Minggu, 12 Januari 2020

Penguatan Budaya Kaili Esensi Gerak Tari dan Nyanyi pada Kesenian adat To Kaili

Silahkan bagikan :
۞ السَّــــــلاَمُ عَلَيْــــــكُمْ وَرَحْمَــةُ اللــــهِ وَبَرَكَاتُــــــــــهُ ۞
۞ بســـــــــــــم اللّـــه الرّحمٰن الرّحيـــــــــــــم ۞
-------------------------------------------------------------

 

Esensi Gerak Tari dan Nyanyi pada Kesenian adat To Kaili

 

Pada masyarakat Kaili (to kaili) kesenian merupakan sebuah aktivitas yang bertujuan utk menghibur, namun esensi kesenian yang dilaksanakan pada upacara life circle dimaknai sebagai sumber nasihat dan petunjuk baik dan buruk bagi manusia. Kesenian pada masyarakat kaili diyakini memiliki daya kesanggupan untuk menegakkan kebaikan utk kemaslahatan serta daya kekuatan memeberantas kejahatan dan kemunkaran.

Beberapa jenis kesenian yang lazim dilakukan saat upacara adat dan menandai pelaksanaan upacara life circle ( daur hidup) diantaranya :

1. Rano

Biasa disebut dg No Rano merupakan nyanyian bersama yang diikuti oleh laki-laki dan perempuan untuk menyampaikan isi hati nurani rakyat terkait masalah-masalah sosial yang dialami agar mendapat respon dan penanganan serius oleh magau/raja atau pejabat negeri/pemerintah. Prosesi Raego lazim dipimpin oleh para ahli hukum dan ahli sejarah yang mengemukakan berbàgai nasihat dan peringatan untuk ditaati.

Secara spesifik hal-hal yg terkait permasalahan yg diajukan adalah keamanan rakyat, keamanan negara/negeri, memperkokoh perdamaian, memperkuat ekonomi, menjaga kesehatan, memupuk rasa persaudaraan.

Pelaksanaan Rano erat kaitannya dengan kedudukan Magau/Raja/pemimpin dlm hubungan relasional dgn rakyat dimana pemimpin idealnya dapat membentuk kehidupan dengan mengedepankan prinsip kebersamaan, keutuhan, kedamaian bahkan kesejahteran masyarakat agar tercapai situasi kehidupan dimana "TODEA MATUVU MASIKAPO BO MASAGENA NO POKO SAMPAPITU" yg berarti " RAKYAT HIDUP MAKMUR DAN SENTOSA BERTUMPU PADA PRINSIP "SAMPAPITU" (simbol kesatuan hidup yg mengikat kehidupan Manusia dibawah tujuh lapis langit dan tujuh wilayah keadatan "pitunggota")

 

2. Raego

Adalah aktivitas bernyanyi bersama yang melibatkan para muda-mudi dengan disertai syair dan irama gembira yang mengiringi. Isi syair mengungkapkan rasa cinta disertai ketulusan dan kesopanan agar wanita pujaan hati berkenan utk hidup bersama kelak dalam rumah tangga yg penuh kehormàtan dan keharmonisan, terkadang syair juga berisi penyampaian pinangan yg disampaikan terhadap orang tua perempuan calon isteri.

Di sela beberapa gerakàn raego diakhiri dengan "nerengge" yang merupakan tempik sorak dengan suara lengking yg di keluarkan secara bersama, maksud dari "nerengge" adalah isi syair pernyataan tentang kesanggupan tanpa keraguan yang disampaikan dgn mantap, penuh semangat dan penuh keteguhan hati.

Raego memiliki beberapa bentuk berdasarkan klasifikasi peruntukkannya. Diantaranya adalah Raego Nompaupu Bonde (Raego Adat) yang dilaksanakan pada saat panen padi yg berhasil baik. Adapula Raego Taro Pogaa (pompaupu batara) yang dilaksanakan pada saat menutup acàra duka (berpisah dengan duka) yang menimpa Raja/pemimpin dimaksudkan utk menghibur masyarakat dari rasa duka yang dalam sehingga masyarakat kembali bergembira.

