganilisis data. Gobel menggunakan teori Foley
(1997) untuk menemukan makna budaya di balik ungkapan-ungkapan yang terdapat
dalam syair Tarian Dangisa. Hasil penelitian ini menemukan bahwa dalam syair
tarian Dangisa terdapat ungkapan-ungkapan bahasa berbentuk kata, frasa, klausa,
dan kalimat yang memiliki makna luas, makna kognitif, makna idiomatic, makna
emotif dan makna budaya. 2) Djafar (2014) meneliti tentang simbol dan makna
tari Langga Bua karya Muraji Bereki. Penelitian ini dipandang sebagai interpretasi
simbol dan makna yang hadir dari penelitidan juga koreografer karna memiliki
latar belakang budaya yang sama sebagai masyarakat Gorontalo. Dalam penelitian
ini, penulis menelaah setiap simbol dalam tari yang dipengaruhi oleh sistem
sosial dengan berbagai kebudayaan yang mengelilinginya. Penulis menggunakan
teori dari Susane K. Langer yang menyebutkan makna sebagai sebuahhubungan
kompleks di antara simbol, objek, dan manusia yang melibatkan denotasi atau
makna yang sepakati bersama dan konotasi atau makna yang dipahami berdasarkan
interpretasi pribadi. 3) Muhammad (2007) melakukan penelitian tentang ungkapan
tarian togal di Pulau Makian. Dalam penelitiannya, ia mendeskripsikan dan
mengidentifikasi serta menguraikan bagaimana ungkapan-ungkapan dalam tarian
togal mencerminkan pola piker masyrakat Pulau Makian. Muhammad menggunakan
konsep Hymes (1970). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ungkapan bermakna
budaya yang digunakan masyarakat Pulau Makian sebagian besar terdiri dari
frase, klausa, dan kalimat sertaungkapan-ungkapan tersebut merupakan cerimanan
pola piker masyarakat tentang nilai-nilai kehidupan. Hal yang membedakan
penelitiannya dengan peneliti adalah objek penelitian yang terdapat pada
masing-masing penelitian. 4) Thomas (2011) meneliti makna budaya dibalik
ungkapan verbal dan noverbal tabu masyarakat Tobelo. Penelitian ini bertujuan
untuk mengidentifikasi dan menjelaskan makna budaya ungkapan-ungkapan verbal
dan nonverbal tabu pada masyarakat Tobelo. Data dikumpulkan dengan wawancara
dengan menggunakan pertanyaan deskriptif yang dikemukakan oleh Spradley (1979),
selain itu ia juga menggunakan konsep akronim SPEAKING oleh Hymes (1970). Dan
untuk mengidentifikasi makna budaya dari ungkapan-ungkapan tersebut, Thomas
menggunakan teori dari Foley (1997). Hasil penelitian ini menemukan 12 ungkapan
verbal tabu dan 10 ungkapan nonverbal tabu. 5) Penelitian ini menggunakan teori
Sapir-Whorf yaitu determinisme bahasa dan relativitas bahasa. Determinisme
bahasa yaitu bahasa cenderung menentukan cara kita berpikir dan relativitas
bahasa ialah struktur suatu bahasa cenderung menetukan cara penuturnya
memandang dunia (Crystal, 1992). Di samping teori linguistik antropologi,
penelitian ini menggunakan teori tentang peribahasa oleh Danandjaja (1994:20)
yang mengklasifikasi peribahasa ke dalam tiga bagian yaitu peribahasa yang
sesungguhnya, peribahasa yang tidak lengkap dan peribahasa perumpamaan. Selanjutnya,
untuk pengolahan data dalam komputer menggunakan program True Basic oleh Kemeny
and Kurtz (1985). Klasifikasi hasil penelitian ini menggunakan Klasifikasi
Ranah atau Domain oleh M.H. Sudiroatmadja, M.Sc. Ph.D dan menentukan pola pikir
berdasarkan teori Spradley yang membaginya ke dalam tiga bagian yaitu hubungan
sosial hubungan kekeluargaan dan aspek material.
Dari beberapa penilitian
yang telah dilakukan sebelumnya yang telah dijabarkan di atas, penelitian
tersebut memiliki perbedaan dengan penelitian ini. Perbedaan yang sangat
signifikan adalah bagian objek penelitian yang sudah barang tentu berbeda.
Objek penelitian yang dimaksud di sini adalah bahasa daerah yang menjadi objek
penelitian, selain itu lokasi penelitian juga berbeda, kemudian beberapa teori
yang digunakan oleh peneliti sebelumnya juga berbeda dengan teori yang
digunakan pada penelitian ini.
Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode kualitatif yang bersifat deskriptif yakni metode
yang menggambarkan segala sesuatu secara apa adanya, artinya data yang
dikumpulkan sesuai dengan kenyataan yang terdapat pada objek penelitian.
Penulis melakukan
penelitian ini di kecamatan Palu Barat, kelurahan Lere. Tempat penelitian ini
merupakan lokasi di kota Palu yang penduduknya sebagian besar suku Kaili Ledo
yang sudah barang tentu menggunakan dialek Kaili Ledo. Selan itu, di daerah ini
merupakan daerah yang memiliki nilai kebudayaan dari suku Kaili yang masih
kental. Karena di daerah ini terdapat beberapa lokasi peninggalan leluhur yang
hingga saat ini masih terjaga dengan baik oleh masyarakat setempat.
Selanjutnya adalah
pengumpulan data. Penulis melihat pertunjukkan tarian tersebut, kemudian
mencari lirik lagu yang ada pada tarian “Pomonte”. Setelah itu penulis membuat
transkrip lagu tersebut, kemudian mencari makna denotatif yang ada pada setiap
baris dengan cara mencari informasi dari 10 informan yang memiliki kriteria berdasarkan
teori Nida (1970), yaitu: informan berumur antara 25-50 tahun, dipilih
berdasarkan jenis kelamin pria, karena pria memiliki hubungan kekerabatan lebih
besar dibandingkan wanita, memiliki pengetahuan yang luas dalam menggunakan
bahasa Kaili, mudah berinteraksi, dan merupakan pembicara aktif dalam bahasa
Kaili. Penulis melakukan wawancara dengan menggunakan daftar pertanyaan untuk
mendapatkan data yang diperlukan.
Langkah yang terakhir
adalah analisis data. dengan berdasarkan teori yang telah dipaparkan di atas,
penulis menguraikan makna denotatif yang telah ditemukan pada setiap baris
dengan berdasarkan teori Chaer (2014), juga untuk mengidentifikasi bentuk
lingual dari syair tersebut, penulis menggunakan teori satuan bahasa yang
dikemukakan oleh Chaer (2007).
Hasil dan Pembahasan
Menurut Chaer (2014), makna denotatif adalah makna asli, atau makna sebenarnya
yang dimiliki oleh sebuah leksem. Makna denotatif tidak berhubungan dengan
nilai rasa dari seseorang atau kelompok orang yang menggunakan kata atau leksem
tersebut. Sebelum menguraikan makna adalah makna denotatif yang terdapat dalam
lagu “Pomonte”, terlebih dahulu kita lihat isi lagu tersebut:
Naratamo tempo mpomonte
Yaku mo tadulako mpomonte
Mai mamonte
E kamaimo
Paena ranggunimo
Tanda nepokiomo
Tona kodi tona base
Randa nte kabilasa
Nte damba damba lara, mamonte mpae
Rara tani maboke, mesuvu saboke sakita
Mabaimo tambola
Rainumo uve ri baba
Maganamo bagia
Manjili mo kita
E manjili manggeui
E kamai mai mo, ane mpae nabaimo
Rakenimo ri nonju mompawula mombanju
Randa nte kabilasa nte damba damba lara
Mombayu bayu mpae sampe mompe ose
Ane mompesemo mompaisula mo sidi mo kita
Ane na ase mo rakenimo manjili ri sapo
Ane masalamamo ada rapoviamo
Vunja ra banggulu rapoka sadimo
Tonji ragi notoudamo vunja rapomulamo
E kana rasulili ada uta to kaili
Meaju mo kita mempoku pesanggani mo kita
Maimo loko mpasanggaui nte rego mpae
Vunja radunggamo kita magaremo
E magaro mogai iga‟a mo
Berikut ini adalah hasil penelitian mengenai makna denotatif yang ada dalam
syair tarian “Pomonte”
- Naratamo tempo mpomonte (bentuk frasa verba)
„Sudah tiba waktu panen padi‟
- Yaku mo tadulako mpomonte (bentuk frasa adverbia)
„Saya yang jadi pemandu‟
- Mai mamonte, e kamaimo (bentuk klausa)
„Mari potong padi, kemarilah‟
- Paena ranggunimo (bentuk frasa adjektiva)
„Padi sudah menguning‟
- Tanda nepokiomo (bentuk frasa adverbial)
