Yayasan Sikola Mombine dan Wahana
Visi Indonesia (WVI) menggandeng lembaga adat di Sulawesi Tengah (Sulteng),
khususnya di Kabupaten Sigi, Donggala, dan Kota Palu, dalam upaya mencegah
perkawinan usia anak di daerah ini.
"Perkawinan usia anak masih
menjadi tantangan serius di Sulawesi Tengah, termasuk di Palu, Sigi, dan
Donggala. Untuk itu kami menggelar lokakarya pencegahan perkawinan usia anak
dalam perspektif adat untuk memperkuat upaya pencegahan secara kontekstual dan
berkelanjutan," kata Program Manajer Perlindungan Anak Yayasan Sikola
Mombine Fiani Risky di Palu, Selasa.
Ia menjelaskan perkawinan usia
anak masih menjadi persoalan serius yang menghambat pemenuhan hak anak dan
pencapaian pembangunan berkelanjutan. Hal itu berdampak negatif terhadap aspek
kesehatan, pendidikan, perlindungan hukum, hingga kesejahteraan sosial anak,
khususnya anak perempuan.
Anak yang menikah di usia dini rentan mengalami kehamilan berisiko, putus sekolah, kekerasan dalam rumah tangga, serta kemiskinan berkelanjutan.
Berdasarkan data Badan Pusat
Statistik (BPS) tahun 2022, Sulawesi Tengah menempati peringkat kelima dengan
tingkat perkawinan usia anak tertinggi di Indonesia, dengan mencapai 12,65
persen.
Menurut dia, nilai dan tradisi adat
memiliki peran besar dalam membentuk persepsi masyarakat terhadap usia ideal
perkawinan.
Ia mengatakan adat menyimpan
potensi besar untuk menjadi bagian dari solusi, banyak norma dan praktik lokal
yang mengandung nilai-nilai perlindungan dan kesejahteraan bagi generasi muda.
"Untuk itu forum ini
bertujuan untuk menyamakan persepsi terkait pencegahan perkawinan usia anak
yang berfokus pada lembaga adat," katanya.
Ia mengatakan pendekatan berbasis
budaya dan lokalitas dengan keterlibatan tokoh adat dapat memperkuat upaya
pencegahan perkawinan usia anak secara lebih kontekstual dan berkelanjutan.
"Melalui kegiatan ini kami
juga membuat rekomendasi dan menyusun rencana aksi yang melibatkan tokoh adat,
tokoh agama, pemerintah, lembaga swadaya masyarakat untuk bersama-sama
berkolaborasi dalam mencegah perkawinan anak, khusus di Kota Palu, Kabupaten
Sigi, dan Donggala," ujarnya.
Sementara itu Area Program
Manajer WVI Sulteng Agustinhs Polabi mengatakan lokakarya untuk menyelaraskan
semangat dan pemahaman dalam mencegah perkawinan anak.
"Hal ini karena selama ini
masih kurang ruang diskusi bersama dengan lembaga adat terkait pencegahan
perkawinan usia anak," ujarnya.
Melalui kegiatan ini, kata dia, diharapkan terbentuknya pemahaman menyeluruh dari tokoh adat mengenai isu perkawinan usia anak dari perspektif sosial, hukum, dan kesehatan.
Ia juga mengharapkan terbentuknya
rencana aksi lokal pencegahan perkawinan anak yang berbasis adat, seperti
melalui peraturan desa terkait hukum-hukum adat untuk mencegah perkawinan anak.
Sementara itu Dewan Pakar Badan
Musyawarah Adat Sulteng Suaib Djafar menyampaikan apresiasi terhadap Yayasan
Sikola Mombine dan WVI yang telah melibatkan lembaga adat dalam upaya mencegah
perkawinan usia anak.
Menurut dia, forum ini menjadi
ruang untuk mengindentifikasi nilai-nilai adat yang dapat mendukung pencegahan
perkawinan anak.
"Ada tiga pilar yang menjadi
penting, yakni pemerintah, tokoh agama dan tokoh adat. Oleh karena itu kami
mengharapkan melalui kegiatan ini dapat menghasilkan rekomendasi tindak lanjut
bersama kepada pemerintah daerah tentang bagaimana bersama-sama mengambil peran
dalam pencegahan ini," ujarnya.
Dengan langkah ini, kata dia,
selanjutnya Badan Musyawarah Adat juga akan melakukan sosialisasi nilai-nilai
adat dalam mendukung perlindungan anak dan pencegahan perkawinan anak melalui
forum adar dan kegiatan desa.
Lokakarya tersebut melahirkan
empat rekomendasi rencana aksi sebagai komitmen dan tanggung jawab bersama
dalam mencegah perkawinan anak dan melindungi anak sebagai generasi penerus
bangsa.
Sumber : DISINI
0 comment:
Posting Komentar