Sabtu, 31 Desember 2022

Sejarah SUKU KAILI

Silahkan bagikan :
۞ السَّــــــلاَمُ عَلَيْــــــكُمْ وَرَحْمَــةُ اللــــهِ وَبَرَكَاتُــــــــــهُ ۞
۞ بســـــــــــــم اللّـــه الرّحمٰن الرّحيـــــــــــــم ۞
-------------------------------------------------------------

 

PEMBAHASAN

1.     Sejarah Suku Kaili

Suku Kaili adalah salah satu suku bangsa yang mendiami lembah Palu. Atau bisa disebut juga sebagaisuku asli lembah Palu. Kawasan Lembah Palu dan sekitarnya beberapa abad yang lampau merupakandataran air sungai Palu, dan merupakan suatu wilayah yang menjadi ciri khas kebudayaan danpemerintahan. Adapun lembah Palu ( saat ini dikenal dengan kecamatan Palu Timur dan Palu Barat,kelurahan Tondo, Petobo, dan kecamtan Marawola) adalah merupakan bagian dari kerajaan Palu yangdahulu masuk dalam lingkungan kerajaan Gowa. Ada sejumlah versi mengenai asal-usul nama suku “Kaili” ini. Secara kebahasaan, kata kaili berasal darinama pohon. Pohon kaili ini tumbuh subur di tepi sungai Palu dan teluk Palu. Pada zaman dulu, tepipantai Teluk Palu letaknya menjorok kurang lebih 34 km dari letak pantai sekarang, yaitu di KampungBangga. Sebagai buktinya, di daerah Bobo sampai ke Bangga banyak ditemukan karang dan rerumputanpantai/laut. Bahkan di sana ada sebuah sumur yang airnya pasang pada saat air di laut sedang pasangdemikian juga akan surut pada saat air laut surut.Berdasarkan cerita daerah setempat, di dekat kampung Bangga tumbuh menjulang pohon kaili yangsering dijadikan panduan bagi para pelaut dalam menentukan arah menuju pelabuhan Banggai.

2. Deskripsi Lokasi Suku

Kaili adalah suku bangsa di Indonesia yang secara turun-temurun tersebar mendiami sebagianbesar dari Provinsi Sulawesi Tengah, khususnya wilayah Kabupaten Donggala, Kabupaten Sigi, dan KotaPalu, di seluruh daerah di lembah antara Gunung Gawalise, Gunung Nokilalaki, Kulawi, dan GunungRaranggonau. Mereka juga menghuni wilayah pantai timur Sulawesi Tengah, meliputi Kabupaten Parigi-Moutong, Kabupaten Tojo-Una Una dan Kabupaten Poso. Masyarakat suku Kaili mendiamikampung/desa di Teluk Tomini yaitu Tinombo, Moutong, Parigi, Sausu, Ampana, Tojo dan Una Una,sedang di Kabupaten Poso mereka mendiami daerah Mapane, Uekuli dan pesisir Pantai Poso.

 3. Unsur Kebudayaan

a. Bahasa

Bahasa Suku Kaili mengenal lebih dari 20 bahasa yang masih hidup dan dipergunakan dalam percakapan sehari-hari. Namun, suku Kaili tetap memilki lingua franca ( bahasa pemersatu), mereka menyebutnya sebagaibahasa “Ledo” yang artinya “Tidak”. Bahasa Ledo ini dapat digunakan untuk berkomunikasi denganbahasa-bahasa Kaili lainnya. Bahasa Ledo yang asli (belum dipengaruhi bahasa para pendatang) masihditemukan di sekitar Raranggonau dan Tompu. Sementara, bahasa Ledo yang dipakai di daerah kotaPalu, Biromaru, dan sekitarnya sudah terasimilasi dan terkontaminasi dengan beberapa bahasa parapendatang terutama bahasa Bugis dan bahasa Melayu.Bahasa-bahasa yang masih dipergunakan dalam percakapan sehari-hari, yaitu bahasa Tara (Talise,Lasoani, Kavatuna dan Parigi), bahasa Rai (Tavaili sampai ke Tompe), bahasa Doi (Pantoloan danKayumalue); bahasa Unde (Ganti, Banawa, Loli, Dalaka, Limboro, Tovale dan Kabonga), bahasa Ado(Sibalaya, Sibovi, Pandere) bahasa Edo (Pakuli, Tuva), bahasa Ija (Bora, Vatunonju), bahasa Da’a(Jono’oge), bahasa Moma (Kulavi), dan bahasa Bare’e (Tojo, Unauna dan Poso). Semua kata dasar bahasa tersebut berarti “tidak”.