„Tanda sudah memanggil‟
- Tona koda tona base (bentuk frasa adjektiva)
„Orang besar orang kecil‟
- Randa nte kabilasa (bentuk klausa)
„Perempuan dan laki-laki‟
- Nta damba damba lara mamonte mpae ( bentuk klausa)
„Dengan senang hati memotong padi‟
- Rara tani maboke, Mesuvu saboke sakita
Di dapat lima ikat, keluar satu ikat untuk kita
- Mabaimo tambola rainumo uve ri baba
„Sudah rasa haus, minum air lalu tidur‟
- Maganamo bagia
„Sudah cukup bagiannya‟
- Manjili mo kita
„Ayo kita pulang‟
- E manjili manggeui
„Ayolah pulang‟
- E kamai mai mo Ane mpae nabaimo
„Ayo kesini kalau padi sudah kering‟
- Rakenimo ri nonju Mompawula mombanju
„Bawa di lesung lalu kita mulai menumbuk padi‟
- Randa nte kabilasa Nte damba damba lara
„Perempuan dan laki-laki dengan senang hati menumbuk‟
- Mombayu bayu mpae Sampe mompe ose
„Menumbuk padi sampai jadi beras‟
- Ane mompesemo Mompaisula mo sidi mo kita
„Kalau sudah jadi beras, mulai kita bersihkan‟
- Ane na ase mo Rakenimo manjili ri sapo
„Kalau sudah barulah dibawa pulang ke rumah‟
- Ane masalamamo, ada rapoviamo
„Kalau sudah selamat,kita membuat adat‟
- Vunja ra banggulu Rapoka sadimo
„Vunja didirikan dan disediakan‟
- Tonji ragi notoudamo Vunja rapomulamo
„Burung sudah berkicau vunja dimulai‟
- E kana rasulili Ada uta to kaili
„Harus dilihat adatnya kaili‟
- Meaju mo kita mempoku pesanggani mo kita
„Bergeser kita membuat lingkaran bersama‟
- Maimo loko mpasanggaui nte rego mpae
„Mari semua bersama menari raego padi‟
- Vunja radunggamo kita magaremo
„Vunja diturunkan kita akan bubar‟
- E magaro mogai iga‟a mo
„Ayo bubar kita akhirnya berpisah‟
Selanjutnya, dengan menggunakan teori satuan bahasa dari Chaer (2007) yakni:
1) Kata, merupakan satuan bahasa yang memiliki pengertian; atau deretan huruf
yang diapit oleh dua buah spasi, dan mempunya satu arti. 2) Frase, satuan gramatikal
yang berupa gabungan kata yang bersifat nonpredikatif, atau lazim juga disebut
gabungan kata yang mengisi salah satu fungsi sintaksis di dalam kalimat. 3)
Klausa, satuan sintaksis berupa runtutan kata-kata berkonstruksi predikatif,
juga bersifat wajib memiliki fungsi subjek. 4) Kalimat, satuan sintaksis yang
disusun dari konstituen dasar yang biasanya berupa klausa, dilengkapi dengan
konjungsi bila diperlukan, serta disertai dengan intonasi final.
- Naratamo tempo mpomonte
(bentuk klausa ditandai dengan adanya verba ditunjukkan dengan kata
kerja tamo)
- Yaku mo tadulako mpomonte
(bentuk klausa ditandai dengan adanya verba ditunjukkan dengan kata
kerja mo)
- Mai mamonte, e kamaimo
(bentuk frasa verba ditandai dengan verba yang ditunjukkan dengan
kata kerja mamonte)
- Paena ranggunimo
(bentuk frasa adjektiva karena tidak memiliki kata kerja dan hanya
terdiri dari adjektiva ranggunimo yang memodifikasi kata benda
paena)
- Tanda nepokiomo
(bentuk frasa verba yang ditunjukkan dengan verba nepokimo)
- Tona koda tona base
(bentuk frasa nomina yang ditunjukkan dengan tona koda dan tona
base, tidak adanya verba)
- Randa nte kabilasa
(bentuk frasa nomina yang terdiri dari nomina randa dan kabilasa)
- Nta damba damba lara mamonte mpae
(bentuk frasa adjektiva ditunjukkan dengan adjektiva damba-damba
lara yang memodifikasi nomina mpae)
- Rara tani maboke, Mesuvu saboke sakita
(bentuk klausa yang ditunjukkan dengan verba rara tani)
- Mabaimo tambola rainumo uve ri baba
(bentuk klausa)
- Maganamo bagia
(bentuk frasa adjektiva)
- Manjili mo kita
(bentuk frasa verba)
- E manjili manggeui
(bentuk frasa verba)
- E kamai mai mo Ane mpae nabaimo
