TOMALANGGAI
"Tomalanggai" adalah
sebuah diksi yang mengurai prinsip kepemimpinan pada masyarakat kaili, Diksi
ini merupakan penggalan kata "toma" yang berarti "bapak atau
ayah" dan "langgai" yang berarti laki-laki sehingga secara
harfiah "Tomalanggai" berarti bapak laki-laki.
"Tomalanggai" adalah
ciri peran patriarkat yang menjadi acuan sikap dan perilaku yang menandai
tampilan seorang pemimpin pada masyarakat Kaili.
Secara psikologis,
"Tomalanggai" menggambarkan kualitas personal pada sikap dan perilaku
yang menampilkan semangat, keberanian, kekuatan, yang terpancar dari kharisma
dan kewibawaan berdasarkan ciri maskulinitas yang kuat.
Bagi To Kaili, terdapat keyakinan
bahwa jika seorang yang memegang kekuasaan tertinggi atau menjadi pemimpin
masyarakat harus menampilkan semangat, keberanian, kekuatan, yang terpancar
dari kharisma, sehingga segala masalah yang terkait kepentingan masyarakat
dapat digantungkan kepadanya.
Dalam mitologi To Kaili,
"Tomalanggai" awalnya merupakan penyebutan atau gelar yang di
sematkan pada seorang pemimpin suku dalam satuan kehidupan kelompok teritori
kekerabatan yang memiliki keberanian dalam mengalahkan orang atau kelompok
lain. Dengan keberanian dan kekuatan yang dimiliki maka seluruh pengikut atau
masyarakat tunduk dan taat kepadanya . Kemampuan dalam mengalahkan kelompok
lain juga membentuk sikap kediktatoran dalam pelaksanaan kepemimpinan, namun
dengan terjadinya perkawinan "Tomalanggai" dengan
"Tomanuru" mempengaruhi terhadap perubahan perilaku maupun sikap "Tomalanggai"
yang semula diktator berubah menjadi bijaksana. "Tomanuru" yang
diyakini sebagai penjelmaan seorang dewi yang keluar dari "Bolo Vatu
Mbulava" (bambu kuning emas) ditakdirkan menjadi isteri
"Tomalanggai" diyakini memberi pengaruh dalam perubahan sikap dan
karakter "tomalanggai" seiring bertambah pula kemampuan ilmu adi daya
dan kesaktian yang dimiliki sehingga "Tomalanggai"di gelari
"Tobaraka" ( Pemimpin yang disegani dan sakti).
Secara genealogis Keberanian dan
kesaktian "Tomalanggai" kemudian menurun pada generasi penerusnya
yang menjadi pemimpin dan berkuasa di tanah Kaili. Pelanjut Kepemimpinan
"tomalanggai" bahkan ada yang bergelar "Tobaraka" yang
diyakini mewarisi sifat-sifat Tomalanggai dengan sifat bijaksana, pemberani dan
sakti.
Sifat-sifat ini menjadi dasar dan
karakter kepemimpinan dalam membentuk Kehidupan masyarakat sehingga keadaan
rakyat semakin mengalami kemajuan. Besarnya kepercayaan dan pengaruh
kepemimpinan tersebut didalam kehidupan masyarakat membuat
"Tomalanggai" memiliki pengaruh luas di masyarakat.
Pengangkatan seorang pemimpin
masyarakat harus berada dalam kerangka untuk melindungi dan mengayomi semua
anggota kelompoknya. Prinsip kepemimipinan "Tomalanggai" inilah yang
secara turun temurun menjadi prinsip kepemimpinan dalam masyarakat kaili. Demikian
juga keberadaan "Tadulako" yang dikenal sebagai panglima perang dalam
dalam sistem pemerintahan adat dianggap mewarisi prinsip kepemimpinan
"Tomalanggai"dalam menjalankan perannya.
Prinsip kepemimpinan
"Tomalanggai" bagi masyarakat Kaili diyakini terdapat pada setiap
diri calon pemimpin masyarakat yang dikodratkan menjadi pemimpin seperti halnya
"Tadulako". Sifat berani dan berwibawa menjadi syarat utama yang
harus dimiliki seseorang yang ditetapkan sebagai pemimpin masyarakat di tanah
Kaili. Pemimpin masyarakat dengan jiwa keperkasaan idealnya mampu mengadopsi
prinsip kepemimpinan "Tomalanggai" yang harus memiliki keberanian,
kewibawaan, kesatria bahkan kesaktian. Dengan demikian perilaku
"Tomalanggai" adalah prinsip yang ditanamkan dan harus dimiliki oleh
seorang calon pemimpin.
Seorang pemimpin dalam masyarakat
yang memiliki prinsip kepemimpinan "tomalanggai" dipastikan dapat
menerapkan nasehat atau petuah ketika menjalankan kepemimpinannya. Nasehat atau
petuah dari para "To Tua Nungata" adalah penjabaran prinsip
kepemimpinan dari perilaku "Tomalanggai" yang senantiasa harus
ditampilkan seorang pemimpin dalam masyarakat terutama dalam menjaga mata,
telinga, mulut, hati, dan otak. Pemaknaan prinsip kepemimpinan tersebut
tersirat pada nasehat bagi seorang calon pemimpin yaitu:
1. "Pakanoto Mata
Mangantoaka", artinya seorang pemimpin harus membaca keadaan dengan
penglihatan mata kepala, mana yang tidak baik, mana yang baik dan mana yang
lebih baik yang akan dilaksanakan untuk perbaikan kehidupan masyarakat serta
sebagai bahan untuk membuat aturan.
2. "Pakanasa Talinga
Mangepe", artinya segala sesuatu yang didengar oleh telinga, harus
dicermati dengan jelas dan nyata, apakah suatu berita yang didengar benar
adanya atau tidak, harus dicari tahu kejelasannya agar tidak menimbulkan fitnah
bagi orang lain serta bisa menimbulkan konflik, karena tidak ada kepastian dan
kebenaran yang didengar.
3. "Pakabelo Sumba
Mojarita", artinya berkata sejujur-jujurnya, tidak boleh menyinggung
perasaan orang lain, berbohong, menghina, menghujat, memfitnah. Berkata jujur
dan menjaga perkataan yang baik akan dapat menciptakan persatuan dan kesatuan
demi terwujudnya perdamaian dan kerukunan didalam masyarakat.
Prinsip yang didasari keberanian
dan kewibawaan menjadi syarat penentu bagi seorang pemimpin di masyarakat.
Dalam setiap proses pergantian kepemimpinan baik di organisasi kemasyarakatan,
lembaga politik, eksekutif maupun legislatif selalu di tandai dengan masuknya
calon-calon pemimpin yang di nilai layak karena kualitas personal harus dapat
mewarisi prinsip kepemimpinan "Tomalanggai". Pemahaman yang tertanam
kuat tentang prinsip kepemimpinan "Tomalanggai" pada masyarakat
Kaili, menjadi kriteria tersendiri yang harus dimiliki seorang pemimpin, karena
persepsi masyarakat dalam menilai kriteria pemimpin masyarakat dapat menjadi
bagian dari pembentukan pemahaman nilai-nilai kepemimpinan yang
terinternalisasi seiring dengan perubahan zaman.
Semoga....
Boyaoge, 2 oktober 2019,
NISBAH
Pemerhati Budaya Kaili
0 comments:
Posting Komentar