b.Sistem Teknologi-

Sistem Teknologi Transportasi dan KomunikasiDi abad sekaliber dan se-modern saat ini, ada beberapa suku Kaili yang masih sangat tertinggal denganakses teknologi modern karena kehidupan masyarakat yang terasing dan terisolasi dari peradabanmodern. Disamping kondisi desa penduduk Kaili dengan perbukitannya yang terjal dan sulitnya medan,transportasi untuk sampai ke desa ini terbilang sulit didapat. Untuk mencapai desa ini hanya bisa denganmenggunakan sepeda motor (ojek) dari kota Palu (Ibu Kota Provinsi Sulawesi Selatan) yang jaraknyakurang lebih 80 km, ditambah berjalan kaki sejauh 10 km menapaki bukit terjal.Suku Kaili yang hidup dipedalaman atau dikawasan hutan mereka tidak memilki akses teknologiselayaknya suku Kaili yang tinggal di daerah pinggir kota. Akan tetapi mereka masih tetap memilki alat tradisional berupa gerobak yang mereka simpan dibawah tempat tidur mereka.- Peralatan upacaraSuku Kaili memiliki beberapa upacara adat tertentu, diantaranya adalah upacara adat pengobatan untukibu yang sedang hamil (Novero). Peralatan upacara yang harus dipersiapkan adalah: Suampela, sebuahtempat penyimpanan sesajian yang dibuat dari kayu bertiang tiga. Pada bagian atas dibuat sebuahanyaman dari ranting bambu atau kayu tempat sesajian itu disimpan. Kulili, yaitu kayu yang dibuatberbentuk parang dan diberi warna belang hitam putih. Ose ragi, yaitu beras yang sudah diberi warna-warni. Pekaolu nuvayo, yaitu tempat berlindungnya bayangan. Tujuan pembuatannya dalah sebagaitempat roh berlindung bila mendapat gangguan makhlus halus. Toge, adalah peralatan upacara yangberbentuk tombak dan kuda berkepala dua yang dibuat dari janur. Tuvu mbuli. Mbara-mbara ( barangperhiasan/ pakaian adat). Mbara-mbara terdiri dari: vuya (sarung), baju dan bulava (emas). Dulapulangga, (dulang berkaki), alat ini digunakan sebagai tempat menyimpan mbara-mbara. Banjampangana (mayang pinang). Serta daun dan bunga yang wangi seperti : bunga Mbalu, daun pandan,Tamadi dan Tulasi.Upacara adat kematian (molumu) ialah masa menyemayamkan jenazah, di mana mayat disimpan dalampeti kayu yang tertutup rapi. Adapun perlengkapan selama upacara molumu ialah: peti mayat (lumu);kipas (vara); dekorasi, semacam janur yang dibuat dari daun pandan dan bunga kemboja, yang dijadikanpenghias lumu (peti mayat) serta mayang pinang dan daun-daun kelapa. Perlengkapan lainnya ialah :ula-ula, jajaka, gimba (gendang), pekabalu (kain pengikat kepala), kepala manusia, dan payung.Upacara Naik Ayunan (Nosaviraka Ritora) yang dilakukan untuk seorang bayi agar terhindar darigangguan makhluk halus dan dari kakak-kakaknya yang masih nakal. Upacara ini berlangsung dalamrumah, dan diperlengkapi dengan bahan-bahan upacara antara lain 4 macam makanan dari beras ketan,masing-masing disimpan di bawah ayunan, tengah rumah, satu