 

3. Enjena

Setiap gerakan rano dan raego terdapat enjena (tarian) yg memperlihatkan gerakan dengan sikap melangkah maju secara bersama dalam satu lingkaran besar terdiri laki-laki dan perempuan. Ciri enjena pada rano adalah lingkaran bundar yg bersambung antara laki-laki dan perempuan dirapatkan dengan saling berpegangan tangan dgn erat sambil bernyanyi dgn merdu dlm irama satu kesatuan yg bermakna pada kekuatan dan kekompakkan yg tidak dapat putuskan dan dipatahkan oleh siapapun, posisi perempuan dan laki-laki yg saling berhubungan dengan bergandeng tangan dimaknai sebagai penghargaan atas kehormatan diri masing-masing. Demikian juga antara rakyat dan pemerintah dimaknai sebagai hubungan saling bersatu padu dan bahu membahu laksana satu kesatuan tubuh dalam kesatuan sistem.

Adapun ciri enjena pada Raego menggambarkan pola gerakan yang berpusat pada satu kesatuan sebagai kesanggupan untuk mempertahankan kehormatan masing-masing sampai pada kehormatan dalam rangka membangun rumah tangga. Pada saat melakukan gerakan atau tarian berputar posisi dan sikap laki-laki akan "nekalu" yaitu meletakkan tangan kanannya di atas bahu kanan perempuan sedangkan perempuan menampilkan sikap "kalua" posisi dimana perempuan di lingkari oleh tangan laki-laki pasangannya sambil kedua tangan perempuan di letakkan secara menyilang diatas dadanya dalam posisi memeluk dada yang merupakan bentuk dari sikap kewaspadaan menjaga kehormatan dirinya. Pilihan untuk bergandengan tangan dengan pasangan merupakan cara menyampaikan ke khayalak/umum bahwa keduanya telah siap memasuki kehidupan rumah tangga.

Gerakan Rano dan Raego secara keseluruhan dilakukan dengan membentuk lingkaran antara laki-laki dan perempuan kemudian berputar lalu diselingi beberapa langkah maju dan ketika ada "renggena" berarti tanda nyanyian telah berakhir yang kemudian ditutup dengan gerakan " No Odu" yaitu gerakan berjongkok dan menekuk lutut, pada posisi ini perempuan lalu duduk sejenak di atas lutut laki-laki pasanganya. Ini merupakan bentuk gerakan perlindungan perempuan oleh pasanganya jika ada gangguan dari gerakan "norengge". Gerakan"norengge" adalah simbol bahwa laki-laki telah siap untuk mempertahankan hubungan yang sudah terjalin dan berani menghadapi segala resiko untuk mewujudkan niat hidup bersama dengan membentuk rumah tangga bersama perempuan pilihannya.

 

4. Nondolu

Nyanyian Nondolu disampaikan atau dinyanyikan oleh para ahli perang yang merupakan To Tua Nungata. Nondolu dilaksanakan jelang menghadapi peperangan, maka para to tua nungata akan memberikan sugesti mental kepada prajurit guna mempertinggi daya tempur, sekaligus menanamkan arti dan nilai kematian bagi prajurit dalam membela wilayah keadatan atau bangsa dan negara. Ketika melepaskan prajurit untuk berperang para Totua Nu Ngata tidak akan berpidato untuk menyampaikan petuah atau nasihat di depan prajurit dan rakyat. Pelaksanaan Tarian dan Nyanyian merupakan keniscayaan untuk menumbuhkan kesadaran bahwa para prajurit atau rakyat yang akan berperang telah mendapat perintah dari para Totua Nungata atau pimpinan wilayah keadatan.

 

5. Noduluva

Dalam perundingan perdamaian karena adanya peperangan yang terjadi dalam wilayah adat/pemerintahan, maka proses perundingan dilakukan dengan pembacaan syair yang disebut dengan "Noduluva". Syair berisi ungkapan mengenai pentingnya masalah keamanan dan kenegaraan diselesaikan, terdapaat nasihat tentang pentingnya hidup damai dan merendahkan nilai peperangan atau konflik yang terjadi.

 

6. Nosede

Nosede merupakan nyanyian nasehat yang disampaikan pada putra dan putri yang sudah memasuki usia baligh atau masa remaja. Nyanyian berisi petuah dan nasihat disampaikan oleh para Totua Nu Ada kepada "Toniasa" (Tona Nipaka Asa) atau manusia yang telah memasumi masa dewasa. Upacara adat yang dilakukan adalah "Noloso dan Nokeso".

 

Medio, 24 Agustus 2019

Pemerhati Budaya Kaili

N I S B A H


۞ الحمد لله ربّ العٰلمين ۞

-------------------------------------------------------------

0 comments:

Posting Komentar

۞ PETA LOKASI Wilayah ۞
۞ MEDIA - SOSIAL ۞