Esensi Gerak Tari dan
Nyanyi pada Kesenian adat To Kaili
Pada masyarakat Kaili (to kaili)
kesenian merupakan sebuah aktivitas yang bertujuan utk menghibur, namun esensi
kesenian yang dilaksanakan pada upacara life circle dimaknai sebagai sumber
nasihat dan petunjuk baik dan buruk bagi manusia. Kesenian pada masyarakat
kaili diyakini memiliki daya kesanggupan untuk menegakkan kebaikan utk
kemaslahatan serta daya kekuatan memeberantas kejahatan dan kemunkaran.
Beberapa jenis kesenian yang
lazim dilakukan saat upacara adat dan menandai pelaksanaan upacara life circle
( daur hidup) diantaranya :
1. Rano
Biasa disebut dg No Rano
merupakan nyanyian bersama yang diikuti oleh laki-laki dan perempuan untuk
menyampaikan isi hati nurani rakyat terkait masalah-masalah sosial yang dialami
agar mendapat respon dan penanganan serius oleh magau/raja atau pejabat
negeri/pemerintah. Prosesi Raego lazim dipimpin oleh para ahli hukum dan ahli
sejarah yang mengemukakan berbàgai nasihat dan peringatan untuk ditaati.
Secara spesifik hal-hal yg
terkait permasalahan yg diajukan adalah keamanan rakyat, keamanan
negara/negeri, memperkokoh perdamaian, memperkuat ekonomi, menjaga kesehatan,
memupuk rasa persaudaraan.
Pelaksanaan Rano erat kaitannya
dengan kedudukan Magau/Raja/pemimpin dlm hubungan relasional dgn rakyat dimana
pemimpin idealnya dapat membentuk kehidupan dengan mengedepankan prinsip
kebersamaan, keutuhan, kedamaian bahkan kesejahteran masyarakat agar tercapai
situasi kehidupan dimana "TODEA MATUVU MASIKAPO BO MASAGENA NO POKO
SAMPAPITU" yg berarti " RAKYAT HIDUP MAKMUR DAN SENTOSA BERTUMPU PADA
PRINSIP "SAMPAPITU" (simbol kesatuan hidup yg mengikat kehidupan
Manusia dibawah tujuh lapis langit dan tujuh wilayah keadatan
"pitunggota")
2. Raego
Adalah aktivitas bernyanyi bersama
yang melibatkan para muda-mudi dengan disertai syair dan irama gembira yang
mengiringi. Isi syair mengungkapkan rasa cinta disertai ketulusan dan kesopanan
agar wanita pujaan hati berkenan utk hidup bersama kelak dalam rumah tangga yg
penuh kehormàtan dan keharmonisan, terkadang syair juga berisi penyampaian
pinangan yg disampaikan terhadap orang tua perempuan calon isteri.
Di sela beberapa gerakàn raego
diakhiri dengan "nerengge" yang merupakan tempik sorak dengan suara
lengking yg di keluarkan secara bersama, maksud dari "nerengge"
adalah isi syair pernyataan tentang kesanggupan tanpa keraguan yang disampaikan
dgn mantap, penuh semangat dan penuh keteguhan hati.
Raego memiliki beberapa bentuk
berdasarkan klasifikasi peruntukkannya. Diantaranya adalah Raego Nompaupu Bonde
(Raego Adat) yang dilaksanakan pada saat panen padi yg berhasil baik. Adapula
Raego Taro Pogaa (pompaupu batara) yang dilaksanakan pada saat menutup acàra
duka (berpisah dengan duka) yang menimpa Raja/pemimpin dimaksudkan utk
menghibur masyarakat dari rasa duka yang dalam sehingga masyarakat kembali
bergembira.
3. Enjena
Setiap gerakan rano dan raego
terdapat enjena (tarian) yg memperlihatkan gerakan dengan sikap melangkah maju
secara bersama dalam satu lingkaran besar terdiri laki-laki dan perempuan. Ciri
enjena pada rano adalah lingkaran bundar yg bersambung antara laki-laki dan
perempuan dirapatkan dengan saling berpegangan tangan dgn erat sambil bernyanyi
dgn merdu dlm irama satu kesatuan yg bermakna pada kekuatan dan kekompakkan yg tidak
dapat putuskan dan dipatahkan oleh siapapun, posisi perempuan dan laki-laki yg
saling berhubungan dengan bergandeng tangan dimaknai sebagai penghargaan atas
kehormatan diri masing-masing. Demikian juga antara rakyat dan pemerintah
dimaknai sebagai hubungan saling bersatu padu dan bahu membahu laksana satu
kesatuan tubuh dalam kesatuan sistem.