baki untuk bagian dukun dan satu bakilagi untuk pangolo nu ngana kodi (bagian untuk bayi). Ada pula vati dalam keluarga pada masyarakat Kaili yang mengadakan upacara Nompesuvuki ngana(mengunjungi anak) yaitu suatu upacara di mana dari pihak nenek perempuan dari ayah sang bayimengadakan kunjungan kepada bayi dengan satu upacara tertentu pula. Upacara ini bertujuan agar anaktidak berpenyakit mata (nageri), suka menangis (marenge), dan berwatak jorok (matontoru). Peralatanyang digunakan adalah sejumlah bahan makanan dan keperluan dapur, seperti makanan dan sayur masing-masing satu belanga, kayu api, sagu, beras, pisang satu sisir, dan daun pisang 7 lembar. Alat-alat dapur antara lain tavolo (alat peniup api yang dibuat dari bambu), supi (penjepit arang api), sendoknasi, dan sayur masing-masing satu buah.Upacara selamatan kandungan pada masa hamil pertama (Nolama Tai) dengan menggunakan peralatanupacara berupa mantale njaka (upacara sesajian) dari sejumlah bahan makanan dan bahan-bahanperlengkapan adat lainnya. Materi-materi yang dipersiapkan di sini ialah punti jaka (pisang rebus), kolukunikou (kelapa parut), marisa nete (lombok kecil), hati kerbau yang sudah dibakar (sate), nasi masak, dandarah kambing/ayam yang disembelih. Benda-benda adat lainnya ialah sabala mesa (1 lembar sarungtenunan zaman dulu), samata doke (satu mata tombak), somata tinggora (satu mata tombak yangberakit), tatalu suraya ada (tiga piring adat), tatalu tubu (tiga buah mangkok), sang dula (satu dulangtempat penyimpanan barang-barang tersebut di atas).Upacara Masa Kanak-kanak pada Suku Kaili (Nosuna / khitan). Upacara ini sudah menjadi adat dantradisi di kalangan masyarakat Kaili sejak masuknya Islam hingga dewasa ini, secara turun temurun.Upacara nosuna (khitan) dilaksanakan pada anak laki-laki dan perempuan. Namun pada bahagian inihanya diuraikan khusus pada upacara nosuna bagi anak laki-laki yang dilakukan menjelang anakberumur sekitar 7 sampai 8 tahun, yaitu pada anak-anak yang belum memasuki puber atau balig(nabalego).- Alat MusikPeralatan musik tradisional suku Kaili terbuat dari bahan alam. Salah satu peralatan musik suku Kailiadalah “Kakula”. Namun jauh sebelum alat musik ini masuk, daerah ini sudah mengenal alat musik yangterbuat dari kayu yang pipih dengan panjang kira-kira 60 cm dan tebal 2 cm serta lebar 5 sampai 6 cmdisesuaikan dengan nada. Alat musik tersebut juga sering mereka katakan sebagai gamba-gamba.Gamba-gamba kayu adalah salah satu bentuk embrio atau awal dari musik kakula karena nada yang adapada musik kakula yang terbuat dari tembaga/kuningan persis dengan nada yang ada pada gamba-gamba atau Musik Kakula Kayu.Dan alat musik lainnya seperti Lalove (serunai), nggeso-nggeso (rebab berdawai dua), gimba (gendang), gamba-gamba (gamelan datar/kecil), goo(gong), dan suli (suling).

