PEMBAHASAN
1.
Sejarah Suku Kaili
Suku Kaili adalah salah satu suku bangsa yang mendiami lembah Palu.
Atau bisa disebut juga sebagaisuku asli lembah Palu. Kawasan Lembah Palu dan
sekitarnya beberapa abad yang lampau merupakandataran air sungai Palu, dan
merupakan suatu wilayah yang menjadi ciri khas kebudayaan danpemerintahan.
Adapun lembah Palu ( saat ini dikenal dengan kecamatan Palu Timur dan Palu
Barat,kelurahan Tondo, Petobo, dan kecamtan Marawola) adalah merupakan bagian
dari kerajaan Palu yangdahulu masuk dalam lingkungan kerajaan Gowa. Ada
sejumlah versi mengenai asal-usul nama suku “Kaili” ini. Secara kebahasaan,
kata kaili berasal darinama pohon. Pohon kaili ini tumbuh subur di tepi sungai
Palu dan teluk Palu. Pada zaman dulu, tepipantai Teluk Palu letaknya menjorok
kurang lebih 34 km dari letak pantai sekarang, yaitu di KampungBangga. Sebagai
buktinya, di daerah Bobo sampai ke Bangga banyak ditemukan karang dan
rerumputanpantai/laut. Bahkan di sana ada sebuah sumur yang airnya pasang pada
saat air di laut sedang pasangdemikian juga akan surut pada saat air laut
surut.Berdasarkan cerita daerah setempat, di dekat kampung Bangga tumbuh
menjulang pohon kaili yangsering dijadikan panduan bagi para pelaut dalam
menentukan arah menuju pelabuhan Banggai.
2. Deskripsi Lokasi Suku
Kaili adalah suku bangsa di
Indonesia yang secara turun-temurun tersebar mendiami sebagianbesar dari
Provinsi Sulawesi Tengah, khususnya wilayah Kabupaten Donggala, Kabupaten Sigi,
dan KotaPalu, di seluruh daerah di lembah antara Gunung Gawalise, Gunung
Nokilalaki, Kulawi, dan GunungRaranggonau. Mereka juga menghuni wilayah pantai
timur Sulawesi Tengah, meliputi Kabupaten Parigi-Moutong, Kabupaten Tojo-Una
Una dan Kabupaten Poso. Masyarakat suku Kaili mendiamikampung/desa di Teluk
Tomini yaitu Tinombo, Moutong, Parigi, Sausu, Ampana, Tojo dan Una Una,sedang
di Kabupaten Poso mereka mendiami daerah Mapane, Uekuli dan pesisir Pantai
Poso.
3. Unsur Kebudayaan
a. Bahasa
Bahasa Suku Kaili mengenal lebih dari 20 bahasa yang masih hidup dan
dipergunakan dalam percakapan sehari-hari. Namun, suku Kaili tetap memilki
lingua franca ( bahasa pemersatu), mereka menyebutnya sebagaibahasa “Ledo” yang
artinya “Tidak”. Bahasa Ledo ini dapat digunakan untuk berkomunikasi
denganbahasa-bahasa Kaili lainnya. Bahasa Ledo yang asli (belum dipengaruhi
bahasa para pendatang) masihditemukan di sekitar Raranggonau dan Tompu.
Sementara, bahasa Ledo yang dipakai di daerah kotaPalu, Biromaru, dan
sekitarnya sudah terasimilasi dan terkontaminasi dengan beberapa bahasa
parapendatang terutama bahasa Bugis dan bahasa Melayu.Bahasa-bahasa yang masih
dipergunakan dalam percakapan sehari-hari, yaitu bahasa Tara (Talise,Lasoani,
Kavatuna dan Parigi), bahasa Rai (Tavaili sampai ke Tompe), bahasa Doi
(Pantoloan danKayumalue); bahasa Unde (Ganti, Banawa, Loli, Dalaka, Limboro,
Tovale dan Kabonga), bahasa Ado(Sibalaya, Sibovi, Pandere) bahasa Edo (Pakuli,
Tuva), bahasa Ija (Bora, Vatunonju), bahasa Da’a(Jono’oge), bahasa Moma
(Kulavi), dan bahasa Bare’e (Tojo, Unauna dan Poso). Semua kata dasar bahasa
tersebut berarti “tidak”.
