Dewan Adat Sigi

Waktu selesai rapat di rumah Ketua Dewan Adat Sigi di Kaleke.

SOSIALISASI

Sosialisasi pendidikan Pemilih.

TOTUA NU ADA

Totua nu Ada. Ane nggaulu Totuamo gala hi nompakenggenisi ngata ...

Silaturrahmi

Silaturrahmi dengan Yang Mulia Sri Paduka Mangku Alam II.

Jumat, 20 Juni 2014

Menelaah Masa Lalu, Menata Masa Depan : Sejarah Hukum Tanah Ulayat dan Model Penanganan Konflik Solusinya.

 


Masyarakat Adat: Identitas, Budaya, dan Tantangan Modern

 

         


Masyarakat adat adalah bagian integral dari mosaik budaya dan sosial Indonesia. Mereka memiliki identitas, budaya, dan cara hidup yang unik yang telah diwariskan dari generasi ke generasi. Namun, dalam era modern ini, masyarakat adat menghadapi berbagai tantangan, termasuk penurunan nilai budaya, ancaman terhadap hak atas tanah dan sumber daya alam, dan tekanan untuk beradaptasi dengan perubahan modern. Meski demikian, penting untuk memahami dan menghargai peran dan kontribusi masyarakat adat dalam masyarakat kita.

 

Apa itu masyarakat adat?

Masyarakat adat adalah kelompok sosial yang memiliki ikatan kuat dengan wilayah tertentu dan memiliki sistem nilai, norma, dan aturan yang unik. Mereka memiliki cara hidup, tradisi, dan budaya yang telah diwariskan dari generasi ke generasi. Masyarakat adat biasanya hidup berdampingan dengan alam dan memiliki pengetahuan mendalam tentang lingkungan mereka. Di Indonesia, masyarakat adat seperti Suku Dayak, Suku Baduy, dan Suku Toraja adalah beberapa contoh.

Bagaimana identitas masyarakat adat dipertahankan?

Identitas masyarakat adat dipertahankan melalui pemeliharaan dan pelestarian budaya dan tradisi mereka. Ini termasuk bahasa, seni, ritual, dan pengetahuan tentang alam. Pendidikan juga memainkan peran penting dalam mempertahankan identitas masyarakat adat. Melalui pendidikan, pengetahuan dan nilai-nilai budaya dapat ditransfer ke generasi muda.

Apa tantangan yang dihadapi masyarakat adat dalam era modern?

Masyarakat adat menghadapi berbagai tantangan dalam era modern. Salah satunya adalah penurunan nilai budaya dan tradisi mereka akibat globalisasi dan modernisasi. Selain itu, mereka juga menghadapi ancaman terhadap hak atas tanah dan sumber daya alam mereka. Konflik tanah dan sumber daya alam sering terjadi antara masyarakat adat dan perusahaan atau pemerintah.

Bagaimana masyarakat adat beradaptasi dengan perubahan modern?

Masyarakat adat beradaptasi dengan perubahan modern dengan berbagai cara. Beberapa masyarakat adat memilih untuk mempertahankan cara hidup tradisional mereka, sementara yang lain memilih untuk mengadopsi beberapa aspek kehidupan modern. Misalnya, beberapa masyarakat adat menggunakan teknologi modern untuk mendukung kehidupan sehari-hari mereka, seperti penggunaan alat pertanian modern atau media sosial untuk mempromosikan budaya dan tradisi mereka.

Mengapa penting untuk melestarikan budaya masyarakat adat?

Melestarikan budaya masyarakat adat penting karena budaya ini merupakan bagian integral dari identitas dan warisan bangsa. Budaya masyarakat adat juga berkontribusi terhadap keanekaragaman budaya dan biologis dunia. Selain itu, pengetahuan dan kearifan lokal masyarakat adat dapat memberikan solusi untuk berbagai masalah lingkungan dan sosial.

