PROFIL HAJI AHMAD LAGONG
Profil Ulama dan Bangsawan
Kegemaran dan ketangguhan orang Bugis dalam membuat dan menakhodai kapal laut telah berdampak banyak
dalam sistem sosial budaya masyarakat
nusantara. Toponimi kota-kota pantai di Indonesia, terukir dalam sanubari bahwa betapa lalu
lintas laut sebagai satu-satunya sarana transportasi antar pulau pernah mewarnai
dinamika transformasi sosial. Salah satu
transformasi sosial itu adalah
penyebaran agama Islam, yang secara faktual hingga kini secara mayoritas dianut oleh masyarakat
pesisir.
Lembah Palu, sebagai komunitas masyarakat pantai juga
masuk dalam rangkaian dinamika
penyebaran Islam nusantara. Para penganjur
agama Islam yang masuk di Lembah Palu, sejak kedatangan Abdullah Raqi yang bergelar Datokarama pada awal abad
ke-17, yang kemudian silih berganti
kedatangan para ulama hingga masuk abad ke-20,
pelayaran laut menjadi alat transportasi untuk menjalankan misi dakwah di Tanah Kaili. Tampaknya, perjalanan
dakwah adalah misi elitis yang mampu
memanfaatkan sarana canggih di zamannya.
Demikian pula dari segi pendanaan, tentu dengan sokongan keuangan yang sangat memadai. Sejarah perantauan
adalah kilasan riwayat kekayaan bagi
orang-orangyang berprofesi di bidang itu.
Haji Ahmad Lagong, adalah saudagar elit dari tiga
komponen; kaya, berilmu, dan bangsawan
bugis Arung Matowa Wajo. Misi dakwah
terpatri dalam dirinya, sebagai hamba Allah yang telah menerima
ajaran Islam. Dalam kajian ilmu dakwah,
ditandai bahwa orang-orang yang telah
menerima Islam, didorong oleh semangat tauhid untuk menyampaikan ajaran agama Islam kepada sesama
manusia. Karena dengan menyampaikan
dakwah diyakini sebagai usaha untuk
menyelamatkan orang lain yang dari siksa api neraka. Setiap umat
Islam memiliki semangat dakwah sehingga,
agama Islam segera menyebar di segala penjuru dunia. Namun untuk menjangkau
wilayah dakwah, membutuhkan kemampuan
ilmu, logistik dan akuistik.
Kedatangannya di Lembah Palu pada tahun 1798 Masehi, menggunakan perahu layar miliknya sendiri
dengan membawa anak buah kapal sebayak
lima orang. Yaitu; Lasoso, Labutiti, Latjule, Lakulu, dan Labandulu. Kapal yang dikendarai mereka
bernama Sikko Nyarang dilengkapi dengan
sebuah gong besar yang senantiasa menggaung bila dipukul ketika menjelang tiba dan sesaat
sebelum berangkat ke tempat yang dituju. Kapal itu adalah pemberian dari
ayahnya.
Tiba di Kampung Lere pada dini hari menjelang subuh. Masyarakat Kampung Lere dibangunkan oleh
suara merdu yang 2 nyaring menembus
kesepian malam dari suara gong kapal , yang dalam bahasa Kaili disebut tawa-tawa. Masyarakat
Lere pada waktu itu terbangun dan
berlarian menuju pantai melihat kapal dan barang-barang dagangan yang sedang
dibongkar untuk selanjutnya dijual
kepada masyarakat Lembah Palu.
Perjalanan hidup Ahmad Lagong bukan hanya di pesisir pantai Teluk Palu, tapi juga merambah dataran lembah
yaitu bergerak ke arah selatan tepatnya
di Kalukubula. Di desa ini, Ahmad Lagong
mempersunting perempuan dari kalangan bangsawan yaitu Pue Daliyama. Keturunan mereka di Kalukubula
berhasil juga menempati status sosial di
bidang keagamaan, ekonomi, sosial, dan budaya.
Perpindahan Ahmad Lagong dari Teluk Palu menuju Kalukubula, merupakan suatu ikhtiar pengembangan akses kehidupan dari kawasan maritim ke kawasan agraris.
Bersambung ......
Sember : https://tesa-tutura.blogspot.com/2025/01/ahmad-lagong-dalam-kisah.html
0 comments:
Posting Komentar