b.Sistem Teknologi-
Sistem Teknologi Transportasi dan
KomunikasiDi abad sekaliber dan se-modern saat ini, ada beberapa suku Kaili
yang masih sangat tertinggal denganakses teknologi modern karena kehidupan
masyarakat yang terasing dan terisolasi dari peradabanmodern. Disamping kondisi
desa penduduk Kaili dengan perbukitannya yang terjal dan sulitnya
medan,transportasi untuk sampai ke desa ini terbilang sulit didapat. Untuk
mencapai desa ini hanya bisa denganmenggunakan sepeda motor (ojek) dari kota
Palu (Ibu Kota Provinsi Sulawesi Selatan) yang jaraknyakurang lebih 80 km,
ditambah berjalan kaki sejauh 10 km menapaki bukit terjal.Suku Kaili yang hidup
dipedalaman atau dikawasan hutan mereka tidak memilki akses teknologiselayaknya
suku Kaili yang tinggal di daerah pinggir kota. Akan tetapi mereka masih tetap
memilki alat tradisional
berupa gerobak yang mereka simpan dibawah tempat tidur mereka.- Peralatan
upacaraSuku Kaili memiliki beberapa upacara adat tertentu, diantaranya adalah
upacara adat pengobatan untukibu yang sedang hamil (Novero). Peralatan upacara
yang harus dipersiapkan adalah: Suampela, sebuahtempat penyimpanan sesajian
yang dibuat dari kayu bertiang tiga. Pada bagian atas dibuat sebuahanyaman dari
ranting bambu atau kayu tempat sesajian itu disimpan. Kulili, yaitu kayu yang
dibuatberbentuk parang dan diberi warna belang hitam putih. Ose ragi, yaitu
beras yang sudah diberi warna-warni. Pekaolu nuvayo, yaitu tempat berlindungnya
bayangan. Tujuan pembuatannya dalah sebagaitempat roh berlindung bila mendapat
gangguan makhlus halus. Toge, adalah peralatan upacara yangberbentuk tombak dan
kuda berkepala dua yang dibuat dari janur. Tuvu mbuli. Mbara-mbara (
barangperhiasan/ pakaian adat). Mbara-mbara terdiri dari: vuya (sarung), baju
dan bulava (emas). Dulapulangga, (dulang berkaki), alat ini digunakan sebagai
tempat menyimpan mbara-mbara. Banjampangana (mayang pinang). Serta daun dan
bunga yang wangi seperti : bunga Mbalu, daun pandan,Tamadi dan Tulasi.Upacara
adat kematian (molumu) ialah masa menyemayamkan jenazah, di mana mayat disimpan
dalampeti kayu yang tertutup rapi. Adapun perlengkapan selama upacara molumu
ialah: peti mayat (lumu);kipas (vara); dekorasi, semacam janur yang dibuat dari
daun pandan dan bunga kemboja, yang dijadikanpenghias lumu (peti mayat) serta
mayang pinang dan daun-daun kelapa. Perlengkapan lainnya ialah :ula-ula,
jajaka, gimba (gendang), pekabalu (kain pengikat kepala), kepala manusia, dan
payung.Upacara Naik Ayunan (Nosaviraka Ritora) yang dilakukan untuk seorang
bayi agar terhindar darigangguan makhluk halus dan dari kakak-kakaknya yang
masih nakal. Upacara ini berlangsung dalamrumah, dan diperlengkapi dengan
bahan-bahan upacara antara lain 4 macam makanan dari beras ketan,masing-masing
disimpan di bawah ayunan, tengah rumah, satu baki untuk bagian dukun dan satu
bakilagi untuk pangolo nu ngana kodi (bagian untuk bayi). Ada pula vati dalam
keluarga pada masyarakat Kaili yang mengadakan upacara Nompesuvuki
ngana(mengunjungi anak) yaitu suatu upacara di mana dari pihak nenek perempuan
dari ayah sang bayimengadakan kunjungan kepada bayi dengan satu upacara
tertentu pula. Upacara ini bertujuan agar anaktidak berpenyakit mata (nageri),
suka menangis (marenge), dan berwatak jorok (matontoru). Peralatanyang
digunakan adalah sejumlah bahan makanan dan keperluan dapur, seperti makanan
dan sayur masing-masing satu belanga, kayu api, sagu, beras, pisang satu sisir,
dan daun pisang 7 lembar. Alat-alat dapur antara lain tavolo (alat peniup api
yang dibuat dari bambu), supi (penjepit arang api), sendoknasi, dan sayur
masing-masing satu buah.Upacara selamatan kandungan pada masa hamil pertama
(Nolama Tai) dengan menggunakan peralatanupacara berupa mantale njaka (upacara
sesajian) dari sejumlah bahan makanan dan bahan-bahanperlengkapan adat lainnya.