(bentuk klausa yang ditunjukkan dengan verba mo)
- Rakenimo ri nonju Mompawula mombanju
(bentuk klausa yang ditunjukkan dengan verba mompawula)
- Randa nte kabilasa Nte damba damba lara
(bentuk klausa)
- Mombayu bayu mpae Sampe mompe ose
(bentuk klausa)
- Ane mompesemo Mompaisula mo sidi mo kita
(bentuk klausa)
- Ane na ase mo Rakenimo manjili ri sapo
(bentuk klausa yang ditunjukkan dengan verba rakenimo)
- Ane masalamamo, ada rapoviamo
(bentuk klausa)
- Vunja ra banggulu Rapoka sadimo
(bentuk klausa)
- Tonji ragi notoudamo Vunja rapomulamo
(bentuk klausa)
- E kana rasulili Ada uta to kaili
(bentuk klausa)
- Meaju mo kita mempoku pesanggani mo kita
(bentuk klausa)
- Maimo loko mpasanggaui nte rego mpae
(bentuk Klausa)
- Vunja radunggamo kita magaremo
(bentuk klausa)
- E magaro mogai iga‟a mo
(bentuk Klausa)
Kesimpulan
Dari hasil penelitian di atas, dapat diketahui makna sebenarnya dari lagu pada
tarian “Pomonte” yaitu, lagu tersebut dinyanyikan saat masyarakat suku Kaili
pada zaman dahulu sedang menari karena gembira atas waktu panen yang telah
tiba. Tidak hanya itu, melalui makna yang ada dapat diketahui bahwa masyarakat
suku Kaili menjunjung tinggi kebersamaan dalam bekerja. Berdasarkan hasil
penelitian di atas, ditemukan bentuk klausa, frasa nomina, frasa verba, dan
frasa adjektiva yang terdapat dalam syair Tarian “Pomonte”.
Masih banyak kekurangan yang ada dalam penelitian ini, diharapkan kedepannya
dapat menginspirasi para pembaca untuk melengkapi kekurangan yang ada pada penelitian
anda selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Akmajian, Adrian., Demers R., Farmer, A., and Harnish, R. 2001. Linguistics (An Introduction to
Language and Communication).United States of America. Massachusetts Institute
of Technology.
Arif, Muhhamad Zaenuddin. 2016. “Analisis Makna Denotatif dan Konotatif pada Teks Laporan Hasil
Observasi Karangan Siswa Kelas VII MTs Negeri Surakarta II”. Publikasi Ilmiah.
Surakarta. Universitas Muhammadiyah Surakarta. (eprints.ums.ac.id)
Chaer, Abdul.
2014. Linguistik Umum. Rineka Cipta. Jakarta.
Fahmi, Mirza dkk.
2016. “Makna dan Nilai Syair Tradisi Peuayon Aneuk di Gampong Lhok dalam Dusun
Peutua Cut Kecamatan Peureuklak Kabupaten Aceh Timur”. Jurnal. Kuala.
Universitas Syiah Kuala.
Galela, Dolfina.
2017. Ungkapan Bermakna Budaya dalam Upacara Meminang Gadis Etnik Galela di
Kokota Jaya. Tesis. Manado. Universitas Sam Ratulangi.
Masyuhda, Masyhuddin. 1991. “Etnik dan Logat di Sulawesi Tengah”. Yayasan Kebudayaan Sulawesi
Tengah Seksi Penerbitan.Palu.
Masyuhda, Masyhuddin. 1979. “Jumlah Bahasa, Dialek Pendukung dan Wilayah di Sulawesi Tengah”.
Yayasan Kebudayaan Sulawesi Tengah.Palu.
Nida, Eugene.
1970. Morphology: The Descriptive Analysis of Words. An Arbour: The University
of Michigan Press.
Pateda, Prof. DR. Mansoer. 2010. Semantik Leksikal. Rineka Cipta. Jakarta.
Senduk, Arthen.
2006. “Nama-nama Keluarga dalam Bahasa Inggris dan Bahasa Toulour (Suatu
Analisis Kontrastif)”. Skripsi. Manado. Sam Ratulangi University.
Sudaryat, Yayat.
2008. Makna dalam Wacana. CV. Yrama Widya. Bandung.
Supit, Natalia.
2016. Ungkapan Verbal dan Nonverbal yang Bermakna Budaya pada Pelantikan Raja
Negeri Tihulale Amalessy. Tesis. Manado. Univeristas Sam Ratulangi.
Verhaar, J.W.M.
2016. Asas-asas Linguistik Umum. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
Wardaugh, Roland.
1981. An Introduction to Sociolinguistic. Basil Blackwell. New York.
0 comments:
Posting Komentar