Keanekaragaman sosial, politik,
budaya, dan hukum di tengah masyarakat Indonesia dalam bingkai masyarakat
multikultural merupakan suatu anugerah bangsa Indonesia untuk saling berbagi
dan memberi dalam bingkai diversifikasi kultural.
Masyarakat yang beragam tersebut
tidak mampu melepaskan kehadiran nilai, norma, kaidah, ataupun pedoman
berperilaku individu di tengah masyarakat. Variabel normatif tersebut
diakomodasi di dalam suatu konsep hukum yang secara umum tidak tertulis dan
hidup serta berlaku di tengah masyarakat.
Hal tersebut tentu memberikan
konsep keberagaman hukum yang berlaku dan diakui pula di tengah masyarakat
Indonesia, ditunjukkan dengan beragamnya konsepsi hukum adat dan aktualisasinya
di masing-masing wilayah masyarakat hukum adat.
Pengertian Hukum Adat
Hukum adat diperkenalkan pertama
kali oleh Snouck Hurgronje dengan istilah (adatrecht) sebagai rangkaian sistem
hukum yang berlaku bagi bumiputera (orang Indonesia asli) dan orang timur asing
pada masa Hindia Belanda.
Secara konsep umum, hukum adat
dapat dipahami sebagai hukum yang hidup di tengah masyarakat Indonesia, serta
berlaku di tengah masyarakat hukum adat tersebut. Setiap hukum adat memiliki
konsepsi pengaturan yang berbeda di setiap wilayah hukum adat, tetapi memiliki
akar konsep yang sama.
Eksistensi hukum adat di dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 diakomodasi di dalam
Pasal 18B ayat (2), yakni:
“Negara mengakui dan menghormati
kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hakhak tradisionalnya sepanjang
masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang”
Pencantuman secara expressive
verbis (pencantutan pasal) di dalam konstitusi mengenai hukum adat merupakan
suatu rekognisi eksistensi masyarakat hukum adat beserta hak konstitusionalnya.
Hal tersebut dimaknai sebagai
perlindungan eksistensi masyarakat hukum adat beserta segala hal yang hidup di
dalam masyarakat hukum adat itu sendiri, termasuk hukum adat beserta segala
ketentuan strukturisasinya.
Hierarki Peraturan
Perundang-Undangan
Peraturan perundang-undangan di
Indonesia mengenal yang namanya
perjenjangan atau hierarki.
Ketentuan tersebut dapat diidentifikasi di dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Di dalam pasal tersebut terdapat
beberapa jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia.
Hierarki tersebut terdiri atas:
a. Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat;
c. Undang-Undang/Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden;
f. Peraturan Daerah Provinsi; dan
g. Peraturan Daerah
Kabupaten/Kota
Di dalam perjenjangan atau
hierarki tersebut penting untuk diketahui bahwa kekuatan hukum peraturan
perundang-undangan yang disebutkan berlaku sesuai dengan hierarkinya dan
peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Analisis Kedudukan
Hukum Adat
Secara a quo terhadap analisis
yuridis-normatif berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dapat diidentifikasi bahwa
hukum adat tidak diakomodasi secara formil normatif di dalam Pasal 7 UU a quo
mengenai klasifikasi vertikal hierarki peraturan perundang-undangan yang
berlaku dan memiliki kekuatan hukum mengikat.
Akan tetapi, eksistensi hukum
adat diberikan kapasitas mengikat secara yuridis di dalam peraturan
perundang-undangan, kebiasaan, putusan hakim, dan doktrin ahli.
Kesimpulan
Oleh sebab itu, di dalam poin
kesimpulan dapat disimpulkan bahwa kedudukan hukum adat di dalam sistem hukum
nasional memiliki kedudukan konstitusional berimbang dengan ketentuan sistem
hukum lain dan berlaku sama dan seimbang.
Akan tetapi, dapat dipahami
terdapat perbedaan mendasar pada hierarki peraturan perundangundangan dengan ketentuan
hukum yang berlaku pada umumnya bahwa terdapat perbedaan berkaitan dengan aspek
keberlakuan, bentuk, dan sifat mengikatnya. Hukum adat secara formal-yuridis
tidak diakomodasi di dalam aturan perjenjangan atau hierarki menurut Pasal 7 UU
a quo.
Namun, Sudah menjadi barang tentu
nilai-nilai yang menjadi pondasi utama hukum adat harus senantiasa dilestarikan
dan dijaga di dalam segala bentuk strukturisasi konsepsi hukum adat itu
sendiri, hal tersebut merupakan bagian instrumen sebagai wujud pengendalian
pelestarian ketentuan hukum adat beserta hak konstitusional yang bersangkutan
dan beririsan dengan hukum adat itu sendiri.
Sumber Referensi:
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
I Gede A.B. Wiranata, Hukum Adat Indonesia Perkembangan Dari Masa Kemasa (Bandung: Citra Aditya
Bakti, 2005).
Hilman Hadikusuma, Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia, Edisi Revisi (Bandung: Masdar Maju, 2014).
Sumber : DISINI
0 comment:
Posting Komentar