Materi-materi yang dipersiapkan di sini ialah punti jaka (pisang rebus),
kolukunikou (kelapa parut), marisa nete (lombok kecil), hati kerbau yang sudah
dibakar (sate), nasi masak, dandarah kambing/ayam yang disembelih. Benda-benda
adat lainnya ialah sabala mesa (1 lembar sarungtenunan zaman dulu), samata doke
(satu mata tombak), somata tinggora (satu mata tombak yangberakit), tatalu
suraya ada (tiga piring adat), tatalu tubu (tiga buah mangkok), sang dula (satu
dulangtempat penyimpanan barang-barang tersebut di atas).Upacara Masa
Kanak-kanak pada Suku Kaili (Nosuna / khitan). Upacara ini sudah menjadi adat
dantradisi di kalangan masyarakat Kaili sejak masuknya Islam hingga dewasa ini,
secara turun temurun.Upacara nosuna (khitan) dilaksanakan pada anak laki-laki
dan perempuan. Namun pada bahagian inihanya diuraikan khusus pada upacara
nosuna bagi anak laki-laki yang dilakukan menjelang anakberumur sekitar 7
sampai 8 tahun, yaitu pada anak-anak yang belum memasuki puber atau
balig(nabalego).- Alat MusikPeralatan musik tradisional suku Kaili terbuat dari
bahan alam. Salah satu peralatan musik suku Kailiadalah “Kakula”. Namun jauh
sebelum alat musik ini masuk, daerah ini sudah mengenal alat musik yangterbuat
dari kayu yang pipih dengan panjang kira-kira 60 cm dan tebal 2 cm serta lebar
5 sampai 6 cmdisesuaikan dengan nada. Alat musik tersebut juga sering mereka
katakan sebagai gamba-gamba.Gamba-gamba kayu adalah salah satu bentuk embrio
atau awal dari musik kakula karena nada yang adapada musik kakula yang terbuat
dari tembaga/kuningan persis dengan nada yang ada pada gamba-gamba atau Musik
Kakula Kayu.Dan alat musik lainnya seperti Lalove (serunai), nggeso-nggeso
(rebab berdawai dua), gimba (gendang), gamba-gamba (gamelan datar/kecil),
goo(gong), dan suli (suling).
c. Sistem Mata Pencaharian
Suku Kaili penduduk asli Sulawesi Tengah adalah sebagai penduduk agraris.