Masyarakat adat memiliki peran penting dalam menjaga keanekaragaman budaya dan biologis dunia. Meski menghadapi tantangan dalam era modern, mereka terus berjuang untuk mempertahankan identitas dan budaya mereka. Penting bagi kita semua untuk menghargai dan mendukung upaya masyarakat adat dalam melestarikan budaya dan tradisi mereka. Dengan demikian, kita dapat membantu memastikan bahwa warisan budaya ini dapat dinikmati oleh generasi mendatang.


Sumber : https://www.questionai.id/essays-eswVzTNAyI5/masyarakat-adat-identitas-budaya-dan-tantangan-modern

DOA Penerang HATI

 


Kamis, 19 Juni 2014

Definisi dan Karakter Masyarakat Adat

 


          AMAN mempadankan terminologi “Indigenous Peoples” - yang dipakai secara global - sebagai “Masyarakat Adat.” Masyarakat Adat adalah kelompok masyarakat yang memiliki sejarah asal-usul dan menempati wilayah adat secara turun-temurun. Masyarakat Adat memiliki kedaulatan atas tanah dan kekayaan alam, kehidupan sosial-budaya yang diatur oleh hukum adat, dan lembaga adat yang mempertahankan keberlanjutan kehidupan Masyarakat Adat sebagai komunitas adat.

          Terdapat empat warisan leluhur atau asal-usul sebagai pembeda antara Masyarakat Adat dan kelompok masyarakat lainnya. Unsur-unsur tersebut, antara lain identitas budaya yang sama, mencakup bahasa, spiritualitas, nilai-nilai, serta sikap dan perilaku yang membedakan kelompok sosial yang satu dengan yang lain; sistem nilai dan pengetahuan, mencakup pengetahuan tradisional yang dapat berupa pengobatan tradisional, perladangan tradisional, permainan tradisional, sekolah adat, dan pengetahuan tradisional maupun inovasi lainnya; wilayah adat (ruang hidup), meliputi tanah, hutan, laut, dan sumber daya alam (SDA) lainnya yang bukan semata-mata dilihat sebagai barang produksi (ekonomi), tetapi juga menyangkut sistem religi dan sosial-budaya; serta hukum adat dan kelembagaan adat aturan-aturan dan tata kepengurusan hidup bersama untuk mengatur dan mengurus diri sendiri sebagai suatu kelompok sosial, budaya, ekonomi, dan politik.

          Sementara itu, mengacu pada Deklarasi Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Hak-hak Masyarakat Adat atau Declaration on the Rights of Indigenous Peoples (UNDRIP), karakteristik penanda Masyarakat Adat, antara lain identifikasi diri (self-identification); keberlanjutan sejarah (sebelum diinvasi oleh kekuatan penjajah atau kolonial); penduduk asal (sejarah); hubungan spiritual dengan tanah dan wilayah adat; identitas yang khas (bahasa, budaya, kepercayaan); serta sistem sosial politik dan ekonomi yang khas.

          Secara internasional, sebelum lahirnya UNDRIP, Konvensi ILO No. 169 atau Konvensi Masyarakat Adat 1989 menjadi instrumen internasional pertama yang mengakui Masyarakat Adat. Konvensi tentang Masyarakat Adat yang ditetapkan oleh negara-negara anggota Organisasi Perburuhan Internasional pada 1989 itu, bertujuan untuk merevisi Konvensi ILO No. 107 (Konvensi Masyarakat Adat 1957). Prinsip utama konvensi tersebut adalah perlindungan terhadap Masyarakat Adat atas kebudayaan, gaya hidup, tradisi, dan kebiasaan.

          Selain itu, hak asal-usul merupakan pula faktor yang secara tegas membedakan Masyarakat Adat dengan kerajaan atau kesultanan. Kerajaan atau kesultanan merupakan konsep negara lama. Sehingga, Masyarakat Adat tidak sama dengan kerajaan atau kesultanan.