c. Sistem Mata Pencaharian

Suku Kaili penduduk asli Sulawesi Tengah adalah sebagai penduduk agraris. Suku Kaili memilki matapencaharian sebagai petani, yang bercocok tanam di sawah, diladang dan menanam kelapa. Disampingitu masyarakat suku Kaili yang tinggal didataran tinggi mereka juga mengambil hasil bumi dihutan sepertirotan,damar dan kemiri, dan beternak. Sedang masyarakat suku Kaili yang dipesisir pantai disampingbertani dan berkebun, mereka juga hidup sebagai nelayan dan berdagang antar pulau ke kalimantan.Makanan asli suku Kaili pada umumnya adalah nasi, karena sebagian besar tanah dataran dilembahPalu, Parigi sampai ke Poso merupakan daerah persawahan. Kadang pada musim paceklik masyarakatmenanam jagung, sehingga sering juga mereka memakan nasi dari beras jagung (campuran beras dan jagung giling). Alat pertanian suku Kaili diantaranya : pajeko (bajak), salaga (sisir), pomanggi, pandoli(linggis),Taono(parang); alat penangkap ikan diantaranya: panambe, meka, rompo, jala dan tagau..

d. Sistem Mata Pencaharian

Suku Kaili penduduk asli Sulawesi Tengah adalah sebagai penduduk agraris. Suku Kaili memilki matapencaharian sebagai petani, yang bercocok tanam di sawah, diladang dan menanam kelapa. Disampingitu masyarakat suku Kaili yang tinggal didataran tinggi mereka juga mengambil hasil bumi dihutan sepertirotan,damar dan kemiri, dan beternak. Sedang masyarakat suku Kaili yang dipesisir pantai disampingbertani dan berkebun, mereka juga hidup sebagai nelayan dan berdagang antar pulau ke kalimantan.Makanan asli suku Kaili pada umumnya adalah nasi, karena sebagian besar tanah dataran dilembahPalu, Parigi sampai ke Poso merupakan daerah persawahan. Kadang pada musim paceklik masyarakatmenanam jagung, sehingga sering juga mereka memakan nasi dari beras jagung (campuran beras dan jagung giling).

e. Sistem Pengetahuan

Suku Kaili banyak mendiami tempat-tempat dan daerah-daerah yang berbeda dikawasan SulawesiTengah, diantara sekian banyak masyarakat suku Kaili terdapat sebuah rumpun masyarakat suku Kailiyang dikenal dengan suku Kaili Da’a yang berbahasa Da’a di Jono’oge Sulawesi Tengah.Hingga di abad teknologi muktahir yang berkembang pesat di kota-kota dimana kita tinggal, Orang KailiDa’a ini tidak pernah mengadopsi satu bagian pun dari kemajuan teknologi itu. Anak-anak merekabertumbuh apa adanya dengan pengetahuan yang minim yang tak lebih dari miskinnya peradabankebudayaan Kaili. Kesulitan akses ini yang menjadikan mereka tetap terasing dan nyaris terisolasi dariperadaban modern.

f. Sistem Kesenian

Salah satu kerajinan masyarakat suku Kaili adalah menenun sarung. Ini merupakan kegiatan para wanitadidaerah Wani,Tavaili, Palu, Tipo dan Donggala. Sarung tenun ini dalam bahasa Kaili disebut Buya Sabetetapi oleh masyarakat umum sekarang dikenal dengan Sarung Donggala. Jenis Buya Sabe inipunmempunyai nama-nama tersendiri berdasarkan motif tenunannya, seperti Bomba, Subi atau Kumbaja.Demikian juga sebutan warna sarung Donggala didasarkan pada warna alam,seperti warnaSesempalola / kembang terong (ungu), Lei-Kangaro/merah betet (merah-jingga), Lei-pompanga (merahludah sirih).Didaerah Kulawi masih ditemukan adanya pembuatan bahan pakaian yang diproses dari kulit kayu yangdisebut Katevu. Pakaian dari kulit Kayu Katevu ini sebagian besar dipakai oleh para wanita dalam bentukrok dan baju adat.