Adapun ciri enjena pada Raego
menggambarkan pola gerakan yang berpusat pada satu kesatuan sebagai kesanggupan
untuk mempertahankan kehormatan masing-masing sampai pada kehormatan dalam
rangka membangun rumah tangga. Pada saat melakukan gerakan atau tarian berputar
posisi dan sikap laki-laki akan "nekalu" yaitu meletakkan tangan
kanannya di atas bahu kanan perempuan sedangkan perempuan menampilkan sikap "kalua"
posisi dimana perempuan di lingkari oleh tangan laki-laki pasangannya sambil
kedua tangan perempuan di letakkan secara menyilang diatas dadanya dalam posisi
memeluk dada yang merupakan bentuk dari sikap kewaspadaan menjaga kehormatan
dirinya. Pilihan untuk bergandengan tangan dengan pasangan merupakan cara
menyampaikan ke khayalak/umum bahwa keduanya telah siap memasuki kehidupan
rumah tangga.
Gerakan Rano dan Raego secara
keseluruhan dilakukan dengan membentuk lingkaran antara laki-laki dan perempuan
kemudian berputar lalu diselingi beberapa langkah maju dan ketika ada
"renggena" berarti tanda nyanyian telah berakhir yang kemudian
ditutup dengan gerakan " No Odu" yaitu gerakan berjongkok dan menekuk
lutut, pada posisi ini perempuan lalu duduk sejenak di atas lutut laki-laki
pasanganya. Ini merupakan bentuk gerakan perlindungan perempuan oleh pasanganya
jika ada gangguan dari gerakan "norengge".
Gerakan"norengge" adalah simbol bahwa laki-laki telah siap untuk
mempertahankan hubungan yang sudah terjalin dan berani menghadapi segala resiko
untuk mewujudkan niat hidup bersama dengan membentuk rumah tangga bersama
perempuan pilihannya.
4. Nondolu
Nyanyian Nondolu disampaikan atau
dinyanyikan oleh para ahli perang yang merupakan To Tua Nungata. Nondolu
dilaksanakan jelang menghadapi peperangan, maka para to tua nungata akan
memberikan sugesti mental kepada prajurit guna mempertinggi daya tempur,
sekaligus menanamkan arti dan nilai kematian bagi prajurit dalam membela
wilayah keadatan atau bangsa dan negara. Ketika melepaskan prajurit untuk
berperang para Totua Nu Ngata tidak akan berpidato untuk menyampaikan petuah
atau nasihat di depan prajurit dan rakyat. Pelaksanaan Tarian dan Nyanyian
merupakan keniscayaan untuk menumbuhkan kesadaran bahwa para prajurit atau
rakyat yang akan berperang telah mendapat perintah dari para Totua Nungata atau
pimpinan wilayah keadatan.
5. Noduluva
Dalam perundingan perdamaian
karena adanya peperangan yang terjadi dalam wilayah adat/pemerintahan, maka
proses perundingan dilakukan dengan pembacaan syair yang disebut dengan
"Noduluva". Syair berisi ungkapan mengenai pentingnya masalah keamanan
dan kenegaraan diselesaikan, terdapaat nasihat tentang pentingnya hidup damai
dan merendahkan nilai peperangan atau konflik yang terjadi.
6. Nosede
Nosede merupakan nyanyian nasehat
yang disampaikan pada putra dan putri yang sudah memasuki usia baligh atau masa
remaja. Nyanyian berisi petuah dan nasihat disampaikan oleh para Totua Nu Ada
kepada "Toniasa" (Tona Nipaka Asa) atau manusia yang telah memasumi
masa dewasa. Upacara adat yang dilakukan adalah "Noloso dan Nokeso".
Medio, 24 Agustus 2019
N I S B A H
0 comments:
Posting Komentar