Suku Kaili memilki matapencaharian sebagai petani, yang bercocok tanam di
sawah, diladang dan menanam kelapa. Disampingitu masyarakat suku Kaili yang
tinggal didataran tinggi mereka juga mengambil hasil bumi dihutan
sepertirotan,damar dan kemiri, dan beternak. Sedang masyarakat suku Kaili yang
dipesisir pantai disampingbertani dan berkebun, mereka juga hidup sebagai
nelayan dan berdagang antar pulau ke kalimantan.Makanan asli suku Kaili pada
umumnya adalah nasi, karena sebagian besar tanah dataran dilembahPalu, Parigi
sampai ke Poso merupakan daerah persawahan. Kadang pada musim paceklik
masyarakatmenanam jagung, sehingga sering juga mereka memakan nasi dari beras
jagung (campuran beras dan jagung giling). Alat pertanian suku Kaili
diantaranya : pajeko (bajak), salaga (sisir), pomanggi,
pandoli(linggis),Taono(parang); alat penangkap ikan diantaranya: panambe, meka,
rompo, jala dan tagau..
d. Sistem Mata Pencaharian
Suku Kaili penduduk asli Sulawesi Tengah adalah sebagai penduduk agraris.
Suku Kaili memilki matapencaharian sebagai petani, yang bercocok tanam di
sawah, diladang dan menanam kelapa. Disampingitu masyarakat suku Kaili yang
tinggal didataran tinggi mereka juga mengambil hasil bumi dihutan
sepertirotan,damar dan kemiri, dan beternak. Sedang masyarakat suku Kaili yang
dipesisir pantai disampingbertani dan berkebun, mereka juga hidup sebagai
nelayan dan berdagang antar pulau ke kalimantan.Makanan asli suku Kaili pada
umumnya adalah nasi, karena sebagian besar tanah dataran dilembahPalu, Parigi
sampai ke Poso merupakan daerah persawahan. Kadang pada musim paceklik
masyarakatmenanam jagung, sehingga sering juga mereka memakan nasi dari beras
jagung (campuran beras dan jagung giling).
e. Sistem Pengetahuan
Suku Kaili banyak mendiami tempat-tempat dan daerah-daerah yang berbeda
dikawasan SulawesiTengah, diantara sekian banyak masyarakat suku Kaili terdapat
sebuah rumpun masyarakat suku Kailiyang dikenal dengan suku Kaili Da’a yang
berbahasa Da’a di Jono’oge Sulawesi Tengah.Hingga di abad teknologi muktahir
yang berkembang pesat di kota-kota dimana kita tinggal, Orang KailiDa’a ini
tidak pernah mengadopsi satu bagian pun dari kemajuan teknologi itu. Anak-anak
merekabertumbuh apa adanya dengan pengetahuan yang minim yang tak lebih dari
miskinnya peradabankebudayaan Kaili. Kesulitan akses ini yang menjadikan mereka
tetap terasing dan nyaris terisolasi dariperadaban modern.
f. Sistem Kesenian
Salah satu kerajinan masyarakat suku Kaili adalah menenun sarung. Ini
merupakan kegiatan para wanitadidaerah Wani,Tavaili, Palu, Tipo dan Donggala.
Sarung tenun ini dalam bahasa Kaili disebut Buya Sabetetapi oleh masyarakat
umum sekarang dikenal dengan Sarung Donggala. Jenis Buya Sabe inipunmempunyai
nama-nama tersendiri berdasarkan motif tenunannya, seperti Bomba, Subi atau
Kumbaja.Demikian juga sebutan warna sarung Donggala didasarkan pada warna
alam,seperti warnaSesempalola / kembang terong (ungu), Lei-Kangaro/merah betet
(merah-jingga), Lei-pompanga (merahludah sirih).Didaerah Kulawi masih ditemukan
adanya pembuatan bahan pakaian yang diproses dari kulit kayu yangdisebut
Katevu. Pakaian dari kulit Kayu Katevu ini sebagian besar dipakai oleh para
wanita dalam bentukrok dan baju adat.