g. Religi

Sebagian besar dari mereka sudah memeluk agama Islam terutama yang menetap di daerah pantai,sedangkan mereka yang tinggal di daerah pedalaman menganut agama Kristen atau kepercayaan nenekmoyang. Mayoritas penduduknya beragama Islam.Di samping penduduk asli suku Kaili, di Sulawesi Tengah juga terdapat suku bangsa pendatang, seperti orang Bugis dari selatan serta orang Gorontalo dan Minahasa dari sebelah utara.Hubungan dengan suku-suku bangsa yang berasal dari Sulawesi Selatan membawa pengaruh puladalam hal agama, dalam hal ini agama Islam yang menjadi agama mayoritas penduduk SulawesiSelatan. Bukti sejarah menyatakan bahwa masuknya agama Islam ke Sulawesi Tengah berasal daridaerah Minangkabau melalui Makassar, yang dibawa oleh seorang mubalig pada saat sedangberdagang. Diperkirakan masuknya agama Islam ke Sulawesi Tengah pada abad XVII, yang mana saatitu penduduk setempat masih memeluk kepercayaan nenek moyang yaitu animisme dan dinamisme.Namun, kepercayaan animisme dan dinamise serta kepercayaan-kepercayaan lainnya sepertikepercayaan terhadap orang yang memiliki ilmu hitam dan dapat membunuh musuhnya dengan kekuatanroh jahatnya, percaya akan adanya makhluk-makhluk halus yang mendiami dan menguasai . h.PemerintahanPemerintahan pada masa dahulu, sudah dikenal adanya struktur organisasi pemerintahan di dalam suatuKerajaan (KAGAUA) dikenal adanya MAGAU (Raja), MADIKA MALOLO (Raja Muda). Didalampenyelenggaraan pemerintahan Magau dibantu oleh LIBU NU MARADIKA (Dewan PemerintahanKerajaan) yang terdiri dari: MADIKA MATUA (Ketua Dewan Kerajaan/Perdana Menteri) bersamaPUNGGAWA (Pengawas Pelaksana Adat/ Urusan Dalam Negeri), GALARA (Hakim Adat), PABICARA(Juru Bicara), TADULAKO (Urusan Keamanan/ Panglima Perang) dan SABANDARA (Bendahara danUrusan Pelabuhan).Disamping dewan Libu nu Maradika, juga ada LIBU NTO DEYA (Dewan Permusyawaratan Rakyat) yangmerupakan perwakilan Rakyat berbentuk KOTA PITUNGGOTA (Dewan yg Mewakili Tujuh PenjuruWilayah) atau KOTA PATANGGOTA (Dewan yg Mewakili Empat Penjuru Wilayah). Bentuk KotaPitunggota atau Kota Patanggota berdasarkan luasnya wilayah kerajaan yang memiliki banyaknyaperwakilan Soki (kampung)dari beberapa penjuru. Ketua Kota Pitunggota atau Kota Patanggota disebutBALIGAU. Strata sosial masyarakat Kaili dahulu mengenal adanya beberapa tingkatan yaituMADIKA/MARADIKA, (golongan keturunan raja atau bangsawan),TOTUA NUNGATA (golonganketurunan tokoh-tokoh masyarakat), TO DEA (golongan masyarakat biasa), dan BATUA (golonganhamba/budak).Pada zaman sebelum penjajahan Belanda, daerah Tanah Kaili mempunyai beberapa raja-raja yangmasing2 menguasai daerah kekuasaanya, seperti Banawa, Palu, Tavaili, Parigi, Sigi dan Kulavi. Raja-raja tersebut mempunyai pertalian kekeluargaan serta tali perkawinan antara satu dengan lainnya,dengan maksud untuk mencegah pertempuran antara satu dengan lainnya serta mempereratkekerabatan.Pada saat Belanda masuk kedaerah Tanah Kaili, Belanda mencoba mengadu domba antara raja yangsatu dengan raja lainnya agar mempermudah Belanda menguasai seluruh daerah kerajaan di Tanah kaili.Tetapi sebagian besar daripada raja-raja tersebut melakukan perlawanan terhadap tentara Belanda,mereka bertempur dan tidak bersedia dijajah Belanda. Tetapi dengan kelicikan Belanda setelahmendapat bala bantuan dari Jawa akhirnya beberapa raja berhasil ditaklukan, bahkan ada diantaranyayang ditangkap dan ditawan oleh Belanda kemudian dibuang ke Pulau Jawa.Beberapa alat senjata perang yang digunakan oleh suku Kaili diantaranya : Guma (sejenis parang),Pasatimpo (sejenis keris), Toko (tombak), Kanjai (tombak trisula), Kaliavo (perisai).