          Sejak awal, Indonesia telah mengakui keberadaan Masyarakat Adat lewat Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Ppengakuan dan penghormatan terhadap Masyarakat Adat, tercantum di dalam Pasal 18B ayat (2) dan Pasal 28I ayat (3).

          “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-­kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-­hak tradisonalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-­undang.” UUD 1945 Pasal 18B ayat (2)

 

“Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban.” UUD 1945 Pasal 28I ayat (3)

          Dalam berbagai narasi dan produk hukum di Indonesia, terdapat juga istilah yang dipakai, yaitu masyarakat hukum adat (MHA), masyarakat lokal, masyarakat tradisional, komunitas adat terpencil (KAT), dan penduduk asli. Berbagai sebutan tersebut dapat merujuk pada Masyarakat Adat, misalnya penyebutan “masyarakat lokal” di nagari pada Masyarakat Adat Minangkabau, Sumatera Barat atau marga di Masyarakat Adat Batak, Sumatera Utara atau penduduk asli Papua (suku dan marga) di Papua dan Papua Barat. Namun, sebutan-sebutan yang ada, dapat pula merujuk pada masyarakat lokal - bukan Masyarakat Adat - dalam konteks di Jawa atau komunitas pendatang (misalnya, kampung transmigran) yang mendiami suatu wilayah selama beberapa generasi jika penyebutannya tidak mempertimbangkan identitas bahasa, ikatan genealogis, maupun teritorial terkait pada warisan asal-usul  sebagai pembeda. Penulisan “Masyarakat Adat” pun menggunakan awalan huruf kapital untuk mempertegas Masyarakat Adat sebagai subjek hukum.

          Sementara itu, kebijakan-kebijakan negara yang selama ini memprioritaskan pembangunan industri-industri berbasis sumber daya alam (SDA), telah menyebabkan Masyarakat Adat terpinggirkan sekaligus kehilangan hak dan akses atas SDA. Misalnya, pembangunan perkebunan monokultur secara masif oleh perusahaan perkebunan sawit yang menggusur hutan-hutan adat sebagai sumber penghidupan Masyarakat Adat, mengakibatkan Masyarakat Adat kehilangan pangan dan ruang hidup. Belum disahkannya Rancangan Undang-Undang tentang Masyarakat Adat (RUU MA) juga kian meningkatkan eskalasi terjadinya berbagai konflik, diskriminasi, kriminalisasi, perampasan wilayah adat, dan tindak kekerasan terhadap Masyarakat Adat di berbagai penjuru Indonesia. Saat ini, pengakuan maupun perlindungan Masyarakat Adat di Indonesia, masih menghadapi persoalan terkait dengan pengakuan bersyarat. Apalagi, dengan lahirnya UU Cipta Kerja dan UU Minerba yang baru, telah menghadirkan anomali pada iklmi demokrasi sekaligus menegaskan ancaman terhadap eksistensi Masyarakat Adat.

          Di dalam Masyarakat Adat sendiri, juga hidup beragam kelompok minoritas, yaitu mereka Masyarakat Adat yang mengalami ketertindasan berlapis, baik itu karena faktor kesejarahan, kelas, maupun lainnya. Mereka adalah yang mengalami diskriminasi dan stigma berganda, bukan hanya karena Masyarakat Adat, tetapi karena identitas lain yang melekat. Kelompok Masyarakat Adat minoritas itu, - tak terbatas pada yang disebutkan di sini - meliputi perempuan, anak (berusia di bawah 17 tahun), penyandang disabilitas, lansia, minoritas gender dan seksual, dan kelompok minoritas lainnya yang hidup di dalam suatu komunitas adat sebagai Masyarakat Adat.






Sumber : https://aman.or.id/news/read/1267

Tentang Masyarakat Adat





 

Selasa, 17 Juni 2014

MENANAM KURMA

 












۞ PETA LOKASI Wilayah ۞
۞ MEDIA - SOSIAL ۞