g. Religi
Sebagian besar dari mereka sudah memeluk agama Islam terutama yang menetap
di daerah pantai,sedangkan mereka yang tinggal di daerah pedalaman menganut
agama Kristen atau kepercayaan nenekmoyang. Mayoritas penduduknya beragama
Islam.Di samping penduduk asli suku Kaili, di Sulawesi Tengah juga terdapat
suku bangsa pendatang, seperti orang Bugis dari selatan serta orang Gorontalo
dan Minahasa dari sebelah utara.Hubungan dengan suku-suku bangsa yang berasal
dari Sulawesi Selatan membawa pengaruh puladalam hal agama, dalam hal ini agama
Islam yang menjadi agama mayoritas penduduk SulawesiSelatan. Bukti sejarah
menyatakan bahwa masuknya agama Islam ke Sulawesi Tengah berasal daridaerah
Minangkabau melalui Makassar, yang dibawa oleh seorang mubalig pada saat
sedangberdagang. Diperkirakan masuknya agama Islam ke Sulawesi Tengah pada abad
XVII, yang mana saatitu penduduk setempat masih memeluk kepercayaan nenek
moyang yaitu animisme dan dinamisme.Namun, kepercayaan animisme dan dinamise
serta kepercayaan-kepercayaan lainnya sepertikepercayaan terhadap orang yang
memiliki ilmu hitam dan dapat membunuh musuhnya dengan kekuatanroh jahatnya,
percaya akan adanya makhluk-makhluk halus yang mendiami dan menguasai .
h.PemerintahanPemerintahan pada masa dahulu, sudah dikenal adanya struktur
organisasi pemerintahan di dalam suatuKerajaan (KAGAUA) dikenal adanya MAGAU
(Raja), MADIKA MALOLO (Raja Muda). Didalampenyelenggaraan pemerintahan Magau
dibantu oleh LIBU NU MARADIKA (Dewan PemerintahanKerajaan) yang terdiri dari:
MADIKA MATUA (Ketua Dewan Kerajaan/Perdana Menteri) bersamaPUNGGAWA (Pengawas
Pelaksana Adat/ Urusan Dalam Negeri), GALARA (Hakim Adat), PABICARA(Juru
Bicara), TADULAKO (Urusan Keamanan/ Panglima Perang) dan SABANDARA (Bendahara
danUrusan Pelabuhan).Disamping dewan Libu nu Maradika, juga ada LIBU NTO DEYA
(Dewan Permusyawaratan Rakyat) yangmerupakan perwakilan Rakyat berbentuk KOTA
PITUNGGOTA (Dewan yg Mewakili Tujuh PenjuruWilayah) atau KOTA PATANGGOTA (Dewan
yg Mewakili Empat Penjuru Wilayah). Bentuk KotaPitunggota atau Kota Patanggota
berdasarkan luasnya wilayah kerajaan yang memiliki banyaknyaperwakilan Soki
(kampung)dari beberapa penjuru. Ketua Kota Pitunggota atau Kota Patanggota
disebutBALIGAU. Strata sosial masyarakat Kaili dahulu mengenal adanya beberapa
tingkatan yaituMADIKA/MARADIKA, (golongan keturunan raja atau bangsawan),TOTUA
NUNGATA (golonganketurunan tokoh-tokoh masyarakat), TO DEA (golongan masyarakat
biasa), dan BATUA (golonganhamba/budak).Pada zaman sebelum penjajahan Belanda,
daerah Tanah Kaili mempunyai beberapa raja-raja yangmasing2 menguasai daerah
kekuasaanya, seperti Banawa, Palu, Tavaili, Parigi, Sigi dan Kulavi. Raja-raja
tersebut mempunyai pertalian kekeluargaan serta tali perkawinan antara satu
dengan lainnya,dengan maksud untuk mencegah pertempuran antara satu dengan
lainnya serta mempereratkekerabatan.Pada saat Belanda masuk kedaerah Tanah
Kaili, Belanda mencoba mengadu domba antara raja yangsatu dengan raja lainnya
agar mempermudah Belanda menguasai seluruh daerah kerajaan di Tanah
kaili.Tetapi sebagian besar daripada raja-raja tersebut melakukan perlawanan
terhadap tentara Belanda,mereka bertempur dan tidak bersedia dijajah Belanda.