4. Nilai-Nilai Budaya

Sebagaimana suku-suku lainnya diwilayah persada Nusantara, Suku Kaili juga mempunyai adat istiadatsebagai bagian kekayaan budaya didalam kehidupan sosial, memiliki Hukum Adat sebagai aturan dannorma yang harus dipatuhi, dan mempunyai aturan sanksi dalam hukum adat serta kearifan lokal yangmelingkupi kehidupan penduduk suku Kaili.Salah satu nilai kehidupan yang berbunyi nilinggu mpo taboyo merupakan manifestasi keakrabanhubungan kekerabatan. Pada hakikatnya nilai ini dapat diartikan sebagai suatu sikap hidup yang tidakmenginginkan adanya jarak atau perbedaan yang dalam antara sesama kerabat, dalam hal ini perbedaan kaya dan miskin. Biasanya mereka yang tergolong mampu atau berkecukupan dalam hidup selalumenolong kerabatnya agar dapat hidup lebih layak.Terdapat pula nilai yang dapat menunjukkan kesetiakawanan atau solidaritas dengan sesamanya, yaitunilai gotong royong (nolunu). Nilai hidup ini merupakan realisasi kebersamaan mereka dalammenghadapi suatu kerja, yang manifestasinya dapat terlihat dalam segala aktivitas hidup sehari-hari,seperti bantu-membantu dalam suatu pekerjaan besar yang membutuhkan banyak tenaga kerja, memberipertolongan kepada keluarga yang sedang dirundung musibah, serta kegiatan-kegiatan lainnya yangakan lebih cepat terselesaikan jika dikerjakan bersama-sama.

5. Kesimpulan

Suku Kaili adalah suku bangsa di Indonesia yang secara turun-temurun tersebar mendiami sebagianbesar dari Provinsi Sulawesi Tengah, Suku Kaili mengenal lebih dari dua puluh bahasa yang masih hidupdan dipergunakan dalam percakapan sehari-hari. Uniknya, di antara kampung yang hanya berjarak 2 kmkita bisa menemukan bahasa yg berbeda satu dengan lainnya. Mata pencaharian utama masyarakat Kili adalah bercocok tanam disawah,diladang dan menanamkelapa. Disamping itu masyarakat suku Kaili yang tinggal didataran tinggi mereka juga mengambil hasilbumi dihutan seperti rotan,damar dan kemiri, dan beternak. Sedang masyarakat suku Kaili yang dipesisir pantai disamping bertani dan berkebun, mereka juga hidup sebagai nelayan dan berdagang antar pulauke kalimantan. Makanan asli suku Kaili pada umumnya adalah nasi, karena sebagian besar tanahdataran dilembah Palu, Parigi sampai ke Poso merupakan daerah persawahan.Sebagaimana suku-suku lainnya diwilayah persada Nusantara, Suku Kaili juga mempunyai adat istiadatsebagai bagian kekayaan budaya di dalam kehidupan sosial, memiliki Hukum Adat sebagai aturan dan norma yang harus dipatuhi, serta mempunyai aturan sanksi dalam hukum adat. Hubungan kekerabatan masyarakat suku Kaili sangat nampak kerjasama pada kegiatan-kegiatan pesta adat, kematian,perkawinan dan kegiatan bertani yang disebut SINTUVU (kebersamaan/gotong royong).

 

DI SUSUN OLEH: WAHYU DERMAWAN

B20121034

PRONGRAM STUDI SOSIOLOGI

UNIVERSITAS TADULAKO

TAHUN AKADEMIK 2021/2022


۞ الحمد لله ربّ العٰلمين ۞

-------------------------------------------------------------

0 comments:

Posting Komentar

۞ PETA LOKASI Wilayah ۞
۞ MEDIA - SOSIAL ۞