Jumat, 31 Maret 2017

Perempuan Kaili

Silahkan bagikan :
۞ السَّــــــلاَمُ عَلَيْــــــكُمْ وَرَحْمَــةُ اللــــهِ وَبَرَكَاتُــــــــــهُ ۞
۞ بســـــــــــــم اللّـــه الرّحمٰن الرّحيـــــــــــــم ۞
-------------------------------------------------------------

 

Perempuan Kaili

          Tulisan atau catatan khusus tentang perempuan Kaili sangat sulit diketemukan, dibuat atau didokumentasikan. Sumber-sumber yang didapat biasanya diperoleh dari cerita atau tuturan (lolita) dari beberapa orang tua (totua) yang jumlahnya kian sedikit dimakan usia, atau bila diketahui oleh beberapa orang muda, pengetahuan tersebut belum banyak dibuat dalam sebuah tulisan yang bisa menjadi sumber rujukan dalam menganalisis kedudukan dan peran perempuan di tanah Kaili.

          Pada masyarakat Kaili kedudukan dan hak perempuan dalam kehidupan sosialnya dianggap terhormat dan tinggi. Ini sangat terkait dengan mitos to manuru yang menjelaskan tentang asal muasal pemimpin pada suku Kaili. Mitos to manuru adalah kisah tentang penjelmaan manusia dari kayangan yang diyakini oleh masyarakat kaili sebagai cikal bakal pemimpin atau penguasa yang membawa pengaruh dalam kehidupan masyarakat. Mitos ini menceritakan tentang seorang tomalanggai ( laki-laki sakti yang kemudian menjadi penguasa kelompok ) yang mengawini seorang wanita jelmaan dari dalam bambu kuning keemasan ( Bolo Vatu Bulava ). Dari perkawinanan keduanya lahir para pemimpin yang secara turun-temurun menjadi penguasa pada beberapa kerajaan di suku Kaili.

          Masyarakat Kaili meyakini bahwa kehadiran to manuru sebagai isteri memberi pengaruh besar bagi perubahan sosok tomalanggai dimana kesaktian dan pengaruhnya semakin bertambah disertai sikapnya yang semakin arif dan bijaksana. Faktor inilah yang membentuk karakter anak yang menjadi pengganti dan penerus tomalanggai dan diangkat sebagai raja pertama tetap mewarisi ilmu dan sikap yang dimiliki oleh ayahnya. Peran to manuru sebagai ibu juga memberi andil besar dalam membentuk karakter anaknya dengan memberikan nasihat-nasihat untuk menjalankan pemerintahan yang bijaksana.

          Mitos to manuru juga menjadi dasar bagi masyarakat Kaili dalam mendefenisikan kedudukan perempuan dan laki-laki dalam masyarakat. Salah satu contoh bagaimana kedudukan perempuan turut serta dilibatkan dalam membahas masalah-masalah pemerintahan dan kemasyarakatan adalah dengan keharusan ibunda raja untuk hadir dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam membahas masalah kerajaan dan kemasyarakatan pada lembaga kerajaan. Mitos ini juga menjadi dasar bagi masyarakat Kaili dalam mendefenisiskan kedudukan perempuan dan laki-laki dalam masyarakat. Salah satu contoh bagaimana kedudukan perempuan turut serta dilibatkan dalam membahas masalah-masalah pemerintahan dan kemasyarakatan adalah dengan keharusan ibunda raja untuk hadir dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam membahas masalah kerajaan dan kemasyarakatan pada lembaga kerajaan. Hal ini membuat pada masyarakat Kaili, bangunan keluarga terbentuk dari hubungan kekerabatan yang dibangun berdasarkan prinsip Bilineal. Pada prinsip bilineal terdapat beberapa ketentuan atau aturan tertentu diperhitungkan berdasarkan garis keturunan ibu (matrilineal) dan untuk beberapa ketentuan atau aturan tertentu diperhitungkan berdasarkan garis keturunan ayah (patrilineal) (Nisbah, 2012).

          Kepemimpinan perempuan pada sektor publik pada masyarakat Kaili di Sulawesi Tengah sesungguhnya merupakan fenomena yang telah ada sejak sistem pemerintahan kerajaan masih berlaku. Secara historis, terdapat beberapa kerajaan yang secara langsung dipimpin oleh perempuan. Kerajaan-kerajaan ini bahkan mengalami momentum kejayaaan selama beberapa periode dalam sejarah Tanah Kaili. Tercatat diantaranya Gonenggati di kerajaan Banawa Donggala, Sairalie (madika kedua) dan Pue Bawa (Madika kelima) dari kerajaan Sigi di Sigi, Vumbulangi dari kerajaan Bangga di Sigi serta beberapa raja-raja perempuan lainnya yang terus menjalin hubungan dengan beberapa kerajaan lainnya melalui proses kawin-mawin (Abdullah, 1975 : 30).

          Perempuan Kaili juga sangat diharapkan agar dapat dekat dengan keluarga. Konsep ni linggu mpo toboyo (melingkar seperti buah labu), bermakna sejauh-jauh perempuan beraktifitas, tetap kembali pada keluarga untuk berbakti, seperti tanaman buah labu yang menjulur jauh batang-batangnya namun tetap terkait dengan akarnya.

 

 

 

 

 Sumber : Jurnal Online Kinesik Vol. 4 No. 1 April 2017

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

/


۞ الحمد لله ربّ العٰلمين ۞

-------------------------------------------------------------

0 comments:

Posting Komentar

۞ PETA LOKASI Wilayah ۞
۞ MEDIA - SOSIAL ۞