Tetapi dengan kelicikan Belanda setelahmendapat bala bantuan dari Jawa akhirnya
beberapa raja berhasil ditaklukan, bahkan ada diantaranyayang ditangkap dan
ditawan oleh Belanda kemudian dibuang ke Pulau Jawa.Beberapa alat senjata
perang yang digunakan oleh suku Kaili diantaranya : Guma (sejenis
parang),Pasatimpo (sejenis keris), Toko (tombak), Kanjai (tombak trisula),
Kaliavo (perisai).
4. Nilai-Nilai Budaya
Sebagaimana suku-suku lainnya diwilayah persada Nusantara, Suku Kaili juga
mempunyai adat istiadatsebagai bagian kekayaan budaya didalam kehidupan sosial,
memiliki Hukum Adat sebagai aturan dannorma yang harus dipatuhi, dan mempunyai
aturan sanksi dalam hukum adat serta kearifan lokal yangmelingkupi kehidupan
penduduk suku Kaili.Salah satu nilai kehidupan yang berbunyi nilinggu mpo
taboyo merupakan manifestasi keakrabanhubungan kekerabatan. Pada hakikatnya
nilai ini dapat diartikan sebagai suatu sikap hidup yang tidakmenginginkan adanya
jarak atau perbedaan yang dalam antara sesama kerabat, dalam hal ini perbedaan kaya
dan miskin. Biasanya mereka yang tergolong mampu atau berkecukupan dalam hidup
selalumenolong kerabatnya agar dapat hidup lebih layak.Terdapat pula nilai yang
dapat menunjukkan kesetiakawanan atau solidaritas dengan sesamanya, yaitunilai
gotong royong (nolunu). Nilai hidup ini merupakan realisasi kebersamaan mereka
dalammenghadapi suatu kerja, yang manifestasinya dapat terlihat dalam segala
aktivitas hidup sehari-hari,seperti bantu-membantu dalam suatu pekerjaan besar
yang membutuhkan banyak tenaga kerja, memberipertolongan kepada keluarga yang
sedang dirundung musibah, serta kegiatan-kegiatan lainnya yangakan lebih cepat
terselesaikan jika dikerjakan bersama-sama.
5. Kesimpulan
Suku Kaili adalah suku bangsa di Indonesia yang secara turun-temurun
tersebar mendiami sebagianbesar dari Provinsi Sulawesi Tengah, Suku Kaili
mengenal lebih dari dua puluh bahasa yang masih hidupdan dipergunakan dalam
percakapan sehari-hari. Uniknya, di antara kampung yang hanya berjarak 2 kmkita
bisa menemukan bahasa yg berbeda satu dengan lainnya. Mata pencaharian utama
masyarakat Kili adalah bercocok tanam disawah,diladang dan menanamkelapa.
Disamping itu masyarakat suku Kaili yang tinggal didataran tinggi mereka juga
mengambil hasilbumi dihutan seperti rotan,damar dan kemiri, dan beternak.
Sedang masyarakat suku Kaili yang dipesisir pantai disamping bertani dan
berkebun, mereka juga hidup sebagai nelayan dan berdagang antar pulauke
kalimantan. Makanan asli suku Kaili pada umumnya adalah nasi, karena sebagian
besar tanahdataran dilembah Palu, Parigi sampai ke Poso merupakan daerah
persawahan.Sebagaimana suku-suku lainnya diwilayah persada Nusantara, Suku
Kaili juga mempunyai adat istiadatsebagai bagian kekayaan budaya di dalam
kehidupan sosial, memiliki Hukum Adat sebagai aturan dan norma yang harus
dipatuhi, serta mempunyai aturan sanksi dalam hukum adat. Hubungan kekerabatan masyarakat
suku Kaili sangat nampak kerjasama pada kegiatan-kegiatan pesta adat,
kematian,perkawinan dan kegiatan bertani yang disebut SINTUVU
(kebersamaan/gotong royong).
DI SUSUN OLEH: WAHYU DERMAWAN
B20121034
PRONGRAM STUDI SOSIOLOGI
UNIVERSITAS TADULAKO
TAHUN AKADEMIK 2021/2022
0 comments:
Posting Komentar